Advertisement

Pernikahan Anak Masih Marak di DIY, Gunungkidul dan Sleman Kasus Tertinggi

CRY22
Sabtu, 08 Oktober 2022 - 08:07 WIB
Arief Junianto
Pernikahan Anak Masih Marak di DIY, Gunungkidul dan Sleman Kasus Tertinggi Ilustrasi pernikahan dini/Antara - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Jumlah pernikahan anak di DIY. Data tahun lalu, Gunungkidul menduduki peringkat pertama di DIY dengan jumlah 153 kasus dan Sleman pada peringkat kedua dengan jumlah 147 kasus.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati Sumardi dalam seminar bertajuk Gerakan Keluarga Pembaharu: Tingkatkan Kualitas Keluarga Indonesia yang digelar Kamis (6/10/2022), menyampaikan perkawinan anak mayoritas terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan.

Advertisement

"Setelah kami dalami dalam kasus per kasus sebagian besar bermula dari komunikasi melalui sosial media, meskipun terjadi penurunan permohonan dispensasi, tetapi harus menjadi perhatian kita semua karena penurunannya juga sedikit, sehingga sosialisasi, edukasi masif kami terhadap pendewasaan usia perkawinan dan pencegahan perkawinan anak kami usahakan," kata Erina, Kamis.

Kehamilan yang tidak diinginkan pun menyumbang peningkatan jumlah pelajar SMA putus sekolah di DIY.

BACA JUGA: Program Minapadi Dikembangkan di 3 Kapanewon

Erlina menyampaikan penelusuran aspek pemenuhan hak pendidikan pada anak yang putus sekolah masih terbatas, sehingga sulit untuk merunut anak tersebut melanjutkan pendidikan ke sektor formal/informal/tidak melanjutkan pendidikan.

"Angka putus sekolah selalu ada, selain karena kehamilan tidak diinginkan, dengan gencarnya sosmed, karena ketertarikan siswa untuk bekerja menjadi pekerja anak, saling mempengaruhi karena dengan bekerja mereka dapat membeli ponsel untuk mengikuti gaya," kata Erlina.

Regional Director Ashoka South East Asia, Nani Zulminarni menyampaikan gerakan changemaker Ashoka mengajak seseorang yang menyadari dan memahami realitas baru. "Lalu melakukan aksi, dan berkolaborasi dengan yang lain untuk membawa perubahan bagi kebaikan semua," kata Nina. 

Untuk menjadi changemaker, menurut Nina, seseorang perlu memiliki empati, dapat bekerjasama dengan tim secara kolaboratif, memiliki kepemimpinan baru, dan melakukan change making.

Nani menyampaikan keluarga sangat dipengaruhi oleh patriarki dan toxic masculinity. Keluarga dijadikan arena pertarungan ideologi dan perubahan yang ditentukan oleh berbagai macam pemikiran. "Keluarga locus yang sangat penting, tetapi kurang dijangkau gerakan perempuan," ujar Nina.

Asisten Deputi Peningkatan Partisipasi Keluarga Kemen PPPA, Prijadi Santosa mengatakan pemahaman gender harus ada disetiap instansi dalam berbagai kegiatan yang disasar sesuai kebutuhannya. Prijadi menyampaikan pembangunan keluarga yang untuk mewujudkannya perlu adanya responsif gender di berbagai lini dalam masyarakat. 

Sementara itu, Dosen Fisip UIN Walisongo Semarang dan Co-Founder Aliansi Laki-Laki Baru, Nur Hasyim menyampaikan perlunya keterlibatan ayah tidak untuk memberikan keistimewaan baru kepada laki-laki atau mengesampingkan peran ibu, dan tidak untuk memperluas kuasa laki-laki pada ranah domestik. 

Lebih lanjut, Nur Hasyim menyampaikan keterlibatan ayah harus berangkat dari tanggung jawab sebagai laki-laki bukan karena kasihan serta dalam rangka membangun kesetaraan gender baik di ranah domestik maupun publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Mendag Sebut Kemendag Tak Tinggal Diam Mengetahui Perdagangan Pakaian Bekas Impor Kembali Marak

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 14:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement