Petrus Dianggap Pelanggaran HAM Berat, Sejarawan: Kembalikan Nama Baik Keluarga Korban
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN — Penembakan misterius (petrus) selama 1982-1985 pada masa era Orde Baru yang operasinya bermula di Jogjakarta dikategorikan ke dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat oleh negara. Hal itu diakui sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sejarawan UGM, Agus Suwignyo mengatakan atas pengakuan ini setidaknya ada dua hal yang harus ditindaklanjuti oleh negara. Pertama, negara dengan seluruh sumber dayanya melakukan penyelidikan secara menyeluruh mengenai setiap peristiwa yang dikategorikan pelanggaran HAM berat untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi.
Advertisement
Kedua, negara memberikan kompensasi tertentu kepada pihak-pihak yang selama ini HAM nya dilanggar. Pemulihan nama baik keluarga, kompensasi ekonomi, dan lainnya.
"Kami menunggu uji kesaktian dari pernyataan pengakuan ini. Kalau dibandingkan dengan pernyataan Perdana Menteri Belanda mengenai kekerasan fisik di masa lalu ada langkah lanjutan yang konkrit tidak sekedar lip service. Ini yang ditunggu [tindak lanjut]," ucapnya kepada Harianjogja.com, Kamis (12/1/2023).
Selain itu, nama baik keluarga yang mendapatkan stigma negatif akibat peristiwa petrus pun harus dipulihkan lewat pernyataan secara eksplisit oleh negara.
Ayah, ibu, atau saudaranya dibersihkan dari tuduhan. "Pengakuan ini [pelanggaran HAM berat] bukan pengakuan Presiden Jokowi, tetapi mewakili representasi negara, maka saya kira harus ada implikasi lanjutan," tuturnya.
BACA JUGA: Jokowi Akui Ada 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Ini Daftarnya
Peristiwa Petrus menurutnya adalah pelanggaran HAM berat karena melakukan eksekusi tanpa melalui proses peradilan. Setiap warga negara memiliki hak pembelaan diri meskipun dia didakwa melakukan kejahatan. Petrus, kata Agus, melangkahi hal tersebut.
Rentetan dari tindakan negara tersebut panjang, karena menciptakan teror kepada masyarakat. Korban Petrus yang mayatnya ditemukan di jalan dan lokasi lain membuat masyarakat ketakutan.
"Tiba-tiba mati di jalan ini kan masyarakat bisa takut. Jangan-jangan saya kena. Jadi teror oleh negara ini harus diperhatikan dalam kasus Petrus."
Langkah pemerintah yang mengakui Petrus sebagai pelanggaran HAM dan belasan kasus lain menurutnya perlu diapresiasi. Artinya ada pengakuan formal dari negara bahwa di masa lalu negara melalui aparaturnya melakukan tindakan yang dikategorikan pelanggaran HAM berat.
Lebih lanjut dia mengharapkan akan ada langkah konkret dari negara. Dia menegaskan ini bukan pengakuan rezim Presiden Joko Widodo, tapi ini pengakuan negara. Sehingga meski rezim politik ganti, tindak lanjut dari pengakuan ini harus dilanjutkan.
"Harus dilanjutkan dengan langkah-langkah kongkret. Bukan komoditas politik. Kalau aspek politiknya sudah gugur dengan keberanian rezim sekarang akui pelanggaran ini negara sudah terima ini kesalahan di masa lalu," lanjutnya.
BACA JUGA: Semakin Moncer, Kemiskinan Turun dan IPM Gunungkidul Terus Naik
Sejarawan Universitas Sanata Dharma (USD), Anton Haryono mengatakan Petrus masuk ke pelanggaran HAM berat. Penghilangan hak hidup seseorang yang dilakukan secara terencana, terstruktur, dan masif.
"Bagaimanapun mereka [korban Petrus] adalah manusia yang memiliki hak dasar untuk hidup. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan semestinya diatasi melalui proses hukum," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
687 Warga Negara Asing Terjaring Operasi Jagratara, Pelanggaran Izin Tinggal Mendominasi
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dua Bus Listrik Trans Jogja Senilai Rp7,4 Miliar Segera Mengaspal
- Akan Dipulangkan ke Filipina, Begini Ungkapan Mary Jane Veloso
- Lima Truk Dam Asal Jogja Buang Sampah ke Saptosari Gunungkidul, Sopir Diamankan Polisi
- Catat! Malam Jumat Kliwon Pekan Depan Ada Sendratari Sang Ratu di Parangkusumo
- 124 Warga Sidomulyo Sleman Terima Ganti Rugi Tol Jogja-Solo Seksi 3 Sebesar Rp53 Miliar
Advertisement
Advertisement