Rumor Penculikan Anak Marak di Jogja dan Sekitarnya, Begini Cara Orang Tua Mengatasinya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Maraknya informasi keliru tentang penculikan anak di Jogja dan sekitarnya membuat resah kalangan emak-emak. Kini mereka semakin ketat menjaga anaknya. Apakah ini akan berpengaruh pada pola kembang anak ke depannya? Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Sirojul Khafid.
Apa pun temanya, obrolan ibu-ibu rasanya selalu menarik. Satu sama lain saling menimpali. Seakan tidak ada jeda ruang untuk diam, tidak seperti kecanggungan dua orang yang sedang pedekate. Di salah satu meja di Foodcourd Tik Tok, Jalan Gejayan, Sleman, Homsa, 38 tahun, Icha Pertiwi, 33, dan Angela Stevanie, 29, sedang berkumpul.
Advertisement
Obrolan semakin semarak saat membahas isu penculikan anak yang sedang ramai. Sebagai perempuan yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD), mereka tak luput dari kekhawatiran.
Kekhawatiran Homsa misalnya. Lantaran dia jarang di rumah dan hampir separuh hari bekerja maupun beraktivitas di laur, pengawasan anaknya yang saat ini kelas 6 SD tidak bisa maksimal. Bertemu dengan anak hanya pada malam hari.
“Meski anakku udah tergolong gede, tapi penculik enggak lihat usia dan bisa [nyulik] dengan cara apa pun. Apalagi anakku sering pakai motor tanpa sepengetahuan orang tua, itu yang bikin khawatir,” kata Homsa yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta di Jogja.
“Tapi kebetulan pas maraknya [isu penculikan], anakku enggak bisa ke mana-mana, abis jatuh dari motor, kakinya retak.”
Pengalaman yang cukup mengkhawatirkan pernah anak Angela alami. Suatu hari, ada seorang pengendara motor yang menghampiri dan menyebut nama anaknya dengan benar. Belum jelas dari mana pria itu tahu nama anak Angela. Untungnya, si anak ingat pesan Angela untuk tidak mau menghampiri orang asing. Anak yang masih kelas 2 SD itu kemudian lari ke rumah dan mengadu pada ibunya.
Hal-hal seperti ini yang bikin Angela parno. Terlebih dia tinggal di wilayah perkotaan yang banyak orang berlalu-lalang. “Misal anakku belanja di warung yang cuma beda gang dari rumah, sekarang jadi takut. Aku bilang ke anak, 'Nanti aja belanjanya, waktu ada mama atau ada yang nemenin.' Sekarang misal jajan mending nganterin,” kata Angela.
BACA JUGA: Marak Isu Penculikan Anak, Sultan Minta Masyarakat DIY Tetap Tenang
Berbeda lagi cerita dari Icha, saat anaknya pernah bertemu dengan dua orang, yang berpenampilan seperti pencari barang bekas di sekitar rumah. Namun gelagatnya mencurigakan. Untung Icha melihat orang tersebut dan meminta anaknya kembali ke rumah. Kabar adanya dugaan upaya penculikan juga pernah Icha dengar dari temannya. Si anak sempat ditarik menuju mobil. Untungnya teriakan anak membuat terduga penculik kabur.
“Akhirnya sekarang saya memperketat pengawasan, dengan menjemput sebelum waktunya [pulang], jajannya nanti aja, pas keluar bareng. Harus kolaborasi dengan sekolah, jangan sampai membuka gerbang sebelum pulang sekolah,” kata Icha.
Meski keadaan seakan genting, Homsa, Icha, dan Angela bisa sedikit tenang. Mereka menganggap anak-anak yang lahir dan tumbuh zaman sekarang sudah lebih berani, percaya diri, dan bisa mengakses berbagai informasi. Informasi ini salah satunya mereka dapat dari media sosial. Selain orang tua tetap memberikan pemahaman bahayanya orang asing yang berpotensi berbuat jahat, anak-anak juga semakin sadar melalui informasi yang mereka akses.
“Generasi sekarang beda, dikasih tahu udah lebih ngerti,” kata Angela.
“Anak saya udah 12 tahun, udah pegang ponsel, bisa lihat info dari TikTok,” kata Homsa.
“Meski masih TK, anak sudah paham. Tapi saya tetep lebih hati-hati dan menjaga,” kata Icha.
BACA JUGA: Waspada, Hoaks Wajah Penculik Anak Beredar di Grup Whatsapp Warga Jogja
Menjadi lebih waspada dengan adanya banyak berita penculikan tentu wajar. Namun orangtua tetap perlu tenang, jangan sampai panik. Menurut psikolog anak dari Wiloka Workshop, Lucia Peppy Novianti, dalam kondisi panik, manusia memiliki kecenderungan tidak berpikir jernih. Jangan sampai pula, dalam keadaan panik, kemudian orang tua memberikan instruksi kepada anak, yang biasanya menjadi kurang jelas esensinya.
“Pesan yang disampaikan berpotensi tidak sampai, bukan anak enggak mendengarkan, tapi kadang anak susah memahami karena orangtua panik, perlu pengendalian panik,” kata Lucia.
Respons orang tua yang terlalu panik juga bisa menyebabkan anak tidak nyaman. Apalagi kemudian dibarengi dengan perubahan-perubahan pola asuh lantaran terlalu takut akan penculikan dan tindak kekerasan lainnya. Meski tidak secara langsung, perubahan-perubahan yang mendadak bisa berpengaruh pada ketidaknyamanan anak.
Dalam memberikan pemahaman pada anak, Lucia merekomendasikan agar orang tua menjelaskan konteks masalahnya. Hindari arahan atau instruksi berupa menakut-nakuti atau hukuman, semisal kalau tidak makan akan disuntik dokter dan sebagainya. Namun perlu diberi pemahaman yang lebih mendasar.
“Lebih baik sampaikan konteks informasinya, [bilang ke anak] ayo belajar. Anak perlu tahu ada orang yang bisa jadi berniat buruk pada kita, ada yang punya niat jahat, komunikasi lebih menginfokan konteks yang terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya, bukan sekadar berita [kejadiannya] saja,” katanya.
Sebagai contoh, jangan sebatas berkata kepada anak, "Jangan mau nerima permen dari orang asing." Mungkin anak tidak mau menerima permen, tapi malah mau menerima mainan atau lainnya. Usahakan agar anak paham konsep dasar dari informasi yang kita sampaikan.
Setelah menyampaikan hal tersebut, orang tua juga perlu memastikan apabila anak tersebut benar-benar paham. Bisa dengan meminta anak mengulangi isi arahan atau cara lainnya. Yang dikhawatirkan, orang tua sudah banyak memberikan arahan, ternyata anak tidak paham. “Kalau [pemahaman yang anak terima] udah bener dikuatkan, kalau belum dikoreksi,” kata Lucia.
BACA JUGA: Viral Video Penangkapan Penculik Anak di Kalasan, Polisi Pastikan Hoaks
Pembahasan upaya penculikan seakan semakin semarak, tidak hanya di pemberitaan, tetapi juga grup-grup wali murid.
Rahmad Wahana juga merasakan ramainya grup dan pesan dari beberapa saudara yang isinya ajakan semakin waspada. Rahmad tidak menampik apabila beberapa penculikan memang terjadi. “Tapi enggak percaya juga [semua video] itu video baru. Mungkin ada rekaman lama, tapi karena lagi ramai terus diviralin lagi. Biasalah netizen Indonesia,” kata pria berusia 32 tahun dan memiliki anak yang sekolah di TK.
Semenjak maraknya informasi penculikan, tidak ada perubahan yang signifikan pada pola pengasuhan anaknya. Hal ini lantaran sedari awal, keluarga besar Rahmad memang sudah cukup ketat menjaga anak. Saat anak bermain ke rumah anak tetangga, ibunya akan mengantar. Saat ini istri Rahmad juga sudah keluar dari pekerjaan dan bisa menjaga anaknya secara total. Sehingga semakin mengurangi potensi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Aku orangnya nothing to lose. Misal udah usaha maksimal, kalau [tetep] ada musibah ya sudah, udah takdirnya. Yang penting usahanya udah maksimal,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Jumat 22 November 2024
- Heroe-Pena Optimistis Kantongi 40 Persen Kemenangan
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Jumat 22 November 2024: Berangkat dari Palur Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
- Program WASH Permudah Akses Air Warga Giricahyo
- Jadwal SIM Keliling Gunungkidul Jumat 22 November 2024
Advertisement
Advertisement