Advertisement
Viral Lagi di Jogja, Pakar: Arti Klitih Berubah dari Mengisi Waktu Luang Kini Mencari Musuh

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Aksi kejahatan jalanan tanpa tujuan yang jelas alias klitih di Jogja belakangan viral lagi di media sosial, setelah insiden penganiayaan di kawasan Titik Nol Jogja, pada Selasa (7/2/2023) dini hari lalu. Bila merunut arti sebenarnya, ada pergeseran makna klitih dari makna yang sebenarnya.
Harianjogja.com, pada 2020 lalu pernah mewawancarai soiolog kriminalotas terkait makna klitih yang kini identik dengan tindak kriminal. Sosiolog kriminalitas UGM, Suprapto, menuturkan istilah klithih sebenarnya telah mengalami pergeseran makna. Berdasarkan pengertiannya, klitih memiliki makna kegiatan mengisi waktu luang. Kata ini sebenarnya dapat diartikan secara positif sebagai berbagai macam kegiatan yang positif pula.
Advertisement
Namun, makna tersebut kemudian mengalami pergeseran ketika diadopsi oleh para remaja sebagai kegiatan mencari musuh.
“Itu artinya positif. Tetapi ketika klitih itu kemudian diadopsi oleh anak remaja, mereka menggeser makna itu, pertamanya keliling-keliling kota naik sepeda motor. Tetapi tidak sekadar keliling-keliling kota, lebih dimaknai sebagai kegiatan mencari musuh,” katanya, Kamis (16/1/2020) lalu.
Motif di balik aksi ini sendiri, menurutnya, cukup beragam. Sebelumnya, aksi ini dikaitkan dengan upaya untuk melakukan balas dendam. Namun, aksi klitih saat ini dilakukan seorang remaja untuk mencari musuh dan menunjukkan eksistensi atau untuk melampiaskan kekecewaan dalam kehidupan mereka.
BACA JUGA: Sultan Ground Tekena Tol Jogja Kemungkinan Disewakan, Ini Alasan Pusat
Dikatakannya, penanganan klithih tidak bisa dibebankan kepada pemerintah atau kepolisian karena upaya untuk memutus rentetan peristiwa ini harus dimulai dari tingkat keluarga dan komunitas. “Penanganan perilaku klithih jangan dibebankan hanya kepada pemerintah atau kepolisian. Tiap anggota masyarakat harus merasa bertanggung jawab untuk itu,” ujar dia.
Ia menyebut lembaga sosial dasar, utamanya keluarga dan sekolah perlu berpartisipasi mencegah perilaku klithih. Jika keluarga memenuhi fungsi sosialisasi budaya, nilai dan norma serta fungsi perlindungan, maka anak-anak ketika mendapat perlakuan tidak nyaman dari pihak lain akan datang pertama kali kepada keluarga.
“Keluarga adalah benteng yang kuat dan awal. Kalau anak sudah mendapat masukan norma dan nilai, saya kira dia tidak akan mudah untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti orang lain,” kata Suprapto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pemadaman Listrik Massal di Spanyol dan Portugal, Lalu Lintas Kacau hingga Warga Terjebak di Lif
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Dinilai Lebih Menguntungkan, Warga Purwosari Gunungkidul Getol Menanam Bawang Merah
- 10 Tersangka Kasus Narkoba Ditangkap, Dari Kurir Paket Hingga Karyawan BPR
- Pembeli Tanah Pertanyakan Langkah Anak Mbah Tupon Melaporkan Dirinya ke Polda DIY
- Hore! Jaringan Internet di Kawasan Wisata Pantai Selatan Kulonprogo Diperluas
- Sampah dari Pasar Gamping yang Dibuang di Kawasan Pantai Dewa Ruci Akhirnya Dikubur
Advertisement
Advertisement