Advertisement

Promo November

Potensi Gempa Megathrust Kulonprogo: Gelombang Setinggi 9 Meter, Warga Punya Waktu 22 Menit untuk Evakuasi

Andreas Yuda Pramono
Selasa, 09 Mei 2023 - 16:02 WIB
Budi Cahyana
Potensi Gempa Megathrust Kulonprogo: Gelombang Setinggi 9 Meter, Warga Punya Waktu 22 Menit untuk Evakuasi Peringatan untuk tidak mandi di laut di Pantai Glagah, Kulonprogo. Tsunami bisa menerjang pesisir Kulonprogo apabila ada gempa megathrust - Instagram/@sarglagah

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Pantai Selatan Jawa, termasuk Kulonprogo, rawan tsunami akibat adanya potensi lindu megathrust yang bisa menghasilkan gelombang setinggi sembilan meter. Ancaman ini membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo menyusun ulang rencana kontingensi gemba Bumi dan tsunami.

Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menjelaskan lindu disertai tsunami berpotensi melanda Kulonprogo. Menurut Dwikorita, air laut setinggi sembilan meter diprediksi akan menerjang kawasan pesisir Kulonprogo apabila gempa Bumi megathrust dengan kekuatan maksimal 8,8 magnitudo terjadi.

Advertisement

“Warga masih memiliki waktu 22 menit untuk melakukan evakuasi sebelum tsunami melanda,” katanya.

BACA JUGA: Kemadang Gunungkidul Diproyeksikan Jadi Desa Tangguh Tsunami Tingkat Dunia

BPBD Kulonprogo pun berencana menyusun ulang dokumen rencana kontingensi, difasilitasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Proyek Prakarsa Ketangguhan Bencana Indonesia atau Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP).

Kepala BPBD Kulonprogo Joko Satyo Agus Nahrowi mengatakan BPBD sudah mulai menyusun ulang rencana kontingensi yang didahului dengan kajian Rencana Penanganan Kedaruratan Bencana (RPKB). Kajian disusun pihak ketiga dengan masa kontrak sampaiJuni. Sementara rencana kontingensi akan disusun sampai September. Tahun ini, rencana kontingensi yang di dalamnya membuat mitigasi bencana, sudahjadi dan akan disimulasikan.

“Tahun 2014 itu kami memang pernah membuat rencana kontingensi. Tapi itu sudah berselang sembilan tahun dan waktu itu belum ada YIA [Yogyakarta International Airport], tentu perlu adanya pembaruan. Jalur evakuasi berarti beda lagi. Sebenarnya pembaruan dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi karena ada pandemi Covid-19, anggaran yang ada dialihkan,” katanya.

Garis pantai pesisir selatan Pulau Jawa yang berada di Kulonprogo mencapai 24 kilometer. Garis pantai tersebut melintasi 10 kalurahan di empat kapanewon yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Apabilan terjadi tsunami, gelombang tersebut diperkirakan akan tiba kurang dari 30 menit setelah lindu yang kuat.

BACA JUGA: UNESCO Tetapkan Glagah sebagai Masyarakat Siaga Tsunami

“Tinggi tsunami itu bisa diperkirakan, setelah kita mengetahui berapa besaran skala richter gempa bumi yang terjadi sebelumnya. Sudah ada titik-titik yang dapat digunakan sebagai perlindungan apabila terjadi tsunami,” ucapnya.

Beberapa titik perlindungan dari terjangan tsunami antara lain Stadion Cangkring, Lapangan Krembangan, Panjatan; dan Girigondo, Temon. YIA juga menyediakan tempat di lantai keempat yang biasa dipakai untuk pertemuan sebagai lokasi perlindungan warga Glagah. “Tetapi kalau gelombang tsunami lebih dari 20 meter, YIA tidak bisa dipakai untuk mengungsi,” ujar dia.

Saat ini, dari sepuluh kalurahan yang menghadap langsung ke Samudera Hindia, hanya Kalurahan Glagah yang telah diakui UNESCO sebagai kawasan siaga tsunami. 

Selain Kulonprogo, pesisir Bantul juga rawan digulung tsunami. Berdasarkan pemodelan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gelombang tsunami di Bantul bisa setinggi maksimal 20 meter dan sejauh 7,4 kilometer.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul dan Badan Informasi Geospasial (BIG) beberapa waktu lalu sudah berencana memetakan lima desa atau kalurahan yang tersebar di tiga kecamatan atau kapanewon yang rawan tsunami akibat gempa megathrust. Pemetaan dilakukan via udara pada triwulan kedua dan ketiga 2023 ini.

BACA JUGA: Pulau Ini Selamat dari Terjangan Mega Tsunami 8.000 Tahun Lalu & Sekarang Tenggelam

Gempa Bumi megathrust adalah patahan batas lempeng yang terjadi pada bidang kontak dua lempeng tektonik yang bertemu di zona subduksi. Gerakan relatif antarlempeng tidak terbendung dan tekanan terkumpul di area dua lempeng sehingga dilepaskan melalui gempa dahsyat yang disebut megathrust. Retakan megathrust melibatkan lempeng samudera di bawah lempeng di atasnya.

Komandan Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Bantul,Aka Luk Luk Firmansyah menjelaskan, ada dua program yang dijalankan oleh BIG yakni pemetaan daerah rawan tsunami akibat gempa megathrust dan kawasan geoheritage. Di Bantul, BIG dan BPBD akan memetakan wilayah rawan tsunami megathrust sisi selatan.

“Pemetaan dimulai pada April, Mei, dan Juni. Kemudian berlanjut lagi pada triwulan ketiga tahun ini,” kata Aka, Kamis (16/3/2023).

Pemetaan oleh BIG itu dilakukan via udara dengan teknologi unmanned aerial vehicle (UAV). Petugas mengumpulkan data infrastruktur maupun permukiman penduduk yang masuk dalam zona merah atau berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.

“Nanti akan diperoleh data berkaitan dengan infrastruktur dan permukiman yang mungkin terdampak tsunami, baik itu jumlah maupun luasnya,” ujar dia.

BACA JUGA: BMKG DIY Serahkan Peta Tsunami ke Pemkab Bantul, Ini 2 Daerah Paling Rawan

Lima desa yangdipetakan meliputi Parangtritis dan Tirtohargo di Kapanewon Kretek, lalu Srigading dan Gadingsari di Kapanewon Sanden, dan terakhir Poncosari di Kapanewon Srandakan. Lima wilayah itu berhadapan langsung dengan Pantai Selatan Jawa dan masuk ke dalam zona merah rawan tsunami.

“Lima kalurahan itu yang menjadi fokus pemetaan karena masuk dalam wilayah dengan klasifikasi terdampak tinggi berdasarkan Pusat Studi Gempa Nasional [Pusgen]," ucap Aka.

Aka menambahkan berdasarkan data pemodelan yang diperoleh BPBD Bantul dari BMKG, gempa yang berpotensi menghantam wilayah itu berada di angka 8,8 magnitudo. Sementara, tsunami yang ditimbulkan adalah gelombang dengan ketinggian 15 sampai dengan 20 meter. Gelombang tsunami menjangkau wilayah di empat sampai lima kilometer dari bibir pantai. Kemudian pada daerah sungai bisa, jangkauan tsunami mencapai 7,4 kilometer.

“Potensinya cukup besar. Kami sudah ada program pendampingan dari BMKG tentang siaga tsunami,” ucapnya.

Kepala Pelaksana BPBD Bantul Agus Yuli Herwanta menyebut, kerja sama dengan BIG itu merupakan tahap awal yang diharapkan bisa menjadi acuan bagi pemerintah daerah setempat untuk merumuskan ulang dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB).

“Kalau datanya sudah matang dan keluar, ini tentu jadi pedoman kami dalam penyusunan RPB dan berkaitan pula dengan rencana tata ruang di wilayah pesisir, jalur evakuasi masyarakat maupun tindak lanjut mitigasi lainnya,” kata Agus.

Pantai Selatan Jawa tak lepas dari tsunami besar akibat gempa megathrust berdasarkan hasil penelitian Pepen Supendi dan tim BMKG yang berjudul Natural Hazards. Penelitian itu mengupas potensi tsunami dari gempa megathrust di selatan Pulau Jawa. Jurnal penelitian yang telah terbit Oktober 2022 lalu, menyebutkan gempa megathrust dengan magnitudo 8,9 dapat memicu tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 34 meter.

Potensi tsunami ini patut diwaspadai di bagian selatan Jawa dan barat daya Sumatra. Bahkan, tsunami bisa menjalar melalui Selat Sunda memasuki Pantai Utara Jawa dan Tenggara Timur Sumatra.

BACA JUGA: Daftar 8 Tsunami Besar di Indonesia, Puluhan Ribu Nyawa Melayang

Pakar tsunami dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko menegaskan belum diketahui pasti kapan gempa megathrust akan terjadi. Namun, masyarakat harus waspada terhadap ancaman tsunami dan upaya mitigasinya perlu lebih serius. Widjo juga menyebut dampak yang ditimbulkan gempa megathrust di Laut Selatan Pulau Jawa akan lebih besar dibandingkan dengan tsunami di Aceh.

“Oleh karena itu, perlu adanya upaya mitigasi dan peningkatan kewaspadaan dan khususnya sistem peringatan dini dan jalur serta tempat evakuasinya,” jelas Widjo dilansir dari brin.go.id.

Beberapa gempa bumi megathrust yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu pada 27 Februari 1903 (magnitudo 8,1), 22 Januari 1780 (magnitudo 8,5), 17 Juli 2006 (magnitudo 7,8), 23 Juni 1943 (magnitudo 8,1), 3 Juni 1859 (magnitudo 8,5), dan 3 Juni 1994 (magnitudo 7,7). Seluruh gempa bumi tersebut terjadi di Laut Selatan mulai dari Banten hingga ke ujung Jawa Timur.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan berdasarkan perkiraan dari para peneliti, gempa Bumi megathrust terjadi setiap 400 tahun. Gempa bumi terbesar di dunia juga terjadi dalam gempa megathrust. Sumber gempa megathrust biasanya terletak di bawah laut, sehingga sulit untuk diamari terperinci berdasarkan pengukuran seismik, geodesi, dan geologis.

Gempa bumi megathrust berpotensi menghasilkan tsunami dahsyat karena pergerakan vertikal dasar laut besar yang terjadi selama gempa. Selain itu, ada zona megathrust, yakni lapisan batas tipis antara lempeng tektonik yang tenggelam ke dalam mantel Bumi dan lempeng utama.

Gempa bumi megathrust seringkali disertai dengan tsunami yang merusak disertai goncangan yang kuat, dan memiliki retakan yang sangat berbeda di dekat permukaan Bumi daripada di kedalaman laut yang lebih dalam. Gempa megathrust memiliki tanda yang membingungkan, karena bagian dangkal dari retakan megathrust menyebabkan tsunami, tetapi bagian yang lebih dalam dari retakan menimbulkan gelombang tinggi yang sangat berbahaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement