Advertisement

LSF Kampanyekan Budaya Sensor Film Secara Mandiri

Catur Dwi Janati
Rabu, 14 Juni 2023 - 09:57 WIB
Sunartono
LSF Kampanyekan Budaya Sensor Film Secara Mandiri Suasana Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri Di DIY bertajuk Cerdas Memilih dan Memilih Tontonan pada Selasa (13/6/2023). - Harian Jogja // Catur Dwi Janati

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri Di DIY bertajuk Cerdas Memilih dan Memilih Tontonan. Kegiatan ini diharapkan dapat membuat budaya sensor mandiri makin diterapkan masyarakat secara luas.

Sekretaris Komisi II LSF, Roseri Rosdy Putri menerangkan penyensoran film merupakan amanat dari Undang-undang No.33/2009 tentang perfilman, di mana setiap film yang akan diedarkan atau diperuntukkan wajib mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) yang diterbitkan oleh LSF. Perkembangan teknologi informasi yang pesat akan membawa pengaruh besar terhadap peredaran dan pertunjukan film.

Advertisement

BACA JUGA : LSF RI Sensor 39.000 Judul Film & Sinetron

"LSF menyadari secara penuh bahwa upaya untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif, tidak hanya cukup dengan kebijakan Surat Tanda Lulus Sensor. Masyarakat perlu mendapatkan pendidikan dan pengetahuan tentang perfilman," ujarnya di The Atrium Hotel dan Resort, Selasa (13/6/2023).

Penguatan tersebut salah satunya dilakukan dengan penguatan fungsi literasi. Sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menonton film sesuai dengan klasifikasi usia dan peruntukannya. "Untuk menguatkan itu maka LSF pada tahun 2021 telah mencanangkan gerakan nasional budaya sensor mandiri," ungkapnya.

Gerakan tersebut berfokus pada memilah dan memilih tontotan sesuai dengan klasifikasi usia. "Salah satu bagian dari gerakan nasional tersebut adalah yang sedang kita laksanakan saat ini, sosialisasi budaya sensor mandiri," tuturnya.

Pada 2023, sosialisasi budaya sensor mandiri dilakukan di 17 wilayah di Indonesia. Beberapa di antaranya Medan, Bengkulu, Bali, Kupang, Ternate, Palembang, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan juga di Jogjakarta.

Kegiatan sosialisasi budaya sensor mandiri disebutkan Eri memiliki tujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perfilman, temasuk tentang LSF dan kebijakan dalam penyensoran film maupun iklan film. Selain itu melalui sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat untuk memilah dan memilih tontotan secara mandiri sesuai klasifikasi usia.

"Film tentu akan memberikan dampak negatif bila ditonton tidak sesuai klasifikasi usia. Karena film yang diperuntukan bagi orang dewasa tentunya tidak akan cocok untuk ditonton oleh anak-anak. Film yang mengandung pornografi, kekerasan, perjudian, pelecehan, perendahan terhadap harkat dan martabak, serta penodaan terhadap agama dan kemanusiaan tentu akan memberikan dampak buruk bila tidak ada proses penyonserannya," ungkapnya.

BACA JUGA : Dikritik karena Adegan Film Sembarangan, Ini Kata LSF

Dekan Fakultas Seni Media Rekam ISI Jogjakarta, Irwandi mengungkapkan saat ini arus informasi termasuk media penayangan dan film, aksesnya seperti tidak terkontrol. Siapa saja bahkan anak kecil menurut Iswandi bisa menonton film melalui gawai.

"Jadi keberadaan LSF dan program pembudayaan sensor mandiri ini memang harus dilakukan. Karena siapa lagi yang mau memfilter kalau bukan kita. Sementara itu bila dilakukan oleh LSF untuk mengatasi seluruh penonton rasanya kok enggak mungkin. Sehingga budaya sensor mandiri ini kami anggap penting dan perlu," ujarnya.

Budaya sensor mandiri dinilai Irwandi terutama untuk masyarakat yang rentan terhadap media, yakni anak-anak dan remaja. Irwandi menjelaskan anak-anak belum bisa memilah-milah tontonan. Sementara remaja menurut Iswandi sedang dalam proses pencarian jati diri.

"Sehingga tontonan yang dia lihat itu, sangat berpotensi memberi dampak negatif ke mereka, bila tidak membekali mereka dengan pemahaman itu. Jadi intinya penting sekali untuk budaya sensor mandiri ini," ujarnya.

Di sisi lain, dalam konteks di kampus, pengetahuan sensor mandiri telah diselipkan pada sejumlah mata kuliah. "Budaya sensor mandiri ini kami bangun melalui mata-mata kuliah, ada etika film dan televisi, ada kritik film dan beberpa mata kuliah lainnya. Itu lah menjadi media kami bagaimana mahsiswa itu sudah terinternalisasi untuk melakukan sensor mandiri," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jalan Trans Sulawesi Lumpuh Akibat Banjir, Sebanyak 300 Kendaraan Terjebak

News
| Sabtu, 11 Mei 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Hanya 85 Meter, Ini Perbatasan Negara Terkecil di Dunia

Wisata
| Jum'at, 10 Mei 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement