Advertisement

Promo November

Sesar Opak Berpotensi Picu Gempa hingga Magnitudo 6,6, BMKG: Bantul Paling Rawan

Yosef Leon
Rabu, 21 Juni 2023 - 19:37 WIB
Arief Junianto
Sesar Opak Berpotensi Picu Gempa hingga Magnitudo 6,6, BMKG: Bantul Paling Rawan Foto ilustrasi. - Antara Foto

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—DIY dikenal sebagai daerah yang rawan bencana gempa bumi karena dilewati oleh sejumlah sesar aktif. Sementara dari kabupaten/kota di DIY, Bantul termasuk yang paling rawan.

Dua sesar yang dinilai paling mengancam dan berpotensi berbahaya di masa mendatang yakni Lempeng Megathrust di selatan dan Sesar Opak. 

Advertisement

Beberapa kejadian gempa bumi yang dialami Jogja di masa lalu dan merenggut banyak korban jiwa disebabkan oleh ancaman itu utamanya Sesar Opak. Di antaranya gempa bumi 1840, 1867, 1943 dan terakhir pada 2006 dengan kekuatan gempa bumi Magnitudo 6,4. 

"Kedua ancaman gempa bumi yang potensial di Jogja pertama zona tumpukan Lempeng Megathrust di selatan Jogja itu potensinya Magnitudo 8,7 dan di darat ada aktivitas sesar aktif yakni Sesar Opak yang bisa mencapai Magnitudo 6,6," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, Rabu (21/6/2023). 

Dengan berkembangnya populasi dan kewilayahan tentu risiko ancaman juga meningkat.

Berdasarkan Dokumen Rencana Kontingensi Gempa Bumi Tingkat Provinsi DIY pada Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana dampak luasan dari potensi gempa bumi mencapai 313.315 hektare di DIY. 

Daryono menerangkan, Bantul menjadi wilayah yang paling rawan terdampak gempa bumi lantaran karakteristik tanahnya yang lunak. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa gempa bumi 2006 yang sebagian besar wilayah Bantul mengalami rusak parah. Padahal titik pusat gempa, kata dia bukan berada di Sungai Opak, melainkan agak ke sebelah timur sejauh 25 km. 

BACA JUGA: Gempa Bumi di Pacitan yang Dirasakan di Jogja Tak Berpotensi Tsunami

"Sesar opak ini adalah zona jangan dibayangkan sebagai sebuah garis lurus karena untuk identifikasi garis lurus itu sulit. Tapi yang pasti patokannya itu adalah perbedaan topografi yang mencolok antara tinggi di Nglanggeran dan Bantul. Panjang sesarnya sekira 35 km dari Kretek sampai Prambanan," jelas dia. 

Di sisi lain keberadaan sesar Progo yang juga melintas di wilayah Jogja, kata Daryono bisa dikatakan tidak terlalu mengancam lantaran aktivitas seismiknya yang tidak terlalu signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Memang ada aktivitas gempa kecil yang disebabkan sesar Progo, tetapi BMKG menilai hal itu tidak terlalu mengancam. 

"Beda dengan sesar Opak yang secara sumber memang kredibel. Kemudian hasil monitoring kita menunjukkan sebuah aktivitas yang cukup aktif. Dan ini sesar aktif itu punya periode ulang, karena memang tekanan itu terbangun lepas karena Australia dorong terus sehingga lepas lagi bangun lagi, karena di dalam bumi itu arus konveksinya bergolak itu yang buat Australia berjalan ke utara menumbuk Indonesia dan bagian yang tertekan itu akan terbangun," jelas dia. 

Menurut Daryono, yang perlu disiapkan untuk menghadapi ancaman gempa bumi ini adalah kesiapan masyarakat soal mitigasi. Struktur bangunan rumah hendaknya dibangun berdasarkan pada tahan gempa atau terbuat dari kayu dan bambu. "Tingkat kerusakan gempa itu tidak hanya dipicu oleh magnitudonya atau jarak dari pusat gempa tapi tanah setempat sangat menentukan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement