Advertisement

Muhibah Budaya: Buka Lembar Sejarah & Jalin Diplomasi Budaya Lintas Daerah

Media Digital
Rabu, 26 Juli 2023 - 05:37 WIB
Sunartono
Muhibah Budaya: Buka Lembar Sejarah & Jalin Diplomasi Budaya Lintas Daerah Muhibbah Mataraman Yogyakarta di Kota Madiun Jawa Timur. - Harian Jogja/Triyo Handoko.

Advertisement

JOGJA—Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY mengadakan Muhibah Budaya ke Tulungagung dan Madiun, Jawa Timur. Program ini bertujuan merawat tradisi budaya Mataram yang masih eksis di dua daerah itu. Kerja sama antara Pemda DIY dan dua daerah itu juga jadi tujuan program tersebut. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Triyo Handoko.

Handy talky (HT) warna hitam pekat itu selalu digenggam Muflikh Auditama Hanisputra sejak Senin siang (24/7) di Tulungagung, Jawa Timur. Tangan Muflikh sangat jarang melepas benda berbentuk kotak untuk komunikasi jaringan pendek tersebut hingga Selasa sore (25/7) di Madiun, Jawa Timur.

Advertisement

Muflikh adalah Pimpinan Produksi Muhibah Budaya dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia yang memimpin pementasan di program tahunan Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY ke Tulungagung dan Madiun. Lulusan ISI Jogja ini mengoordinasi lebih dari 100 abdi dalem Kraton yang turut dalam Muhibah Budaya ini.

BACA JUGA : Menyambung Budaya Mataram di Tulungagung

Sebanyak lebih dari 100 abdi dalem mementaskan dua lakon cerita. “Banyak yang ikut, lebih dari 100 orang, semuanya bagian kesenian tradisi Kraton Ngayogyakarta. Ada yang sinden, penari, kelompok karawitan, sampai tata rias ikut,” katanya.

Meskipun mengoordinasi ratusan orang dari berbagai seksi, Muflikh tampak tak lelah hingga Selasa sore. Raut wajahnya masih menunjukan kesegaran dan semangat. “Karena sudah saling mengenal jadi enak saja koordinasinya, tidak terlalu memakan energi,” ujarnya.

Dua tari yang dipentaskan di Tulungagung dan Madiun tersebut adalah Beksan Pethilan Anila - Prahasta dan Beksan Golek Jangkung Kuning. “Semuanya tari klasik yang diciptakan dari Kraton Ngayogyakarta,” ucapnya.

Beksan Pethilan Anila diambil dari Serat Ramayana yang menceritakan peperangan Patih Prahasta dari negeri Alengkadiraja melawan Raden Anila dari Pancawati. Adapun Beksan Golek Jangkung Kuning merupakan tari klasik ciptaan KRT Wiroguno pada 1931. Tari klasik ini menceritakan tingkah laku gadis remaja yang senang merawat tubuh dan bersolek.

Program Muhibah Budaya ini tak hanya mementaskan dua tari klasik. Program ini juga mengadakan workshop untuk meningkatkan kapasitas pegiat budaya di Madiun. Workshop tersebut meliputi Ngobrol Heritage, pelatihan cagar budaya, workshop tari, workshop macapat, dan workshop busana adat serta aksara Jawa.

Muflikh ikut dalam berbagai workshop tersebut. “Senang sekali dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman bersama sedulur-sedulur disini, jadi tambah kaya pengalaman dan pengetahuan juga karena prinsipnya setara dalam belajar,” ucapnya.

Strategi Kebudayaan

Tulungagung dan Madiun bukan kawasan asing bagi Kraton Ngayogyakarta. Dua daerah itu masuk dalam mancanegara Mataram Islam tempo dulu. Kepala Disbud DIY, Dian Lakhsmi Pratiwi, menjelaskan sejarah keterikatan dua daerah tersebut turut dibuktikan dengan masih eksisnya tradisi budaya Mataram.

Sejarah dua daerah tersebut, menurut Dian, menjadi potensi untuk menjalin kerja sama yang lebih intens. “Secara administratif memang sudah berbeda, tapi kerja sama, terutama sektor kebudayaan, tidak bisa dilepaskan,” katanya.

BACA JUGA : Disbud DIY Gelar Muhibah Budaya ke Trenggalek

Muhibah Budaya, jelas Dian, bertujuan untuk menjalin kerja sama antardaerah terutama yang memiliki sejarah bagian dari Mataram Islam. “Kami sebelumnya ke Trenggalek, Ponorogo, Wonosobo, Purworejo, Temanggung dan lainnya,” ujarnya, Senin (25/7).

Program Muhibah Budaya ke Madiun ini adalah lawatan kedua kalinya Disbud DIY ke daerah tersebut. “Dulu pertama program ini, daerah yang dikunjungi adalah Madiun, tetapi sudah lama sekali, ini kunjungan kedua,” katanya.

Ada perubahan dalam kunjungan kedua ini, seperti adanya workshop untuk peningkatan kapasitas pegiat budaya. “Pentas yang ditampilkan juga baru pertama ini dilakukan di Madiun,” katanya.

Dian menjelaskan tema tiap tahun Muhibah Budaya selalu sama, yaitu merajut hubungan antardaerah dalam sektor kebudayaan. “Kebudayaan Mataram ini masih terus eksis dilestarikan di berbagai daerah yang secara administratif berbeda, meskipun begitu kami juga mendorong agar terus dilestarikan,” ujarnya.

Kerja sama budaya, lanjut Dian, juga diharapkan membuka bentuk kerja sama lain dalam sektor lain pula. “Misalnya soal pendidikan, ekonomi, atau lainnya. Jadi budaya ini jadi medium diplomatik agar bisa saling bekerjasama antar daerah,” ucapnya.

Diplomasi antardaerah tak hanya terjalin antarpemerintah tapi juga komunitas dan masyarakat. “Jadi komunitas di daerah yang kami kunjungi dapat mengenal komunitas di Jogja lewat workshop itu, sehingga hubungan yang terjalin lebih kuat lagi,” ujarnya.

Dian berharap ke depan program ini dapat terus diselenggarakan dan makin berkembang. “Melalui inovasi dan upgrade program,” ucapnya.

Kelindan Sejarah

Sejarah Madiun dan Tulungagung, Jawa Timur punya pertalinan yang kuat dengan Jogja. Wakil  Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X yang turut hadir dalam Muhibah Budaya ini menceritakan tautan sejarah Madiun–Jogja berawal dari Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Madiun dan beberapa daerah di Jawa Timur, menjadi daerah mancanegara Ngayogyakarta Hadiningrat.

Selain itu ada tautan kekerabatan di antara keduanya, melalui pernikahan antara GKR Maduretno, putri Sri Sultan HB II dengan Raden Ronggo Prawirodirdjo III, Bupati Mancanegara Timur Ngayogyakarta, merangkap Bupati Madiun saat itu.

Paku Alam X mendukung program Muhibah Budaya ini agar selalu dijalankan tiap tahunnya. “Tujuan lainnya pengembangan seni-budaya masyarakat kedua daerah, sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Mataraman. Dengan visi dan harapan seperti itulah, saya menyambut baik dan mengapresiasi peristiwa hari ini,” katanya.

Jalinan kerja sama tersebut, lanjut Paku Alam X, bertujuan agar generasi mendatang mewarisi sejarah dan budaya yang sudah ada sebelumnya. “Juga menggugah kesadaran generasi, sebagai modal sosial berharga, untuk titik tolak pengembangan budaya masyarakat kedua daerah,” katanya.

Sementara itu, Penghageng Kawedanan Kridho Mardowo, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, antusias dengan Muhibah Budaya ini. “Kami saksikan tadi tari-tarian yang ditampilkan dari Tulungagung memiliki kemiripan dengan tari-tari di Jogja, termasuk gamelan yang mengiringinya,” katanya.

Kemiripan tersebut, bagi Kanjeng Noto, bukanlah hal kebetulan. “Dalam sejarah sudah jelas, begitu juga dalam corak seni tradisinya. Ini adalah potensi yang harus terus dikembangkan agar terjalin hubungan kerja sama yang kuat,” ujarnya.

Meskipun banyak kemiripan, Kanjeng Noto tak memungkiri terdapat perbedaan. “Perbedaan yang ada tersebut juga bagian dari kekayaan bersama yang juga harus dirawat sebagai hasil akulturasi yang panjang,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Sambangi Bareskrim Polri untuk Tuntut Keadilan

News
| Rabu, 27 September 2023, 19:07 WIB

Advertisement

alt

Tiket Gratis Masuk Ancol, Berlaku Bagi Pengunjung Tak Bawa Kendaraan Bermotor

Wisata
| Selasa, 26 September 2023, 05:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement