Melirik Kampung Giriloyo, Pusat Masyarakat Mataram Membuat Batik
Advertisement
BANTUL—Kebutuhan pakaian dari Sultan hingga abdi dalem membuat kawasan Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, menjadi pusat produksi batik di Bumi Mataram. Segala corak dan motif batik menjadi cerminan sejarah dan doa bagi pemakainya.
Awal mula berkembangnya Giriloyo menjadi tempat yang memproduksi batik tidak lepas dari lokasinya yang berada di sekitar pusat Kerajaan Mataram Islam, yang kala itu berada di Pleret. Kita berbicara tentang masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang memerintah dari 1613 sampai 1645. Muncul dan berkembangnya peradaban membawa pengaruh pada kebutuhan dasar, termasuk pakaian.
Advertisement
Menurut Penewu Imogiri, Slamet Santosa, masyarakat Kerajaan Mataram Islam membutuhkan busana, termasuk untuk Raja, sentono atau keluarga raja, kawulo, dan masyarakat umum. Kala itu, sudah banyak masyarakat yang menggunakan batik, sebagai identitas masyarakat Jawa.
BACA JUGA: Transaksi Janggal Rp349 Triliun, Mahfud MD: Pemerintah Sudah Bentuk Satgas
Kebutuhan pakaian memunculkan para abdi dalem yang membuat batik di Giriloyo. Hubungan maupun interaksi antara anggota kerajaan semakin intens, lantaran makam para Raja berada tepat di sebelah Giriloyo. Interaksi yang sedikit banyak mempengaruhi perkembangan produksi batik di daerah tersebut.
Meski sama-sama batik, namun ada perbedaan motif untuk Raja dan lainnya. “Ada perbedaan, mana batik yang hanya boleh dikenakan oleh Raja, mana yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga raja, punggowo, sampai kawulo,” kata Slamet.
Batik parang barong misalnya, itu merupakan motif yang hanya boleh dikenakan oleh Raja. Bagi yang mengetahui ‘peraturan’ ini, mereka tidak boleh atau tidak berani memakai motif parang barong. Aturan penggunaan batik tersebut masih berlaku sampai hari ini. Ada pula batik yang khusus untuk keluarga Raja dan lapisan masyarakat lainnya.
Untuk masyarakat umum, ada banyak motif batik yang bisa dikenakan seperti wahyu tumurun, sidomukti, sidoasih, dan lainnya. Setiap motif batik memiliki filosofis dan makna tersendiri. Motif batik wahyu tumurun bermakna turunnya anugerah dari yang maha kuasa. Sehingga pemakainya berharap bisa mendapat rahmat dan anugerah dari yang maha kuasa.
“Batik motif ini biasanya digunakan pada tujuh bulanan kehamilan, harapannya janin bisa mendapat anugerah, bisa nanti [dalam bentuk anugerah] derajat, pangkat, sampai kewibawaan,” katanya.
Motif batik sidomukti, secara bahasa berasal dari kata sido (jadi) dan mukti (mulia). Orang yang memakai batik motif tersebut diharapkan menjadi orang yang mulia. Sementara untuk sidoasih, berasal dari kata sido (jadi) dan asih (tresno). Harapannya, orang yang menggunakan akan mendapatkan rahmad berupa kasih sayang dari sesama manusia.
“Jenis batik sidoasih biasanya untuk acara pernikahan,” kata Slamet.
Berbagai jenis batik ini yang sampai hari ini masih dilestarikan oleh masyarakat Giriloyo dan sekitarnya. Setidaknya ada 15 kelompok pembatik, dengan lebih dari 500 orang pembatik yang tersebar di Giriloyo dan sekitarnya.
Meski perkembangan zaman memunculkan batik printing, pembatik di Giriloyo tetap masih meneruskan metode batik tulis. Dari sisi motif, masih banyak yang mewarisi bentuk klasik dan kontemporer. Namun juga tidak gagap perkembangan zaman dengan memodifikasi dan mengombinasikan dengan motif baru.
Untuk menjadi ruang belajar, Kampung Batik Giriloyo menyediakan Gazebo Batik Giriloyo. “Masyarakat maupun wisatawan bisa belajar membuat batik dari proses awal sampai siap dikenakan,” katanya. (BC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pilkada Jakarta 2024: Hingga Batas Akhir, Tak Ada Gugatan dari Paslon RK-Suswono dan Dharma-Kun di MK
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Waspada! Ancaman Banjir Lahar Hujan Merapi Mengintai Saat Musim Hujan
- Rekrutmen PPPK di Kabupaten Sleman Dimulai, Tes Hanya Berlaku Sekali, Simak Tahapannya
- Lahan Pertanian di Bantul Diserang Monyet Ekor Panjang, DKPP: Belum Ada Solusinya
- Eko Suwanto, Ajak Masyarakat Bangun Kota Yogyakarta Bersama-Sama
- Empat Warga Bantul Meninggal Karena DBD, Dinkes Minta Warga Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Advertisement
Advertisement