Advertisement
Soal Kenaikan Upah 2024, Disnakertrans DIY: Tunggu Regulasi Pusat

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA‰Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY mengaku belum bisa menyanggupi permintaan serikat buruh yang berharap perhitungan UMP dan UMK 2024 mendatang menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Buruh menilai jika perhitungan UMP dan UMK 2024 tidak berdasarkan KHL, pekerja di Jogja akan selamanya terjebak pada fenomena lebih besarnya pengeluaran daripada pendapatan yang berujung pada kemiskinan.
Advertisement
"Soal permintaan buruh itu, kita tentu menyesuaikan dengan yang di formula saja untuk skema perhitungannya," kata Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi, Kamis (2/11/2023).
Aria menjelaskan, sekarang upaya perhitungan upah untuk tahun depan belum bisa dilakukan lantaran belum keluarnya aturan pemerintah soal formula perhitungannya. Perumusan upah kata dia akan mengacu pada aturan yang dibuat pemerintah pusat.
"Belum ada, kita masih menunggu. Menunggu, masih menunggu. Coba mungkin di tunggu saja. Mungkin pekan depan sudah keluar," ujarnya.
BACA JUGA: Penetapan UMP 2024: MPBI DIY Usulkan UMK Menyesuaikan Survei KHL
Aria juga belum tahu apakah formula yang digunakan untuk menghitung kenaikan upah tahun depan masih sama atau tidak dengan tahun sebelumnya. "Kita masih menunggu regulasinya seperti apa. Bisa saja sama dengan tahun lalu bisa juga tidak, karena kita masih menunggu," katanya.
Menurutnya regulasi itu nanti akan berbentuk peraturan pemerintah yang di dalamnya memuat sejumlah formula dalam perhitungan dan perumusan upah untuk tahun 2024. "Regulasi itu kalau tidak salah bentuknya PP atau peraturan pemerintah, itu kita jadikan acuan formula dalam menghitung kenaikan upah 2024 mendatang," pungkasnya.
Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mengusulkan agar upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024 sesuai dengan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan jika usulan tidak dipenuhi maka DIY berpotensi menjadi provinsi paling miskin di Jawa dan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia.
Selain itu, buruh juga akan kembali mengalami defisit ekonomi, dan tidak bisa memenuhi standar hidup layak. Pendapatan buruh DIY juga tidak bisa mengimbangi kenaikan harga rumah, sehingga makin sulit bisa memiliki rumah.
"Buruh di DIY tidak mampu mengikuti harga rumah, sehingga mempunyai rumah sendiri menjadi semakin mirip fatamorgana. Daya beli buruh tidak akan meningkat secara signifikan, sehingga memperlambat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi," ucapnya, Selasa (31/10/2023).
Berdasarkan survei KHL DIY Oktober 2023 UMK di masing-masing kabupaten/kota yakni, Sleman Rp4,09 juta, Bantul Rp3,7 juta, Kulonprogo Rp3,59 juta, Gunungkidul Rp3,16 juta, Kota Jogja Rp4,13 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Presiden Prabowo Bertemu dengan Ketua MPR Ahmad Muzani, Tak Ada Pembahasan Soal Mundurnya Hasan Nasbi
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Jogja Berjuang Turunkan Angka Perokok Anak dan Remaja
- Harga Daging Ayam dan Cabai di Sleman Mulai Turun, Telur Masih Tinggi
- Sawah di Ngemplak Pakai Teknologi Gamahumat, Jumlah Bulir Padi Meningkat 62 Persen
- Pengadaan Mobil Dinas Bupati Sleman Masih Tunggu Kesiapan Penyedia
- Keberadaan Perbankan Untuk Dorong Perkembangan UMKM di Kota Jogja
Advertisement
Advertisement