Advertisement

Generasi Muda Harus Memahami Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim

Sunartono
Kamis, 23 November 2023 - 08:37 WIB
Sunartono
Generasi Muda Harus Memahami Penyebab dan Dampak Perubahan Iklim Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Muhammad Nurcholis memaparkan materi dalam seminar Lingkungan Hidup; Kolaborasi Swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklimdi Hotel Cavinton Jogja, Rabu (22/11/2023). - Istimewa.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Generasi muda harus memahami dampak persoalan lingkungan untuk mengatasi hal tersebut. Khususnya terkait perubahan iklim yang dampaknya sudah banyak dirasakan.

Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah Profesor Muhammad Nurcholis menegaskan Muhammadiyah memiliki komitmen kuat dalam merespons dan mengkaji masalah lingkungan, termasuk yang saat ini sedang ramai seperti perubahan iklim. Sebagai gerakan organisasi, Muhammadiyah telah membuat konsep dasar untuk memitigasi laju perubahan iklim agar bisa dikendalikan.

Advertisement

“Namanya iklim ini memberikan dampak pada kondisi kurang nyaman. Berikutnya masalah kesehatan, kemudian flora dan fauna dapat hidup berkembang biak dengan baik jika iklim sesuai. Tetapi ketika terjadi perubahan iklim sehingga harus disikapi, diwaspadai dan dimitigasi dampaknya,” katanya dalam seminar Lingkungan Hidup; Kolaborasi Swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklim di Hotel Cavinton Jogja, Rabu (22/11/2023).

BACA JUGA : Pembangunan di IKN Didesain Ramah Lingkungan

Nurcholis menuturkan generasi muda harus memahami secara praktis penyebab dari perubahan iklim. Terutama mulai melakukan hemat energi dan menggunakan energi non- fosil, seperti energi matahari, air, angin, geomassa bisa dikembangkan supaya tidak terlalu cepat dalam mengeksploitasi karbon di bumi. “Karena semakin banyak yang dipakai energi fosil maka makin banyak karbon yang dikeluarkan dari perut bumi, anak muda harus paham ini,” katanya.

Di era saat ini, anak muda harus digerakkan agar mampu berinovasi untuk mengendalikan perubahan iklim. Sehingga edukasi perlu dilakukan sedini mungkin agar mereka tidak hanya mengetahui, tetapi juga menjadi aktivis untuk menggerakkan perubahan dalam memitigasi perubahan iklim secara masif.

Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia Ratih Anggraeni menambahkan, pertanian dan produksi pangan bertangungjawab atas sepertiga dari emisi gas rumah kaca di bumi. Sehingga penyediaan produk pangan sehat berkelanjutan dipengaruhi perubahan iklim.

“Kami mendukung net zero emission pada 2050 namun di antaranya 2030 mencapai target pemenuhan jejak karbon dari operasional secara signifikan. Mulai dari penggunaan energi terbarukan, pengurangan energi fosil dan memastikan produk dihasilkan melalui sistem pertanian regeneratif. Komoditas yang dipakai tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi,” katanya.

Selain itu memastikan penggunaan kemasan mengandung material daur ulang karena jika tidak, maka akan berkontribusi emisi gas rumah kaca. Kemudian sistem logistik harus lebih efisien dan meminimalisasi sampah. Ia berharap sejumlah langkah pro lingkungan itu bisa diiringi iklim kondusif agar industri menjadi lebih mudah dalam memanfaatkan energi terbarukan. “Seperti memasang panel surya, saat ini membangun roadmap kesana. Bagaimana iklim kondusif bisa terus didorong,” katanya.

Pengamat Lingkungan UMY Mutia Hariati Hussin menilai masih ada kesenjangan antara kebijakan dengan penerapan di lapangan. Dari sisi kebijakan pengelolaan lingkungan sebenarnya sudah lengkap tetapi penerapannya belum maksimal. Hal itu terjadi karena belum ada kurikulum yang lebih komprehensif terkait lingkungan yang bisa diterapkan sejak dini sehingga generasi muda memiliki bekal terkait merespons persoalan lingkungan.

BACA JUGA : Kelola Sampah dengan Metode 3R, Loman Park Hotel Usung Konsep Penginapan Ramah Lingkungan

“Kami di UMY memiliki mata kuliah politik lingkungan global itu sejak tahun 2002, harapannya mata kuliah itu bisa diterapkan melalui alumninya, tetapi mungkin posisi alumni ini belum sampai pada taraf level pembuat kebijakan. Tetapi meski pun masih muda harus bisa menjadi penggerak pro lingkungan di tempat masing-masing,” katanya.

Ia tidak menampik bahwa kondisi lingkungan saat ini tergolong pada taraf kritis. Salah satu contoh konkret seperti di DIY yang terus didera persoalan sampah. “Kita di semua wilayah hampir ketinggalan jauh soal pengelolaan sampah hingga landfill kita sampai penuh, itu terjadi di banyak daerah. Konsep pemilahan sampah ini sebenarnya sudah sejak lama tetapi memang untuk merealisasikan tidak mudah butuh sinergi banyak pihak,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Hari Kedua Perundingan Gencatan Senjata, Perang Israel-Hamas Masih Buntu

News
| Minggu, 05 Mei 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement