Advertisement

Kebutuhan Difabel Berpotensi Tak Terakomodasi Saat Pemilu 2024

Lugas Subarkah
Kamis, 18 Januari 2024 - 17:27 WIB
Arief Junianto
Kebutuhan Difabel Berpotensi Tak Terakomodasi Saat Pemilu 2024 Sejumlah anggota organisasi difabel yang ikut kolektif survei dalam desiminasi survei Persepsi Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024 di Hotel Tara, Kamis (18/1/2024) - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemenuhan kebutuhan difabel dalam pemilu kali ini masih sangat kecil. Hasil survei menunjukkan, hanya 35% difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel. Sementara, 44,9% pemilih difabel terdata sebagai bukan difabel dan 19,4% tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih dalam Pemilu 2024.

Fakta ini ditemukan dalam survei yang diselenggarakan secara kolektif oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi YAKKUM dan Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi) dengan dukungan Program INKLUSI, Kemitraan Australia-Indonesia untuk Mewujudkan Masyarakat Inklusif.

Advertisement

Survei ini dilakukan secara daring dengan melibatkan sebanyak 479 responden disabilitas dari 31 provinsi dengan kurun waktu Desember 2023 hingga 2 Januari 2024. Survei ini dilakukan dengan metode snow balling.

Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan menjelaskan jika penyediaan aksesibilitas dan pemahaman KPPS terkait dengan layanan yang aksesibel dan pendampingan bagi difabel didasarkan pada data tersebut, kemungkinan besar tidak banyak petugas yang mengetahui keberadaan pemilih difabel.

“Artinya, proses pendataan pemilih bagi difabel belum mengakomodir. Petugas pendataan belum memahami bagaimana mengidentifikasi pemilih difabel,” ujarnya dalam diseminasi hasil survei Persepsi Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024 di Hotel Tara, Kamis (18/1/2024).

Temuan tersebut diamini anggota KPU RI, Muhammad Afifudin yang turut hadir sebagai penanggap di diseminasi survei. Dia menjelaskan pada 2014, dirinya sempat mengusulkan agar kategori difabel dicantumkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, menurutnya tantangan lainnya adalah masih banyak petugas yang belum memahami terkait dengan isu dan kebutuhan difabel dalam Pemilu. “Hanya masalahnya ada anggota petugas yang tidak menanyakan jenis disabilitas yang memilih, ada juga yang ketika tidak ditanya, dia juga tidak menginformasikan disabilitasnya,” lanjut Afifudin.

Afifudin mengatakan, KPU berupaya untuk memfasilitasi apa yang bisa dilakukan untuk memberikan hak difabel dalam Pemilu. Kebijakan ataupun aturan terkait dengan hak politik difabel dengan melibatkan aktivis dan non-government organization (NGO) dalam mendorong penyelenggaraan pemilu yang lebih ramah bagi difabel.

Di samping persoalan itu, Syarif mengungkapkan dari 479 responden survei ini, hanya 0,6% responden dari panti/balai rehabilitasi. Menurutnya hal ini merupakan fenomena yang meresahkan. Institusi-institusi tersebut masih menjadi ruang kecil yang belum memastikan akses informasi dan edukasi yang adil bagi difabel.

Dari survei yang sama juga ditemukan 22,8% responden menyatakan bahwa mereka terlibat dalam aktivitas kampanye dengan partai politik atau calon presiden, dimana motivasi terbesarnya adalah sosialisasi (41%) dan menyukai visi dan misi calon (32%).

“Sejalan dengan temuan ini, 45 persen responden ternyata telah terlibat memberikan masukan pada materi kampanye, dan di antara yang memberikan masukan tersebut, sebanyak 30 persen merasa masukannya diadopsi sebagai materi kampanye,” kata dia.

Temuan ini menunjukkan bahwa difabel sebenarnya sangat potensial untuk aktif dalam partai politik dan menjadi bagian dari pelaku politik praktis. Sayangnya, ini masih berbanding terbalik dengan fakta temuan lain bahwa hanya 9% responden yang dijangkau oleh partai politik dalam kegiatan sosialisasi maupun edukasi.

Hadir sebagai penanggap, perwakilan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nur Syamsi menuturkan temuan-temuan survei merupakan terobosan dalam mengonfirmasi data-data yang selama ini menjadi rujukan untuk mendukung kebijakan terkait Pemilu yang lebih baik.

Salah satu yang disorot terkait dengan keteraksesan informasi yang ternyata banyak dikeluhkan oleh pemilih difabel. Hal tersebut menjadi catatan bagi partai politik agar bisa menyediakan materi kampanye yang inklusif dan bisa diakses oleh pemilih difabel.

“Isu Pemilu ini perkembangannya cukup signifikan dalam tujuh tahun terakhir. Menurut saya, tantangan di lapangan adalah bagaimana menurunkan pemahaman disabilitas bukan hanya norma prosedur, tapi dari ucapan, kebijakan, pilihan komunikasi yg dipilih para penyelenggara pemilu,” katanya.

BACA JUGA: Warga Difabel di Sekitar Gunung Marapi Dievakuasi ke Tempat Aman

Direktur SIGAB Indonesia, M. Joni Yulianto, sekaligus mewakili aksi kolektif survei ini menjelaskan survei tersebut bukan hanya tentang angka, tapi juga membawa fakta-fakta mengenai situasi pemilih difabel dalam Pemilu 2024. Menurutnya, meski isu hak politik bagi difabel menjadi menjadi semakin menguat, tetapi permasalahan yang muncul masih jauh lebih banyak.

“Jadi, kalau kita dalam survei ini membingkai bagaimana kesiapan difabel, mestinya dibalik, bagaimana Negara memastikan hak pilih difabel,” katanya.

Selain itu, Joni berharap, hasil temuan survei menjadi perhatian bersama, terutama pihak terkait seperti penyelenggara Pemilu. Temuan-temuan survei menjadi keprihatinan yang perlu dijawab dalam beberapa hari kedepan mendekati Pelaksanaan pada 14 Februari 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pilpres 2024 Usai, Anis Ajak Masyarakat Aceh Lanjutkan Perjuangan Perubahan

News
| Jum'at, 03 Mei 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Jadwal Agenda Wisata Jogja Sepanjang Bulan Mei 2024, Ada Pameran Buku Hingga Event Lari

Wisata
| Rabu, 01 Mei 2024, 17:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement