Advertisement

Gelar Aksi Massa Di Simpang Tiga Gejayan, Ribuan Demonstran Sampaikan 11 Poin Tuntutan

Catur Dwi Janati
Senin, 12 Februari 2024 - 19:57 WIB
Mediani Dyah Natalia
Gelar Aksi Massa Di Simpang Tiga Gejayan, Ribuan Demonstran Sampaikan 11 Poin Tuntutan Suasana demontrasi Jaringan Gugat Demokrasi di Simpang Tiga Gejayan, Caturtunggal, Depok, Sleman pada Senin (12/2/2024). - Harian Jogja // Catur Dwi Janati

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Ribuan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Jaringan Gugat Demokrasi (Jagad) menggelar demo di simpang tiga Gejayan. Para demonstran menuntut 11 poin dalam aksi ini, di antaranya menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti dan menghentikan politisasi bansos.

Aksi dimulai di kawasan Bunderan UGM. Di situ aksi massa melakukan simbolis pembunyian tujuh kentongan dan pemecahan tujuh kendi. Humas Jaringan Gugat Demokrasi, Sana Ulaili menjelaskan tujuh kepentingan yang dibunyikan di awal aksi bermakna sebagai angka tujuh atau pitu yang merujuk pada pitulungan atau pertolongan.

Advertisement

"Hari ini kita berkumpul untuk meminta pertolongan kepada semesta dan kepada semua orang yang masih peduli pada demokrasi hari ini," kata Sana pada Senin (12/2/2024) di Simpang Tiga Gejayan, Caturtunggal, Depok, Sleman.

Sementara tujuh kendi yang dipecahkan merupakan simbol tujuh dosa Jokowi. Pemecahan gentong tadi diharapkan membuat dosa-dosa itu enyah dan hancur.

"Kami berharap tujuh ketamakan Jokowi beserta rezim-rezimnya itu harus betul-betul dienyahkan, dihancurkan dari muka bumi ini," ungkapnya.

Massa selanjutnya melakukan longmarch dari Bunderan UGM ke Simpang Tiga Gejayan sebagai pusat aksi. Di situ massa membentangkan tiga spanduk besar. Selain itu para perwakilan demonstran juga menyampaikan sejumlah aspirasinya ikhwal situasi demokrasi terkini.

Baca Juga

Amankan Gejayan Memanggil, Polres Sleman Terjunkan 300 Personelnya

Jaringan Aktivis 98 Jogja Tolak Aksi #GejayanMemanggil Jilid II

Aksi Gejayan Memanggil Menolak Omnibus Law Direspons Istana

Aksi ini merupakan respons demokrasi saat ini yang disebut lahir dari kelancungan rezim yang mengebiri sistem demokrasi. Jagad merepresentasikan tekad para demonstran untuk menjadi saksi ketidak puasan atas pengebirian sistem demokrasi hari ini, juga memberontak atas rezim penguasa dan kroni-kroninya.

"Jokowi menutup kekuasaannya dengan menggunakan segala macam entitas kekuasaan seperti mahkamah kemudian melibatkan kroni-kroninya untuk kemudian mengeluarkan regulasi-regulasi yang betul-betul mencederai demokrasi," ungkapnya.

Jokowi lanjut Sana dinilai tidak hanya menguasai sumber daya alam dalam dua periode terakhir, tetapi juga menguasai seluruh nalar kritis elemen negara. Bahkan lembaga-lembaga keagamaan menurut Sana tidak ada yang bersuara secara kritis untuk menyikapi situasi hari ini.

Dalam aksi ini, demonstran Jaringan Gugat Demokrasi menyatakan 11 poin tuntutan. Tuntutan tersebut di antaranya yakni merevisi UU Pemilu dan partai Pembobolan badan independen. Lalu mengadili Jokowi dan kroni-kroninya. Menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti. Menghentikan politisasi bansos. Mencabut UU Cipta Kerja dan Minerba. Menghentikan kepada militer dan menuntaskan pelanggaran HAM serta memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri. Menghentikan perampasan tanah. Menghentikan kriminalisasi aktivis lingkungan. Menjalankan pengadilan HAM. Melaksanakan pendidikan gratis dan mengesahkan UU PPRT.

"Maka kami menuntut satu, bahwa Jokowi karena telah terbukti melakukan pelanggaran konstitusi dan telah merusak etika demokrasi, dia harus dihukum, Jokowi harus turun, Jokowi harus kita kawal ketat tidak hanya pada 14 Februari tetapi seluruh elemen gerakan masyarakat sipil harus memastikan dia turun sebelum masa jabatannya," lanjutnya.

Di sisi lain, secara tegas Sana menyatakan aksi massa ini bukan lah kampanye untuk mendukung calon tertentu. Melainkan murni untuk menghentikan tirani rezim yang sedang berkuasa.

"Kami tidak sedang berkampanye 04. Kami tidak sedang bertambahnya 05, tetapi kita sedang mengkampanyekan saatnya kita kritis, saatnya kita turun jalan untuk menghentikan tirani Jokowi," tandasnya.

Perwakilan BEM KM UMY, Siti Mauliyani menambahkan nima gerakan hari ini berangkat dari keresahan serta kemarahan beragam elemen terhadap berbagai macam bentuk pelanggaran serta penjatuhan marwah hukum.

"Kepentingan-kepentingan yang kemudian dibawa para elit politik hari ini bisa dikatakan sebagai para elit politik yang tuna etika dan tidak pernah memikirkan bagaimana kondisi masyarakat hari ini," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Siti juga menilai jika demokrasi kini tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurutnya, demokrasi malah digunakan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan elit politik.

"Demokrasi hari ini tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tapi dijadikan sebagai alat atau jembatan untuk melanggangkan kekuasaan para elit politik," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Tetangga Sebut Polisi yang Ditemukan Tewas dengan Luka Tembak Adalah Orang baik dan Suka Bergaul

News
| Sabtu, 27 April 2024, 14:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement