Advertisement

Sepak Terjang Mbah Benu Pemimpin Jemaah Aolia Gunungkidul yang Memiliki Banyak Pengikut, Awalnya Dikira Kristen

Ujang Hasanudin
Selasa, 09 April 2024 - 00:17 WIB
Ujang Hasanudin
Sepak Terjang Mbah Benu Pemimpin Jemaah Aolia Gunungkidul yang Memiliki Banyak Pengikut, Awalnya Dikira Kristen Imam Jemaah Aolia bernama KH. Ibnu Hajar Pranolo atau akrab disapa Mbah Benu. - Harian Jogja - Andreas Yuda Pramono.

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—KH Ibnu Hajar Shaleh Pranolo atau dikenal dengan nama Mbah Benu awalnya dikira menganut agama Kristen saat awal masuk ke Gunungkidul pada tahun 1970-an. Kini ia merupakan tokoh penting dalam penyebaran agama islam di selatan Gunungkidul.

Sepak terjang pemimpin jemaah Aolia Gunungkidul itu ditulis dalam tesis berjudul Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017) yang ditulis Mohammad Ulyan, mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto.

Advertisement

Kepada penulis tesis, Mbah Benu menuturkan bahwa pada era 1970an mayoritas dokter terutama yang bertugas di Kabupaten Gunungkidul merupakan penganut agama Kristen. Sehingga siapapun  yang mau mencari kerja lewat jalur agama tersebut bisa masuk.

Ketika  itu pejabat Dinas Kesehatan di Gunungkidul merupakan kenalan Mbah Benu. Karena mengetahui calon istri Mbah Benu beragama Katholik, maka dengan senang hati dokter tersebut mengizinkan untuk  bertugas di Gunungkidul, malah disuruh memilih tempat tugas sesuai  keinginannya.

BACA JUGA: Profil Lengkap Mbah Benu Imam Jemaah Aolia Gunungkidul, Pernah Ditulis di Tesis

“Mbah Benu dan calon istrinya memilih  daerah Panggang dengan pertimbangan paling dekat dengan pusat kota  DIY. Masyarakat Panggang mengira bahwa KH. Ibnu Hajar pasti  beragama Katholik,” tulis Mohammad Ulyan dalam tesis dari hasil wawancara dengan Mbah Benu Oktober 2017 lalu.

Mbah Benu bernama lengkap Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo, lahir pada 28 Desember 1942 di Pekalongan dan besar di Purworejo. Dia belajar Islam langsung dari ayahnya, Kiai Sholeh bin KH Abdul Ghani bin Kiai Yunus. Kiai Sholeh mengenyam pendidikan di berbagai pesantren besar di Jawa seperti Krapyak, Termas, Lirboyo. Dia juga salah satu murid Mbah Kholil Bangkalan, Madura.

BACA JUGA: Sejarah Berdirinya Masjid Aolia Gunungkidul, Mbah Benu Gunakan Pendekatan Budaya ke Masyarakat

Mbah Benu pernah kuliah di Fakultas Kedokteran UGM tetapi keluar pada semester akhir karena tidak ingin menikmati uang dari orang sakit, menderita, atau meninggal dunia. Dia datang ke Gunungkidul untuk mengikuti istrinya yang menjadi bidan di Panggang.

Namun demikian ilmu kedokteran sudah dikuasainya, seperti  suntik, diagnosa, terapi, sampai operasi kecil-kecilan itu bisa dan sudah  dipraktikkan walaupun secara diam-diam untuk menolong orang.

BACA JUGA: Mbah Benu Pendiri Masjid Aolia Sebut Kanjeng Ratu Kidul Jumlahnya Sembilan, Semua Jadi Jemaahnya

Mbah Benu dan istrinya menetap di Kalurahan Giriharjo, mulai 27 Juli 1972, dan sejak itu menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Gunungkidul. Dalam menyebarkan Islam Mbah Benu menggunakan pendekatan budaya kepada warga setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PKB dan PPP Kerja Sama Hadapi Pilkada Serentak 2024

News
| Selasa, 30 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement