Advertisement
Sepak Terjang Mbah Benu Pemimpin Jemaah Aolia Gunungkidul yang Memiliki Banyak Pengikut, Awalnya Dikira Kristen

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—KH Ibnu Hajar Shaleh Pranolo atau dikenal dengan nama Mbah Benu awalnya dikira menganut agama Kristen saat awal masuk ke Gunungkidul pada tahun 1970-an. Kini ia merupakan tokoh penting dalam penyebaran agama islam di selatan Gunungkidul.
Sepak terjang pemimpin jemaah Aolia Gunungkidul itu ditulis dalam tesis berjudul Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017) yang ditulis Mohammad Ulyan, mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto.
Advertisement
Kepada penulis tesis, Mbah Benu menuturkan bahwa pada era 1970an mayoritas dokter terutama yang bertugas di Kabupaten Gunungkidul merupakan penganut agama Kristen. Sehingga siapapun yang mau mencari kerja lewat jalur agama tersebut bisa masuk.
Ketika itu pejabat Dinas Kesehatan di Gunungkidul merupakan kenalan Mbah Benu. Karena mengetahui calon istri Mbah Benu beragama Katholik, maka dengan senang hati dokter tersebut mengizinkan untuk bertugas di Gunungkidul, malah disuruh memilih tempat tugas sesuai keinginannya.
BACA JUGA: Profil Lengkap Mbah Benu Imam Jemaah Aolia Gunungkidul, Pernah Ditulis di Tesis
“Mbah Benu dan calon istrinya memilih daerah Panggang dengan pertimbangan paling dekat dengan pusat kota DIY. Masyarakat Panggang mengira bahwa KH. Ibnu Hajar pasti beragama Katholik,” tulis Mohammad Ulyan dalam tesis dari hasil wawancara dengan Mbah Benu Oktober 2017 lalu.
Mbah Benu bernama lengkap Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo, lahir pada 28 Desember 1942 di Pekalongan dan besar di Purworejo. Dia belajar Islam langsung dari ayahnya, Kiai Sholeh bin KH Abdul Ghani bin Kiai Yunus. Kiai Sholeh mengenyam pendidikan di berbagai pesantren besar di Jawa seperti Krapyak, Termas, Lirboyo. Dia juga salah satu murid Mbah Kholil Bangkalan, Madura.
Mbah Benu pernah kuliah di Fakultas Kedokteran UGM tetapi keluar pada semester akhir karena tidak ingin menikmati uang dari orang sakit, menderita, atau meninggal dunia. Dia datang ke Gunungkidul untuk mengikuti istrinya yang menjadi bidan di Panggang.
Namun demikian ilmu kedokteran sudah dikuasainya, seperti suntik, diagnosa, terapi, sampai operasi kecil-kecilan itu bisa dan sudah dipraktikkan walaupun secara diam-diam untuk menolong orang.
Mbah Benu dan istrinya menetap di Kalurahan Giriharjo, mulai 27 Juli 1972, dan sejak itu menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Gunungkidul. Dalam menyebarkan Islam Mbah Benu menggunakan pendekatan budaya kepada warga setempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Antisipasi Pengamen Liar di Malioboro, Ini Langkah Satpol PP Jogja
- Pergerakan Pelancong di Bantul pada Hari H LebaranTak Seramai Tahun Lalu
- Diduga Mengantuk, Pengemudi Mobil Tabrak Warga Gunungkidul dan Bengkulu Hingga Meninggal
- Gembira Loka Zoo Hadirkan Zona Cakar di Masa Libur Lebaran
- Libur Lebaran Hari Kedua, Malioboro Mulai Dipadati Wisatawan
Advertisement
Advertisement