Advertisement

Promo Tujuh Belasan

SARASEHAN SENI BUDAYA TBY: Menelisik Asal Muasal Musik sampai Bahasa sejak Janin

Media Digital
Senin, 15 Juli 2024 - 21:27 WIB
Arief Junianto
SARASEHAN SENI BUDAYA TBY: Menelisik Asal Muasal Musik sampai Bahasa sejak Janin Richard Parncutt (kanan) berbicara di acara sarasehan The Fetus/Instan and the Origin of Music, Religion, Art, Language, and Consciousness di TBY, Jogja, Senin (15/7/2024). - Sirojul Khafid

Advertisement

JOGJA—Asal muasal budaya, bahasa, seni, sampai musik bisa bermula sejak manusia masih menjadi janin. Setelah manusia lahir, dia akan mengikuti dan mencari keamanan serta ritme yang ada di dalam rahim.

Hal ini disampaikan oleh Profesor of Systematic Musicology University of Graz Austria, Richard Parncutt dalam Sarasehan Seni Budaya Musik dengan topik The Fetus/Instan and the Origin of Music, Religion, Art, Language, and Consciousness di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Senin (15/7/2024).

Advertisement

Saat masih menjadi janin, manusia sudah biasa merasakan kondisi di dalam serta di luar kandungan. Kondisi di dalam semisal berada dalam air ketuban. Janin juga bisa merasakan apa yang dilakukan sang ibu di luar, semisal berjalan lambat atau cepat, bergerak, takut, dan sebagainya.

Keadaan seperti ini yang bisa juga disebut prenatal schema theory yang pada saatnya bisa menciptakan kebudayaan seperti musik, seni, sampai bahasa.

Teori ini setidaknya ingin menjelaskan asal-muasal kebudayaan yang sudah ada sejak jutaan tahun lalu.

Namun, lantaran minimnya literatur masa itu serta minimnya bukti, maka manusia dituntut lebih kreatif untuk memprediksinya. “Yang membedakan manusia dengan hewan adalah kesadaran, bahasa, musik, dan sebagainya. Tetapi bagaimana semua itu bermula? Apakah penting bahasa, musik, dan sebagainya dalam upaya manusia mempertahankan hidup? Toh, nyatanya tanpa itu semua, manusia juga bisa bertahan,” kata Parncutt di Ruang Seminar TBY, Jogja, Senin.

Perilaku manusia dalam menciptakan produk budaya, atau kesadaran tertentu, bisa berasal dari kondisi sejak masih menjadi janin. Misalnya manusia sejuta tahun lalu banyak menggunakan gua sebagai tempat berlindung.

Gua hampir mirip dengan rahim, yang memberikan rasa aman. Bahkan dalam konteks suara, gua dan janin bisa samasama menciptakan unsur gema. Teori ini juga bisa dalam menggambarkan kemunculan keimanan yang nantinya bernama agama.

Manusia merasakan sesuatu yang lebih kuat berada di luar jangkauannya. Sesuatu yang menciptakan rasa aman. “Kita tidak tahu wujudnya, tetapi merasakan ada perasaan [menjaga] dari luar sana. Konsep ini sama dengan skema janin, saat dia bisa merasakan sesuatu yang berada di luar rahim, namun tidak tahu wujudnya,” katanya. Musik juga sama. Nada musik merupakan pengulangan nada dengan rumus tertentu. Di rahim, janin juga sudah terbiasa mendengar detak jantung ibu yang ritmenya mengulang.

Dari sisi bahasa, sejak dari janin, bayi akan memberikan tanda atau simbol yang akan tersalurkan pada ibunya. Konsep ini berkembang sesuai pertumbuhan bayi. Teori prenatal skema ini bisa untuk menjelaskan banyak hal. Meski pada dasarnya masih banyak yang belum manusia ketahui tentang alam janin.

“Namun, bisa jadi tebakan saya kemungkinan besar tepat. Dan mungkin saja teori yang lain juga benar,” kata Parncutt.

Salah satu peserta sarasehan, Haris, mengatakan teori yang dia dapatkan tergolong baru. Konsep itu menurutnya, cukup menarik, terlebih saat disandingkan dengan fenomena di Indonesia.

“Di Indonesia terdiri dari banyak suku dan tradisi dan semua sangat beragam. Bagaimana kaitan ini dengan masa-masa saat masyarakat masih menjadi janin?” kata mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja ini.

“Bisa jadi dengan teori ini, kita bisa mengembangkan dan memaksimalkan potensi masyarakat Indonesia,” katanya.

Selain mahasiswa, peserta sarasehan juga berasal dari kalangan musisi, edukator, seniman, dan masyarakat umum.

Kepala TBY, Purwiyati, mengatakan TBY tidak hanya menjadi ruang pertunjukan, namun juga memberikan ruang untuk pameran sampai edukasi.

Bentuk dan materi edukasi bisa beragam, mulai dari seni modern sampai tradisional. Temanya juga beragam, dari teater, musik, sampai dagelan. “Kebetulan Profesor Richard Parncutt sedang berkunjung ke Indonesia dan ada kesempatan untuk berbagi ilmunya, sehingga kami beri ruang khusus. Semoga ada manfaat untuk peserta yang terbuka untuk umum dan gratis ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Unjuk Rasa Tolak RUU Pilkada, Ketika Tentara dan Demonstran Berbagi Rokok di Depan Gedung DPR

News
| Kamis, 22 Agustus 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Keanekaragaman Hayati Geopark Meratus Kalimantan Selatan

Wisata
| Kamis, 22 Agustus 2024, 12:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement