Advertisement
Harga Bawang Merah Anjlok, Petani Bantul Terbantu Sistem Elektrifikasi
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Elektrifikasi pengairan pertanian dinilai oleh sejumlah petani bawang merah di lahan pasir sangat membantu.
Utamanya, saat harga jatuh pada musim panen bawang merah pada pertengahan Juli 2024, para petani tersebut tidak banyak merasakan kerugian, karena penerapan elektrifikasi pengairan.
Advertisement
Salah satu petani bawang merah di lahan pasir di Kalurahan Srigading, Kapanewon Sanden, Bantul, Sancoko mengatakan, saat ini harga bawang merah di tingkat petani mencapai Rp12.000 per kilogram. Sedangkan untuk bawang merah yang medium mencapai Rp13.000 per kilogram.
Rendahnya harga bawang merah di tingkat petani, kata Sancoko, tidak lepas dari bersamaannya panen bawang merah di sejumlah daerah. Selain di Bantul, pada Juli-Agustus 2024 ini, sejumlah sentra produksi bawang merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga tengah melakukan panen.
"Beruntung, kami telah menerapkan elektrifikasi pertanian. Sehingga dengan harga bawang merah Rp10.000 sampai Rp12.000 perkilogram saar panen seperti ini, kami tidak mengalami kerugian. Karena ongkos produksi, utamanya untuk irigasi bisa ditekan dengan penerapan elektrifikasi pertanian," kata Sancoko, Sabtu (20/7/2024).
Menurutnya, saat ini sudah cukup banyak petani bawang merah, utamanya di lahan pasir yang menerapkan elektrifikasi pertanian. Selain di kawasan pesisir selatan Bantul, ada beberapa petani bawang merah di lahan sawah yang telah menerapkan elektrifikasi pertanian.
BACA JUGA: Ribuan Penerbangan di Seluruh Dunia Dibatalkan Akibat Gangguan Teknologi Informasi
"Ya, kalau pakai pompa, tentu biaya untuk beli BBM-nya cukup banyak. Dengan harga bawang merah yang saat ini ada, jelas rugi," ucap Sancoko.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul Joko Waluyo mengungkapkan jika harga bawang merah di tingkat petani saat ini memang tidak stabil. Saat musim panen bawang merah seperti ini, harganya berkisar Rp10.000 sampai Rp12.000 per kilogram.
"Harga itu kalau dihitung-hitung baru bisa memenuhi biaya produksi atau break even point (BEP). Di bawah harga tersebut, tentu membuat para petani mengalami kerugian, apalagi mereka yang masih belum menggunakan elektrifikasi pertanian,” kata Joko.
Menurut Joko, pada 2024, pihaknya telah mendapatkan CSR dari PLN untuk 800 titik senilai Rp2 miliar untuk pengairan pertanian menggunakan sistem elektrifikasi. Oleh Joko, CSR tersebut difokuskan untuk memenuhi kebutuhan akan pengairan pertanian menggunakan sistem elektrifikasi di lahan pasir.
"Sementara untuk yang lainnya, kami masih mencoba carikan melalui CSR dari perusahaan atau pun pihak lainnya. Kami berharap elektrifikasi ini bisa diterapkan di semua lahan pertanian karena terbukti bisa menekan ongkos produksi," kata Joko.
Panewu Imogiri, Slamet Santosa menyatakan saat ini belum semua wilayahnya menggunakan sistem pengairan pertanian menggunakan sistem elektrifikasi.
Baru ada beberapa daerah seperti Srunggo, Selopamioro, seluas 15 hektare; Wunut, Sriharjo sekitar 15 hektare dan Nawungan, Selopamioro sekitar 50 hektare yang menggunakan elektrifikasi pertanian. Ia berharap akan banyak lahan pertanian di Imogiri yang akan menggunakan menggunakan sistem elektrifikasi.
"Dengan elektrifikasi pertanian nantinya pasokan air stabil dan mampu meningkatkan produktivitas mereka,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Warisan Budaya Kabupaten Blora Jadi Kekayaan Intelektual Komunal, Ini Daftarnya
- Angkat Seni dan Budaya, Festival Candi Kembar Klaten Dimeriahkan Kirab Gunungan
- Diduga Korsleting, Mobil Sarat Penumpang Hangus Terbakar di Tol Boyolali
- Seru Banget! Bupati Blora Arief Rohman Menari Tayub Bareng 3.000 Penari
Berita Pilihan
Advertisement
Harga Avtur di Indonesia Tertinggi se Asean, Bos AirAsia: 28 Persen Lebih Mahal dari Malaysia
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Peringatan Gempa Megatrust Tidak Berdampak ke Bantul
- Keluyuran Bawa Pistol Mainan, Tiga Remaja Asal Sleman Ditangkap di Bantul
- Polres Bantul Ajak Warga Berantas Peredaran dan Penyalahgunaan Narkoba
- Sleman Belum Punya Warisan Budaya di Bidang Kuliner
- Buka Acara Puncak Lomba Batik Sawit Nasional 2024, PJ Wali Kota Yogyakarta: Batik Sawit Luar Biasa dan Siap Mendunia
Advertisement
Advertisement