Advertisement

Promo November

Kriminalisasi Advokat LBH Yogyakarta: Kuasa Hukum IM Sebut Tersangka Tak Bisa Pakai Hak Imunitas

Catur Dwi Janati
Jum'at, 26 Juli 2024 - 16:57 WIB
Arief Junianto
Kriminalisasi Advokat LBH Yogyakarta: Kuasa Hukum IM Sebut Tersangka Tak Bisa Pakai Hak Imunitas Ilustrasi korban kekerasan seksual. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Pemberitaan soal penetapan advokat LBH Yogyakarta yang mendampingi korban dalam dugaan kasus kekerasan seksual di salah satu kampus swasta, Meila Nurul Fajriah sebagai tersangka atas dugaan pencemaran nama baik kian santer dibicarakan. Kuasa hukum IM sebagai pelapor angkat suara atas pelaporan tersebut. 

Kuasa Hukum IM, Abdul Hamid menjelaskan dasar pelaporan ini yakni kliennya yang merasa nama baiknya dicemarkan lewat pernyataan Meila dalam konferensi pers yang dilakukan Meila pada 2020 lalu.

Advertisement

Dalam konferensi pers tersebut, nama kliennya disebut secara gamblang sebagai predator kejahatan seksual. Bahkan nama kliennya, lanjut Hamid, disebut secara terang dan bukan menggunakan inisial. 

"Pada saat itu Meila dengan terang, jelas, videonya masih ada di Youtube, dia menyatakan bahwa menyebut nama [terang] IM adalah pelaku predator kejahatan seksual dan menyatakan bahwa korbannya ada lebih dari 30 penyintas," kata Hamid pada Jumat (26/7/2024)

Padahal menurut Hamid, Meila telah menuduh kliennya tanpa ada laporan kepolisian dan bahkan menyebut nama terang kliennya. "Dia sudah menuduh tanpa ada laporan polisi, apalagi menyebut nama, bukan inisial itu saja sudah jelas tidak dibolehkan," lanjut Hamid. 

Hamid juga menyinggung posisi Meila dalam dugaan kasus kekerasan seksual tersebut. Menurut Hamid hingga saat ini Meila tak mengantongi surat kuasa dari korban. 

Tanpa surat kuasa ini lanjut Hamid, Meila tak memiliki hak imunitas. "Kalau hak imunitas silakan menggunakan surat kuasa. Kalau punya surat kuasa sudah enggak bisa dipidana karena menjalankan tugas," tandasnya. 

Di sisi lain dari segi lini masanya, ada ketidaksinkronan waktu kejadian yang dituduhkan kepada kliennya. Padahal pada waktu itu kliennya berada di Australia dan bukan berada di Indonesia. 

"Pada saat itu IM masih ada di Melbourne, yang menjadi masalah pada waktu itu antara locus delicti sama tempus delicti. Artinya kapan kejadiannya, di mana kejadiannya," jelasnya. 

"Dia menyebut bulan tahun itu sudah tidak sinkron," imbuhnya. 

Sementara IM kala itu dituntut untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka. Tuntutan itu dinilai Hamid adalah upaya untuk mencari bukti lewat pernyataan kliennya. 

"Logika sederhana loh ya, untuk kekerasan seksual kok minta maaf cukup itu gimana ceritanya. Itu artinya kan cuma mau sekadar mencari barang bukti atau alat bukti, di mana pengakuan dianggap menjadi dasar untuk melakukan laporan polisi," tegasnya. 

Akibat dugaan pencemaran nama baik ini, IM kata Hamid mengalami sejumlah kesulitan dalam berbagai hal. Mulai dari tidak bisa menikah hingga ditolak untuk menjadi pengajar. 

"Kalau untuk sekadar mengatakan dia playing victim dengan mengatakan saya dikriminalisasi, loh Polda salah apa di situ, sudah nunggu empat tahun loh. Kami ini sampai mangkel karena IM tidak bisa apa-apa, nikah enggak bisa, mau jadi dosen ditolak, mau beasiswa ditolak, semua enggak bisa, cemar dia sudah," tandasnya. 

Kini dengan segala kerugian yang diterima kliennya, Hamid mengatakan bila kliennya ingin namanya dibersihkan.

Pintu untuk mencabut laporan dugaan pencemaran nama baik juga sudah tidak memungkinkan. Hamid mempersilakan Meila untuk menempuh jalur praperadilan jika tak terima dengan penetapan tersangka yang disematkan kepadanya. 

Kronologi Penetapan Tersangka

Sebelumnya Dirreskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi membenarkan akan penetapan tersangka kepada Meila Nurul Fajriah dalam perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. "Laporan sudah lama itu dari tahun 2021, itu masih dalam proses penyidikan," kata Idham, Rabu (24/7/2024).

Pada 2020 lalu, Meila yang aktif di LBH mengadvokasi puluhan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh alumnus salah satu kampus di DIY.

Kala itu, Meila menyebut dugaan kasus kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh terduga pelaku berinisial IM. Setahun berselang, pada 2021, Meila dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik oleh IM.

Selanjutnya pada Juni 2024, Meila ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 ayat (3) UU. No. 19/2015 tentang perubahan atas UU. No.11/2017 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 

Adapun salah satu bukti yang disertakan dalam pelaporan ini ialah tautan kanal Youtube. Saat ini kanal tersebut masih bisa diakses hingga sekarang. "Ya tentunya yang di kanal Youtube itu, link, kan masih ada itu, bisa diakses sampai sekarang. Ya link itu, ada di Youtube, zoom meeting tetapi di Youtube. Itu sampai sekarang masih bisa akses orang banyak," tandasnya. 

BACA JUGA: Pendamping Korban Jadi Tersangka Jadi Preseden Buruk Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual

Polisi, lanjut Idham sudah mencoba meminta data para korban kekerasan seksual dari LBH. Namun hingga kini, polisi belum mendapatkan data tersebut. 

"Kami juga sedang menunggu sebenarnya ada enggak sih korban-korban kekerasan seksual itu. Sampai saat ini kami juga belum dapat data. Saya sudah mintakan juga sama pihak LBH, ada enggak korban-korbanya, pihak LBH juga belum memberikan kepada kami kalau memang ada korban kekerasan seksual itu," imbuh Idham.

Sementara dugaan kasus pelecehan terhadap puluhan korban tersebut tidak pernah dilaporan ke kepolisian. Karenanya selain menunggu data dari LBH, polisi berusaha mencari sendiri akan ada tidaknya kasus kekerasan seksual tersebut. 

"Sampai sekarang enggak ada [laporan], makanya kita mintakan juga, sampai segini lama tidak ada, makanya saya minta ada enggak. Di samping jami juga mencari sendiri. Mudah-mudahan bisa, kita berupaya juga," ungkapnya.

Adapun, Direktur LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya mengatakan sampai saat ini memang belum memberikan data-data korban kepada Polda DIY karena untuk menjaga kerahasiaan dan butuh persetujuan para korban. Akan tetapi dia memastikan sudah memberikan bukti-bukti yang memperlihatkan adanya tindakan kekerasan seksual oleh IM.

Adapun dari rekaman konferensi pers yang menjadi objek laporan IM dalam tuduhan pencemaran nama baik, dia menegaskan Meila hanya membacakan siaran pers yang diterbitkan LBH Yogyakarta. Hanya saja, ketika itu, Meila memang bertindak sebagai penanggungjawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan

News
| Jum'at, 22 November 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement