Advertisement
12 Tahun Keistimewaan DIY Dibahas lewat Diseminasi Konten Positif
Advertisement
JOGJA—Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY menggelar diseminasi konten positif bertema Andakara Kerta Raharja dalam rangka merayakan 12 tahun Undang-Undang Keistimewaan DIY, Rabu (21/8/2024).
Anggota DPRD DIY, Stevanus C. Handoko mengatakan sejarah lahirnya Undang-Undang Keistimewaan dianggapnya terlambat. Pasalnya janji pemerintah RI terhadap DIY sebagai Daerah Istimewa itu sudah sangat lama, yakni pada pertama kali RI merdeka.
Advertisement
"Banyak sekali tokoh asal Jogja yang terlibat dalam proses kemerdekaan dan mempertahankannya termasuk Sultan HB IX," katanya.
Menurut Stevanus, harusnya Undang-Undang Keistimewaan bisa lahir sejak lama. Tetapi DIY tentu punya pertimbangan yang matang sebab saat baru merdeka Pemerintah Pusat masih punya banyak tugas dalam menata dan mengisi kemerdekaan.
"Maka Keistimewaan DIY itu baru lahir di 2012, tetapi sejarah panjang itu jangan dihilangkan. Tanpa peran Jogja berdirinya Republik Indonesia tentu sulit," jelas dia.
Ketua Sekber Keistimewaan, Widihasto Wasana Putra mengatakan Agustus merupakan bulan yang istimewa bagi DIY. Pasalnya 79 tahun silam Presiden Soekarno menerbitkan piagam kedudukan yang isinya mengakui keberadaan Kasultanan Jogja dan Kadipaten Pakualaman.
Piagam itu, kata Hasto, lahir karena kedua pemimpin Jogja sehari setelah hari kemerdekaan mengirimkan kawat ucapan selamat atas Proklamasi kemerdekaan.
"Dan yang istimewa sekali 18 Agustus 1945, Sultan dan Pakualam memimpin rapat bersama Komite Nasional Indonesia Daerah di Kompleks Kepatihan, setelah itu Sultan dan Pakualaman mengirimkan kawat selamat," jelasnya.
Hasto menambahkan, 26 tahun yang lalu masih pada bulan Agustus pihaknya mendaulat HB X dan Pakualam VII sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Hal ini lantaran setelah HB IX wafat Pemerintah Pusat tidak segera menetapkan HB X sebagai Gubernur DIY.
"Beberapa waktu kemudian barulah Sultan HB X ditetapkan jadi Gubernur DIY oleh Pemerintah Pusat sampai sekarang," ujarnya.
Pendidikan Khas Jogja
Sementara Budayawan Prof. Suwarna menerangkan, secara kebudayaan, tonggak lahirnya Jogja tepatnya pada 15 Februari 1755 lewat perjanjian Jatisari antara Sultan HB I dengan Pakubuwono III.
Saat itu budaya Jogja dengan budaya Surakarta jadi terpisah, termasuk dari sisi penggunaan pakaian. "Nilai yang adiluhung dan jadi sensitif of belonging itu tentu jadi coretan value yang luar biasa. Surjan dan busana Jogja itu semuanya berbasis Mataram Islam," katanya.
Setelah perjalanan sekian lama termasuk 12 tahun Undang-Undang Keistimewaan, pihaknya di Dewan Kebudayaan mengaku telah membuat program untuk generasi muda ke depan, yaitu pendidikan khas Jogja.
Program itu diterapkan dari TK sampai perguruan tinggi dengan basis Widyo Soko Tunggal. "Terdiri dari ilmu masa lampau sampai masa depan. Masyarakat Jogja harus berpikir ke depan tanpa meninggalkan yang di belakang dan nilai intinya sudah disampaikan Sultan HB I yang disebut Tri Setyo Broto artinya tiga kesetiaan perilaku.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kejagung Sebut Penetapan Tersangka Tom Lembong Tak Ada Unsur Politis
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Grand Zuri Malioboro Corporate Gathering Nobar Home Sweet Loan
- Pilkada 2024: Politik Uang Tak Pengaruhi Preferensi Pemilih di Kota Jogja
- Kongres FPRB Kota Jogja Libatkan Unsur Pentahelix
- Pemilik Apartemen Malioboro City Desak Pemerintah Pusat Intervensi Soal SLF
- Wastra Katresnan : Panggung Apresiasi Karya Desainer Lokal di Puncak KarnaVALL Batik Indonesia
Advertisement
Advertisement