Advertisement
Untoro-Wahyudi Siapkan Hadiah bagi Pelapor Politik Uang di Bantul
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Memasuki masa kampanye terbuka Pilkada Kabupaten Bantul, paslon nomor urut 1, Untoro Hariadi -Wahyudi Anggoro Hadi menyebut, saat ini Pilkada Bantul memasuki masuk level siaga Politik uang.
"Indikasi politik uang sudah lama kami ketahui. Namun, belakangan semakin masif," terang Calon Wakil Bupati Bantul nomor urut 1, Wahyudi Anggoro Hadi. Oleh sebab itu, ia menyebut, saat ini Pilkada Bantul masuk Siaga Politik uang.
Advertisement
Timnya mendapat laporan, ada orang yang bergerilya melakukan pendataan untuk diberi politik uang. Satu suara dihargai 35 ribu hingga 50 ribu.
Atas temuan itu, Bawaslu Bantul didesak untuk lebih mengintensifkan fungsi pengawasan dan penindakan terhadap para pelaku politik uang. Jangan sampai, Pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat hanya sekadar menjadi slogan.
Wahyudi menyesalkan situasi saat ini terkait politik uang. Pasalnya, semakin banyak ditemukan gerakan-gerakan yang disinyalir atau diduga kuat akan melakukan politik uang, mengajak orang untuk memilih salah salah satu paslon dengan diberi imbalan sejumlah uang.
"Untoro-Wahyudi segera meluncurkan program bagi masyarakat untuk secara aktif mengawasi dan melaporkan pihak-pihak yang menawarkan dan memberikan imbalan atas dasar pemberian suara kepada paslon tertentu," terang Wahyudi.
Wahyudi menegaskan, Untoro-Wahyudi akan melawan politik uang karena telah mengebiri kedaulatan warga dalam memilih pemimpin terbaik dan akan berkoordinasi penuh dengan bawaslu bantul
"Menurut UU, pelaku politik uang, baik yang memberi maupun menerima, dapat dipidana," terang dia.
Ia menegaskan, berbagai pihak telah siap bekerjasama dengan Untoro--Wahyudi untuk memberikan hadiah dan perlindungan hukum kepada masyarakat yg melaporkan kejadian politik uang.
Hadiah yang akan diberikan kepada pelapor Politik uang sebesar Rp 1 juta rupiah.
Wahyudi berharap, Pilkada Bantul dapat benar-benar berlangsung jujur, adil, dan bermartabat tanpa politik uang
Sebelumnya, dalam siaran pers, Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba mendorong sanksi tegas terhadap praktik politik uang pada Pilkada diperberat untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku politik uang.
"JCW mendorong Bawaslu disemua level untuk meningkatkan patroli pengawasan yang dimulai pada masa kampanye seperti sekarang ini karena yang penting adalah mencegah terjadinya praktik politik uang agar tidak terjadi. Lakukan pengawasan setiap tahapan Pilkada," tegas Baharuddin Kamba, aktivis JCW kepada awak media, Kamis (24/10).
Apabila ditemukan adanya praktik politik uang, seharusnya Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) langsung memberi tindakan kepada pelaku dengan jerat pidana. "Bawaslu seharusnya dapat melanjutkan ke tindak pidana dan ke Sentra Gakkumdu karena politik uang termasuk larangan kampanye yang berakibat terhadap tindak pidana pemilu termasuk Pilkada," kata dia.
Selain itu JCW juga mendorong adanya pengawasan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana kampanye seluruh paslon dalam kontestasi Pilkada.
Kamba juga menegaskan, saat ini sanksi terkait politik uang yang diatur di Undang-Undang Pemilu masih tergolong ringan. Kalau kita melihat Pasal 523 baik dari ayat 1 sampai dengan ayat 3 di Undang-Undang Pemilu, sanksi terhadap politik uang tidak terlalu tinggi, baik dari pemberian pidana penjaranya maupun juga pidana dendanya. Pemberian sanksinya ada yang 1 tahun, kemudian ada yang 2 tahun.
Ia juga mengatakan, Undang-Undang Pemilu saat ini belum cukup komprehensif mengatur tentang politik uang. "Tidak ada ketentuan secara spesifik yang mengatur apa itu politik uang. Namun, ada sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur kegiatan aktivitas atau perbuatan yang mengarah pada politik uang yaitu Pasal 280 dan Pasal 253," terang dia.
Apabila dilihat pada Pasal 253, lanjut Kamba, ada periode waktu aktivitas atau perbuatan bisa disebutkan politik uang, di antaranya dilakukan pada masa kampanye, masa tenang, hari pemungutan suara, dan perhitungan suara. Sementara, di luar itu tidak bisa disebut politik uang.
Alhasil, aturan tersebut dinilai belum cukup komprehensif karena proses Pilkada cukup panjang dan melelahkan. Peluang atau potensi politik uang terjadi di luar periode itu sangat besar.
"Konsekuensinya ketika terjadi di luar periode yang telah diatur, maka tidak bisa dilanjutkan ke penanganan ke tahap berikutnya," terang dia. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pengumuman Pilkada Jakarta Maksimal 9 Desember, KPU Berencana Lebih Cepat
Advertisement
Festival Angkringan Kembali Digelar di Pasar Ngasem, Ini Jadwalnya
Advertisement
Berita Populer
- Bea Cukai Yogyakarta Teguhkan Komitmen Anti Korupsi
- Satpol PP Bantul Tetap Galakkan OTT Sampah Meski Libur Natal dan Tahun Baru
- Dishub Sleman Siapkan Jalur Alternatif dan Rambu Petunjuk Jalan selama Libur Natal dan Tahun Baru 2025
- Komisi B DPRD Bantul: Harusnya Dispar Optimistis Jumlah Wisatawan saat Nataru Bakal Meningkat
- Pasar Trowono A Gunungkidul Terbakar, Kerugian Capai Rp800 Juta
Advertisement
Advertisement