Terima Kritikan Maskot Bias Gender, KPU Jogja Sebut Sudah Libatkan Akademisi dan Perempuan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—KPU Kota Jogja menerima kritikan soal mascot Pilkada Kota Jogja yang dinilai bias gender. Maski demikian KPU Kota Jogja memastikan proses pembuatan maskot sudah melibatkan masyarakat, termasuk akademisi dan perempuan.
Ketua KPU Kota Jogja, Noor Harsya Aryosamodro, menjelaskan maskot tersebut dibuat dengan mekanisme sayembara pada Mei lalu. Tiga juri terlibat dalam penilaian meliputi Kepala Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Yetti Martanti; Akademisi Arsitektur UII, Revianto Budi Santoso; dan konduktor sekaligus pendidik di Taman Siswa, Ki Priyo Dwi Harso.
Advertisement
“Sayembara jingle dan maskot mulai pengumuman April. Kemudian Mei pendaftaran satu bulan, lalu Juni diluncurkan. Kami terbuka menginformasikan itu di website maupun media sosial KPU Kota Jogja. Kami memberi pengumuman, tahapan dan keputusan juri,” ujarnya, Minggu (10/11/2024).
Maskot yang terpilih berdasarkan penilaian dewan juri yakni berbentuk buah kepel yang merupakan buah khas DIY, dengan mahkota buah yang menggerombol, diberi wajah, tangan dan kaki serta memakai busana jarik, lurik dan slop gagrak Ngayogyokarto Hadiningrat. Seluruh unsur dalam maskot tersebut dari perspektif KPU Kota Jogja tidak ada yang menyimbolkan laki-laki atau perempuan.
Maskot tersebut dinilai bias gender karena aksi tubuhnya terlihat maskulin, yakni kaki maskot yang terlalu melebar. “Kalau menurut kami dibuat seperti itu yak arena laki-laki atau perempuan harus kuat, besar, makmur. Tanpa melihat itu laki-laki atau perempuan,” ungkapnya.
Ia mengaku pasca penyampaian kritik yang pertama pada Rabu (6/11/2024) lalu, KPU Kota Jogja belum membuat rapat pleno menyikapi hal ini. “Tapi kami menerima masukan itu, kalau maskot itu dinilai bias gender,” katanya.
Namun untuk mengganti maskot tersebut, menurutnya bukan perkara mudah. Hal ini dikarenakan anggaran untuk pembuatan maskot sudah dikeluarkan. “Kalau ditarik kami harus menganggarkan lagi. Kami membuat ini sudah bulan Mei-Juni,” paparnya.
Sementara untuk menghapus maskot tanpa menggantinya menurutnya juga tidak bisa karena setiap KPU di daerah diwajibkan memiliki maskot dan jingle. “Sesuai regulasi harus ada maskot dan jingle, jadi satu kesatuan. Itu menjadi problem kami secara teknis,” ungkapnya.
Anggota Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Jogja 2024, Renny A. Frahesty, menuturkan bias gender itu bukan penilaian subjektifnya, melainkan 65 orang, yang mengatakan maskot tersebut lebih terlihat seperti laki-laki.
“Terima kasih KPU menerima masukan itu sebagai bias gender. Perspektif Gedsi [kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosia] ini harus masuk di masyarakat. Kami juga sulit. Prosesnya [pembuatan maskot] menurut kami tidak transparan. Unsur juri hanya dari satu bidang, yakni budaya. Ini melupakan nilai yg lebih besar, yakni pendidikan,” katanya.
Ia berharap KPU Kota Jogja bisa menarik maskot tersebut dan menggantinya dengan yang lebih netral. “Hal ini penting karena proses pemilu atau pilkada melibatkan semua kalangan, bukan hanya laki-laki saja,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bandara Komodo Ditutup Lagi Hari Ini Akibat Abu Vulkanik dari Gunung Lewotobi.
Advertisement
Minat Berwisata Milenial dan Gen Z Agak Lain, Cenderung Suka Wilayah Terpencil
Advertisement
Berita Populer
- Ini Strategi Calon Wawali Jogja Sri Widya Supena Gaet Suara Anak Muda
- UMKM DIY Desak Pemerintah Segera Realisasikan PP No. 47/2024 untuk Lindungi Usaha Mikro
- Diduga Tidak Netral, 2 Anggota KPPS di Pilkada Sleman Diganti
- TPST Modalan Pakai Teknologi Dodika Insinerator
- Bertemu Gus Hilmi Muhammad, Paslon 2 Hasto Wardoyo & Wawan Tegaskan Komitmen Kerja Bahagiakan Hatinya Warga Jogja
Advertisement
Advertisement