Advertisement
Observasi Lapangan Penting dalam Proses Kepenulisan Berbasis Konten Budaya Lokal

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN--Bimbingan teknis (bimtek) kepenulisan berbasis konten budaya lokal DIY angkatan pertama yang digelar Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY telah berjalan selama empat hari. Hari terakhir, peserta bimtek diajak ke Museum Ullen Sentalu, Kalurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Kamis (13/3/2025).
Selama mengikuti tur museum, peserta menyadari pentingnya observasi lapangan dalam proses kepenulisan. Observasi akan memunculkan perasaan khusus yang membuat tulisan lebih berwarna.
Advertisement
Kepala Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Informasi DPAD DIY, Dewi Ambarwati, mengatakan sumber primer menjadi sangat penting dalam memverifikasi fakta yang penulis elaborasi dalam suatu karya tulisan.
“Peserta bimtek kan mendapat data sekunder dari buku referensi yang menjadi koleksi Perpustakaan Provinsi. Materi hari pertama juga mengenai kebudayaan dan teknik kepenulisan. Dengan terjun ke lapangan, mereka bisa melihat dan merasakan langsung sumber primer,” kata Dewi ditemui di Museum Ullen Sentalu, Kamis.
Dewi menyampaikan ada empat tema yang dapat dipilih sebagai acuan kepenulisan selama bimtek, yaitu filsafat hidup, sosial-budaya, obat-obatan, dan benda-benda. Tema tersebut DPAD DIY berikan sebagai upaya dalam melengkapi khasanah penulisan tentang kebudayaan DIY. Tulisan menjadi lebih beragam baik secara tema maupun sudut pandang.
Peserta juga telah membuat tulisan yang kemudian dipertajam selama bimtek. Selesai mengikuti bimtek, peserta masih mendapat bimbingan dari editor yang berasal dari penerbit-penerbit di DIY. Pendampingan dilakukan melalui grup Whatsapp. Hasil penyuntingan tersebut akan disusun menjadi antologi.
BACA JUGA: BEDAH BUKU: DPAD DIY Ajak Warga Produktifkan Lahan Tadah Hujan
Salah satu peserta, Nurma Firmanti, sedang menulis tentang seni tari Nini Thowong yang berbasis di Kapanewon Pundong, Bantul. Nini Thowong adalah permainan tradisional Jawa yang mistis, menggunakan boneka yang diyakini dimasuki roh halus dan dipegangi oleh orang yang memainkannya, dengan tujuan meminta keselamatan atau sebagai hiburan.
Sebagai mahasiswi sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Nurma mengaku mendapat materi yang menurut dia baru, yaitu penyuntingan. Sebelum tulisan berada di meja editor, penulis harus melakukan swasunting, bukan hanya perihal tata bahasa namun juga nuasa/ tone tulisan. Penulis perlu membedakan bahasa yang digunakan dalam artikel ilmiah dengan artikel populer.
“Tulisan saya memang tidak memiliki kaitan dengan sumber dari Museum Ullen Sentalu. Tapi terkait bagaimana budaya lokal itu sangat melekat di DIY dan pentingnya budaya lokal benar-benar saya dapat dari museum ini,” kata Nurma.
Peserta lain bernama Mahaneshvara Dhavinta Hafshahna lebih memilih tema filsafat hidup. Tulisan yang di buat berporos pada prinsip hidup orang Jawa, Ojo Dumeh. Vara memiliki keresahan mengenai gaya hidup pamer atau flexing kekayaan yang beberapa tahun belakangan justru menjangkiti pejabat.
“Sebagai manusia, jangan kita merasa lebih, ojo dumeh. Jangan sampai orang Jawa kehilangan identitas ke-Jawa-annya,” kata Vara.
Vara, yang juga anggota Komunitas Gunungkidul Menginspirasi, mengaku terperangah tatkala pemateri dari Museum Ullen Sentalu mengatakan bahwa, “budaya lokal kita dari yang kecil akan jadi sejarah nasional.”
Sementara, Humas Ullen Sentalu, Isti Yunaida, menerangkan penggunaan sumber primer sangat penting. Dengan menjumput sumber-sumber primer, penulis bukan hanya mendapat fakta namun rasa memiliki atau sense of belonging.
Menurut dia, sumber kepustakaan hasil elaborasi kadang terlalu subjektif dan berpotensi menghilangkan detail atau esensi objek kepenulisan. Apabila penulis memang menggunakan sumber kepustakaan, mereka harus mencari sumber lain sebagai pembanding dengan tujuan memastikan keakuratan dan kredibilitas.
Penjemputan sumber primer juga akan memunculkan kesadaran dalam diri penulis bahwa masyarakat kampung memiliki kedalaman gagasan dan pengetahuan yang matang. Bertemu secara langsung dengan sumber primer akan mencegah munculnya rasa meremehkan.
“Apalagi kalau menulis di tengah situasi saat ini di mana kadang ada muatan politik dalam sebuah sumber,” kata Yunaida.
Di akhir pernyataannya, Yunaida menegaskan kepekaan dan sense of belonging harus menjadi dasar setiap usaha menulis. Dengan begitu, tulisan tidak akan hampa. Selain itu, tulisan dapat melesak ke jantung pembaca dengan siasat. Siasat tersebut perlu disesuaikan dengan sasaran.
Dia memberi contoh penggunaan visual animasi atau ilustrasi. Ilustrasi akan memperpanjang data tahan dalam membaca sekaligus memunculkan visual sehingga pembaca dapat melakukan elaborasi fakta secara runtut dan melekat di benak.
“Diksi tertentu juga dapat digunakan. Anak muda sekarang itu susah kalau bertahan selama satu jam dalam memproses materi pelajaran. Mudah terdistraksi. Maka perlu ada ilustrasi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Agar Koruptor Jera, Presiden Prabowo Ungkapkan Keinginan Bangun Penjara di Pulau Terpencil
Advertisement

WISATA TURKIYE: Ingin Melihat Jubah Nabi Muhammad SAW, Datanglah ke Masjid Hirkai Serif
Advertisement
Berita Populer
- Antisipasi Mudik dan Wisata Lebaran, Dishub dan Polres Bantul Petakan Titik Rawan di JJLS
- Pemkot Jogja Pastikan Calon ASN Lolos Seleksi Belum Mengundurkan Diri dari Pekerjaan Asal
- Permohonan Permintaan Uji Kendaran Bermotor di Bantul Naik Selama Ramadan
- Januari-Maret 2025, Satpol PP Bantul Jaring 50 Anak Punk
- Mudik Lebaran 2025, Menhub Minta Bus Tak Laik Jalan Wajib Berhenti Beroperasi
Advertisement
Advertisement