Advertisement

Leptospirosis di Jogja Meningkat Signifikan, Ada 18 Kasus dengan Lima Kematian

Newswire
Selasa, 08 Juli 2025 - 23:17 WIB
Ujang Hasanudin
Leptospirosis di Jogja Meningkat Signifikan, Ada 18 Kasus dengan Lima Kematian Leptospirosis / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jogja mencatat sebanyak 18 kasus leptospirosis terjadi sepanjang semester pertama 2025 dengan lima pasien di antaranya meninggal dunia. Data ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan data tahun 2024 sebanyak 10 kasus dengan dua kematian.

"Data sampai hari ini ada 18 orang, dengan kematian lima orang," kata Kabid Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Dinkes Kota Jogja Lana Unwanah, Selasa (8/7/2025)

Advertisement

Lana menyebut sebaran kasus leptospirosis ditemukan di hampir seluruh kemantren (kecamatan) seperti Mantrijeron, Mergangsan, Kotagede, Umbulharjo, Jetis, Tegalrejo, Ngampilan, Wirobrajan, Pakualaman, Gondokusuman, dan Gedongtengen.

Dari 18 pasien, menurut Lana, seluruhnya telah dinyatakan sembuh kecuali lima yang meninggal.

"Yang di bawah 20 tahun ada satu orang, lainnya variatif, termasuk satu pasien berusia 84 tahun," kata dia.

BACA JUGA: Wiyos Santoso, Ni Made dan Aris Eko Masuk Tiga Besar Kandidat Sekda DIY

Menurut dia jumlah kasus tersebut meningkat dibanding sepanjang tahun 2024 yang mencatat 10 kasus dengan dua kematian.

"Ini baru semester pertama ya, tapi mudah-mudahan tidak ada tambahan," ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang umumnya ditularkan melalui urine tikus.

Menurut dia, di Kota Yogyakarta kasus itu banyak menyerang kelompok rentan atau warga yang beraktivitas di lingkungan kotor tanpa pelindung.

"Ada yang hobinya mancing di kali, tukang bersih-bersih, pemilah sampah, petugas kebersihan kolam, penggerobak sampah. Selain itu mungkin juga karena hobi atau kebersihan rumah," ujar dia.

Baca juga: Dinkes Tulungagung: Tiga kasus leptospirosis di awal 2025

Lana menyebut ada sejumlah faktor pemicu tingginya kasus leptospirosis, mulai dari rendahnya kesadaran warga, faktor lingkungan, hingga kesulitan dalam mendeteksi gejala awal.

Menurutnya, munculnya kasus kematian biasanya disebabkan keterlambatan penanganan karena gejala yang tidak spesifik.

"Gejalanya memang tidak terlalu spesifik, demam, pegal, kemudian diobati sendiri. Kalau nggak sembuh baru ke Puskesmas," kata Lana.

Kasi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Yogyakarta Endang Sri Rahayu menambahkan bahwa rentang gejala leptospirosis sangat luas, dari tanpa gejala hingga kondisi berat yang menyerang ginjal.

Dia mengatakan jika penyakit itu sudah menyerang ginjal, pasien perlu segera cuci darah. "Kalau 'enggak' sempat cuci darah ya fatal. Kalau cepat, bisa sembuh," kata dia.

Sebagai langkah tanggap, Wali Kota Yogyakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.3.4/2407 Tahun 2025 tentang kewaspadaan kejadian leptospirosis dan hantavirus.

Dinkes pun menggencarkan koordinasi dengan instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Pangan, serta melakukan penyemprotan desinfektan di wilayah terdampak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

KPK Periksa Kepala BPKH Soal Penyelidikan Kasus Kuota Haji

News
| Selasa, 08 Juli 2025, 23:57 WIB

Advertisement

alt

Unik! Cafe dengan Nuansa Buku di Tengah Indahnya Kotagede

Wisata
| Minggu, 06 Juli 2025, 10:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement