Advertisement

Festival Layang-Layang di Parangkusumo Bantul, Ada Layangan Boneka Bisa Jatuhkan Permen

Yosef Leon
Minggu, 27 Juli 2025 - 21:27 WIB
Maya Herawati
Festival Layang-Layang di Parangkusumo Bantul, Ada Layangan Boneka Bisa Jatuhkan Permen Sejumlah layang-layang yang menghiasi langit Pantai Parangkusumo diterbangkan dalam gelaran JIKF 2025 pada Sabtu (26/7/2025). Harian Jogja - Yosef Leon

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Pantai selatan Kabupaten Bantul, DIY kembali menjadi magnet bagi peminat gelaran layang-layang internasional. Gelaran tahunan Jogja International Kite Festival (JIKF) 2025, kembali diselenggarakan di kawasan itu untuk pecinta pertunjukan mainan udara.

Pantai Parangkusumo kembali jadi panggung angin dan warna-warni layang-layang akhir pekan ini. Ratusan layang-layang berbagai bentuk dan warna menyedot antusiasme pengunjung dalam agenda tahunan JIKF 2025 yang diselenggarakan pada Sabtu dan Minggu (26-27/7/2025).

Advertisement

Di bawah sapuan angin laut selatan yang lembut dan deburan ombak pantai, festival ini bukan sekadar pertunjukan mainan udara semata, melainkan simbol diplomasi budaya, pariwisata alternatif, dan penggerak ekonomi kreatif lokal.

Ketua Panitia JIKF 2025, Anang Sarjiyanto, menyebut gelaran kali ini sebagai momentum evaluasi dan inovasi. Untuk pertama kalinya, panitia membangun venue eksklusif demi kenyamanan peserta dan pengunjung. Meski dengan dukungan dana terbatas, mereka berhasil menggandeng sejumlah sponsor serta mengoptimalkan efisiensi anggaran agar tetap maksimal dalam penyelenggaraan.

Tak main-main, tahun ini JIKF menghadirkan enam negara yakni Amerika Serikat, Slovenia, Slovakia, Jerman, Korea Selatan, dan Malaysia. Total ada sekitar 35 layang-layang internasional dan lebih dari 200 layang-layang nasional dari 35 klub seantero Indonesia. “Tema tahun ini adalah Dari Jogja untuk Nusantara. Kami ingin menunjukkan bahwa Jogja bukan hanya punya tradisi, tapi juga mampu bicara global,” kata Anang.

BACA JUGA: Terdampak Pembangunan Tol Jogja-YIA, Lahan Pertanian Terus Menyusut

Dana Keistimewaan

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyambut baik festival ini. Ia menyebut JIKF sebagai ikon baru pariwisata DIY, terutama karena diselenggarakan di kawasan legendaris: Parangtritis-Parangkusumo. Ia berharap kegiatan ini masuk kalender tetap pariwisata daerah. “Kami mengaturkan terima kasih atas dukungan Dana Keistimewaan DIY. Ini bentuk sinergi Pemerintah Pusat, daerah, dan komunitas,” ucap Halim.

Satu hal yang membedakan JIKF dari festival sejenis lainnya adalah pengalaman lokal untuk pelayang internasional. Tak hanya datang dan terbangkan layang-layang, para tamu asing diajak menyusuri denyut kehidupan Bantul.

Dimulai sejak 19 Juli, panitia menggelar rangkaian Road to JIKF, semacam cultural immersion yang dikemas apik. Di Grogol, Paliyan, para pelayang menyaksikan produksi tempe lokal, karawitan anak-anak, hingga pembuatan sarang burung.

Lalu tanggal 20 Juli, mereka menanam pohon langka di Warung Gedangrejo sebagai simbol jejak ekologis dan ajakan untuk kembali suatu hari nanti. Keesokan harinya, mereka diajak menyaksikan pandai besi di Kajar, Karangtengah. Bahkan ikut menempa besi panas bersama empu lokal. Tak cukup sampai situ, para pelayang juga diundang ikut kenduri desa di Pandansari. Duduk bersama warga, makan ingkung dan urap, lalu sorenya melepaskan tukik (anak penyu) ke laut lepas di Pantai Goa Cemara. “Pengalaman mereka sangat dalam. Ini bukan sekadar festival layang-layang, tapi pengalaman hidup,” ujar Anang.

Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi, menyebut pendekatan ini sebagai bagian dari penguatan ekosistem pariwisata berbasis kolaborasi dan budaya. “Kami ingin festival ini jadi lebih dari tontonan. Ini harus jadi pintu masuk wisatawan untuk mengenal DIY lebih dalam,” katanya.

Atraksi Penuh Imajinasi

Tak ada yang biasa di JIKF 2025. Kompetisi layang-layang nasional tak hanya mencakup kategori tradisional seperti layangan mancungan khas Jogja, tapi juga bentuk dua dimensi seperti wayang, dan tiga dimensi seperti bulldozer, bakul pentol, hingga tren naga, kategori paling bergengsi.

Salah satu atraksi yang menyedot perhatian adalah Rokoku Challenge, di mana layang-layang bukan hanya dikendalikan, tapi saling diadu secara fisik. Bukan benang yang diputuskan, melainkan badan layang-layang yang harus saling menjatuhkan.

Lalu ada "lollipop drop", layang-layang dengan boneka yang ketika dikerek akan menjatuhkan permen ke kerumunan anak-anak di bawah. Ada juga "umbul dumo" atau sedekah laut, dan ritual udik-udik, sebaran uang koin dan berkat dari langit.

Salah satu peserta, Sukarjo, 63, dari Cilacap, menyatakan kegembiraannya bisa kembali berpartisipasi. Ia sempat vakum bermain layang-layang karena tidak menemukan wadah yang sesuai dengan hobinya tersebut.

Pria yang pernah menjuarai festival layang-layang di Purworejo ini mengungkapkan bahwa persiapan untuk tampil di JIKF sudah dilakukan sejak tahun lalu. "Saya Sukarjo dari Akila Kite Cilacap, sangat senang bisa ikut meramaikan festival layangan internasional ini, beberapa bulan lalu saya juga menang di Purworejo, semoga hari ini bisa menang lagi."

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gubernur Jatim Khofifah Temui Sri Sultan HB X Bahas Promisi Pariwisata

News
| Minggu, 27 Juli 2025, 22:57 WIB

Advertisement

alt

Agenda Wisata di Jogja Pekan Ini, 26-31 Juli 2025, Bantul Creative Expo, Jogja International Kite Festival hingga Tour de Merapi 2025

Wisata
| Sabtu, 26 Juli 2025, 05:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement