Advertisement
Pakar Forensik Dorong Penguatan Literasi Digital di Tengah Ancaman Kebocoran Data

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pakar Forensik mendorong peningkatan literasi digital bagi masyarakat di tengah tingginya potensi ancaman kebocoran data. Melalui peningkatan literasi digital, harapannya dapat meminimalkan kasus kebocoran data yang sering menimpa masyarakat.
Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Yudi Prayudi mengatakan di era digital saat ini ancaman terhadap keamanan data bukan lagi sekadar wacana, tetapi kenyataan yang harus dihadapi. Oleh karena itu literasi digital harus ditingkatkan disertai dengan kesadaran dan keterampilan memadai.
Advertisement
"Dengan literasi digital bertambah, sehingga memiliki kepekaan terhadap perlindungan data. Minimal ketika membuat password akun, baik akun medsos, email bahkan mobile banking harus dengan huruf, angka kode yang unik. Bukan sekadar tanggal lahir dan sebagainya, karena itu mudah dibobol," katanya di sela-sela Workshop Singkat Keamanan Data bagi Jurnalis, Senin (4/9/2025).
Menurutnya melalui pendekatan yang aplikatif, pihaknya menekankan keamanan digital bukan semata soal perangkat lunak dan teknologi canggih, melainkan juga soal perilaku pengguna. Pasalnya dalam banyak kasus, kerentanan justru muncul bukan dari sistemnya, melainkan dari kelalaian penggunanya. Bahkan sistem yang terenkripsi pun bisa ditembus jika penggunanya lalai.
"Seperti penggunaan password yang lemah, satu email untuk semua akun, hingga abai terhadap fitur keamanan tambahan. Maka dari itu, pelatihan ini menitikberatkan pada perubahan kebiasaan digital yang lebih aman dan cerdas," ucap pria yang telah mendapatkan pengakuan internasional sebagai Senior Member dari IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) sejak April 2024 ini.
Ia mengatakan dalam budaya keamanan digital yang kuat harus dibangun melibatkan berbagai sektor. Mulai dari media, pendidikan, pemerintahan, hingga masyarakat umum. Penting bagi masyarakat memilih jenis identitas dalam dunia maya, apakah menggunakan nama asli, nama samaran atau sepenuhnya anonim.
"Setiap pilihan memiliki konsekuensi hukum tersendiri, terutama saat berinteraksi di ruang digital yang rentan terhadap penyebaran informasi, pelanggaran privasi, hingga tindak kejahatan siber," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Wakil Ketua DPR: Gaji Tidak Naik, Hanya Tunjangan Rumah Rp50 Juta per Bulan
Advertisement

Sagon Wiyoro, Produsen Sagon Legendaris Berusia 70 Tahun
Advertisement
Berita Populer
- Libur HUT ke-80 RI Tak Mendongkrak Kunjungan Wisatawan ke Bantul
- Pemkot Jogja Lirik Kerja Sama Penerbangan YIA-Jeddah dengan Maskapai China
- Inspiratif! Pemuda di Jogja Ciptakan Aplikasi Kasir Laundry, Bisa Melacak Baju Hilang
- Jalankan Arahan Zulhas, PAN DIY Gulirkan Bantuan Pangan
- Jadwal KRL Jogja-Solo Selasa 19 Agustus 2025: Stasiun Tugu, Lempuyangan, Delanggu hingga Palur
Advertisement
Advertisement