Advertisement

Kerajinan Batok Kelapa Asal Bantul Menembus Pasar Internasional

Kiki Luqman
Jum'at, 22 Agustus 2025 - 08:47 WIB
Sunartono
Kerajinan Batok Kelapa Asal Bantul Menembus Pasar Internasional Pekerja Yanti Batok Craft Jogja saat membuat motif pada batok kelapa. Kiki Luqman

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Di sebuah sudut Bantul suara gesekan amplas berpadu dengan denting batok kelapa yang beradu. Dari bengkel sederhana milik Hariyanti, 54, di Dusun Juron RT.19, Pendowoharjo, Sewon, yang akrab disapa Bu Yanti, limbah tempurung kelapa disulap menjadi karya eksklusif bernilai seni tinggi.

Tas, dompet, kap lampu, hingga peralatan makan eksotis lahir dari tangan-tangan sepuluh perajin lokal yang setia berkarya di bawah brand Yanti Batok Craft Jogja.

Advertisement

“Awalnya kami hanya mencoba-coba membuat kancing baju dari batok kelapa,” kenang Yanti sambil tersenyum, Kamis (21/8/2025).

“Saya dan suami bikin mesin sendiri dengan modal seadanya. Waktu itu kami bahkan tidak tahu harga pasaran, jadi pembeli pertama yang justru menawar harga.”

BACA JUGA: Debut Franco Mastantuono di Real Madrid Dituding Langgar Regulasi La Liga

Itulah awal perjalanan panjang yang dimulai pada tahun 2002. Bermula dari kancing sederhana, usaha kecil itu kini menjelma menjadi produk kerajinan yang mampu menembus pasar internasional.

Etalase Dunia

Saat memutuskan banting setir, Yanti hanya ingin mencari usaha yang lebih tahan lama dibanding bisnis makanan ringan yang ia jalani sebelumnya. Usaha keripik sering kali merugi, terutama di musim hujan.

“Kalau bikin keripik, gampang melempem. Dari situ saya berpikir, kenapa tidak coba membuat atau menjual sesuatu dari batok kelapa yang banyak berserakan di pasar?” ujarnya.

Dari ide sederhana itu, kreativitasnya terus berkembang. Kancing berubah menjadi gantungan kunci, bros, lalu berevolusi lagi menjadi tas cantik yang kini jadi andalan.

Produknya kemudian merambah Malioboro, dipajang di Sarinah Jakarta, bahkan masuk etalase bandara besar di Indonesia. Berkat promosi Badan Ekonomi Kreatif, Yanti Batok Craft juga berhasil menjejak etalase Jamaika, Prancis, Turki, hingga ikut pameran di Venlo, Belanda.

BACA JUGA: PBNU Minta KPK Tak Ragu Geledah Kasus Korupsi Kuota Haji

Pengerjaan tiap produk membutuhkan ketelatenan. Sebuah tas memerlukan waktu dua hari hingga seminggu dan semua proses masih dikerjakan manual.

“Batoknya dipilih dulu, hanya yang tebal bisa dipakai. Setelah itu dibentuk motif, ada motif uler, polos, atau lainnya. Lalu dipadukan dengan bahan lain seperti busa, kain puring, dan benang kualitas bagus,” ucap Yanti.

Untuk menjaga kualitas, ia bahkan meracik lem sendiri agar tidak mengeras saat dijahit. Finishing pun produk diberi lapisan aqua wood finish yang ramah lingkungan.

“Kalau kena hujan, tasnya tidak lembek, masih bisa ditiriskan, tetap awet,” katanya.

Harga yang ditawarkan pun bervariasi. Souvenir kecil mulai Rp3.000, sementara tas eksklusif bisa mencapai Rp450.000, Yanti juga melayani pesanan khusus.

“Kadang ada tamu minta model tertentu, kami upayakan bisa,” ujarnya.

Daya tarik produk batok kelapa tidak hanya pada keunikan, tetapi juga ketahanannya. Yanti menyebut sebuah tas atau taplak meja bisa bertahan hingga 10 tahun dengan perawatan sederhana.

“Cukup dilap dengan kain, diberi minyak kelapa, lalu diangin-anginkan. Jangan dijemur langsung di bawah terik matahari, supaya warnanya awet,” sarannya.

Jatuh Bangun

Meski kini produknya dikenal luas, perjalanan Yanti tidak selalu mulus. Usahanya pernah berhenti total akibat gempa besar yang melanda Jogja. Beberapa tahun kemudian, pandemi Covid-19 kembali membuat aktivitas produksi terhenti.

“Tidak bisa produksi, tidak ada tamu, pameran pun berhenti. Kami benar-benar mati suri,” kenangnya.

Namun, semangat untuk bangkit membuat Yanti kembali menghidupkan bengkel kecilnya. Kini, pesanan ramai kembali, dan ia bisa melibatkan sepuluh warga sekitar sebagai pekerja tetap. Kreativitas Yanti semakin berkembang berkat interaksi dengan pelanggan maupun saat mengikuti pameran.

BACA JUGA: Gempa Berkali-kali Guncang Bantul, Kulonprogo dan Gunungkidul Pagi Ini

“Sering kali inspirasi datang dari permintaan customer, bisa tidak bikin model seperti ini? Dari situ kami berusaha wujudkan. Kalau ikut pameran, saya juga suka lihat produk lain, lalu coba kombinasikan dengan batok kelapa,” tuturnya.

Yanti mengaku, bahan bakunya sendiri ia peroleh dari Bantul, Jogja, Purworejo, hingga Kulonprogo. Saat permintaan membludak, ia bahkan mencari batok ke luar daerah.

Hal itu membuat Yanti menyadari bahwa usahanya bukan sekadar tempat produksi, tetapi juga wadah pemberdayaan masyarakat. Kini, Yanti Batok Craft telah menjadi bagian dari wajah kerajinan asal DIY yang mendunia.

Dari rumah produksinya di Bantul, limbah tempurung kelapa berubah menjadi karya bernilai, ramah lingkungan, dan membawa manfaat ekonomi.

“Alhamdulillah, dari batok kelapa yang dulu hanya dianggap limbah, sekarang bisa jadi sumber rezeki bagi keluarga dan warga sekitar,” ucap Yanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

KPK Sita 22 Kendaraan Mewah Terkait OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

KPK Sita 22 Kendaraan Mewah Terkait OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer

News
| Jum'at, 22 Agustus 2025, 11:27 WIB

Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul

Wisata
| Rabu, 20 Agustus 2025, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement