Advertisement
13 Desa Wisata di Bantul Tutup, Regenerasi Pengelola Jadi Tantangan
Wisatawan membajak sawah di Desa Wisata Candran, Bantul - Ist/Dinas Pariwisata Bantul
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Sebanyak 13 desa wisata di Kabupaten Bantul dinyatakan tidak aktif beroperasi. Sebagian besar terhenti sejak pandemi Covid-19, dengan masalah regenerasi sumber daya manusia (SDM) sebagai kendala utama.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Muda Dinas Pariwisata Bantul, Karman, mengonfirmasi bahwa fenomena ini bukan hal baru. “Sebagian besar berhenti setelah masa pandemi Covid-19, tapi ada juga yang sudah tidak aktif bahkan sebelum pandemi,” ujarnya, Senin (27/10/2025).
Advertisement
Desa wisata yang tidak aktif antara lain Mangrove Baros, Laguna Depok (kini Bojongasri), Trimulyo, Ngembel Mbeji, Songgo Langit, Goa Gajah, Banyu Nibo Rejosari, Guwosari Selarong, Imogiri, Pandansari, Kampung Surocolo, Juron, dan Kalibuntung Srihardono.
Karman menjelaskan, faktor utama penghentian operasi adalah lemahnya regenerasi pengelola. Banyak pengurus lama beralih profesi, menikah, atau tidak lagi aktif.
BACA JUGA
“Desa wisata tumbuh dari masyarakat. Kalau masyarakatnya tidak aktif, otomatis kegiatan terhenti,” tegasnya.
Ia menambahkan, kelompok sadar wisata yang dulu aktif kini kehilangan anggota akibat tuntutan pekerjaan lain.
Dinas Pariwisata Bantul terus berupaya mendampingi desa wisata yang vakum, salah satunya di Kalurahan Panjangrejo, Kapanewon Pundong, yang mulai menunjukkan tanda kebangkitan.
“Kami mendampingi secara bertahap, terutama dalam pembentukan kepengurusan baru dan penguatan kapasitas SDM,” ujar Karman.
Keterbatasan anggaran membuat pendampingan dilakukan secara bertahap. Kerja sama dengan perguruan tinggi menjadi salah satu solusi untuk pelatihan dan pendampingan.
Transformasi Menjadi Destinasi Wisata Biasa
Beberapa bekas desa wisata memilih beralih status menjadi destinasi wisata biasa karena lebih mudah dikelola.
“Beberapa pengurus memilih fokus di pengelolaan destinasi karena lebih sederhana,” jelas Karman.
Meski banyak yang tidak aktif, Dispar Bantul optimistis terjadi kebangkitan desa wisata baru dengan dukungan pelatihan dan kolaborasi.
Ketua Desa Wisata Karangasem, Supri Brian, mengaku kesulitan merekrut pengelola baru. “Kita terkendala dalam regenerasi organisasi. Generasi muda di bawah kami belum mau terlibat,” ujarnya.
Meski tidak ada pengunjung, produk kerajinan bambu andalan desa justru laku keras melalui penjualan online di platform seperti Shopee dan Tokopedia, bahkan hingga ekspor.
“Kami kekurangan tenaga untuk menarik pengunjung. Tapi produk kerajinan bambu seperti wadah hantaran dan tempat saji tetap laku dengan harga Rp5.000 hingga Rp100.000,” tambahnya.
Dukungan pelatihan promosi digital dari Dinas Pariwisata membantu penjualan, meski kunjungan wisata masih sepi. Brian berharap generasi muda mau terlibat kembali agar desa wisata dapat berjalan beriringan dengan kesuksesan bisnis online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Banjir Jakarta Hari Ini, 20 RT di Jaktim dan Jaksel Terendam
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- 106 Warga Bantul Tercatat Meninggal di BPJS Padahal Masih Hidup
- Teknik Olah Sampah Mas Jos Prawirodirjan, Organik Jadi Pakan Ternak
- 18 Kandidat Lolos, Lelang 6 Jabatan Eselon II Bantul Tunggu Bupati
- Revitalisasi Rampung, 400 Pedagang Pasar Terban Pindah Akhir Tahun
- Masyarakat Waspada, Sungai di Bantul Rawan Laka Air Saat Musim Hujan
Advertisement
Advertisement



