Advertisement
Serangan Lalat Buah Tekan Produksi Salak Turi hingga 60 Persen
Dr. Suputa sedang menjelaskan cara mengaplikasikan protein bait sebelum disemprotkan pada tanaman salak kepada petani di Kapanewon Turi, Senin (11/11 - 2025). Ist
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Serangan lalat buah terus menjadi momok bagi petani salak di Kapanewon Turi, Sleman. Hama tersebut mampu menurunkan produksi hingga 40%–60%, semakin menekan petani yang juga menghadapi penyusutan lahan dan rendahnya harga jual salak.
Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Pakem–Turi, Tri Agustin Lestari Rismanto, mengatakan panen raya pada November–Januari kerap dibayangi dua persoalan sekaligus: harga jual yang anjlok dan ancaman turunnya hasil panen akibat serangan lalat buah.
Advertisement
“Lalat buah inangnya banyak, tidak hanya pada salak. Karena itu pengendalian harus dilakukan luas dan berbasis kawasan,” kata Agustin, Jumat (14/11/2025).
Saat ini POPT melakukan pengendalian di sebelas kelompok tani serta tiga Area-Wide Management (AWM) masing-masing minimal 25 hektare. Namun upaya tersebut terhambat minimnya dana. Petani kesulitan menanggung biaya pengendalian karena harga salak yang rendah.
BACA JUGA
Agustin menyebut tiga langkah utama pengendalian lalat buah yaitu sanitasi kebun, eradikasi buah busuk, dan aplikasi bahan pengendali tertentu. “Kalau tiga langkah ini dilakukan serempak, efektivitasnya jauh lebih tinggi,” ujarnya.
UGM Dampingi Petani Sejak 2022
Sejak 2022, petani mendapatkan pendampingan dari tim dosen UGM yang terdiri atas Dr. Suputa, Dr. Deni Pranowo, Dr. Sri Wahyuni Budiarti, Prof. Dr. Subejo, dan Dr. Panjisakti Basunanda. Mereka memberikan edukasi terkait pengendalian hama berbasis riset entomologi, kimia, hingga pengelolaan ekosistem.
Menurut Deni Pranowo, pengendalian skala kawasan semakin kuat setelah UGM bekerja sama dengan Direktorat Perlindungan Hortikultura (Ditlin Horti) Kementerian Pertanian pada 2024 melalui metode Area-Wide Management (AWM).
Augmentarium dan Protein Bait Jadi Senjata Utama
Dua inovasi menjadi kunci keberhasilan metode AWM, yaitu augmentarium dan protein bait. Augmentarium—dikembangkan oleh Dr. Suputa dan Dr. Deni Pranowo—berfungsi meningkatkan populasi musuh alami lalat buah seperti parasitoid dan predator.
Protein bait menjadi inovasi lain yang sangat efektif. Formula ini merupakan hasil kolaborasi Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM dan Laboratorium Entomologi Dasar Faperta UGM. Umpan ini mampu menarik lalat jantan maupun betina sehingga menekan regenerasi hama.
Penerapan AWM yang dipadukan dengan protein bait, wooden block, metil eugenol (ME), dan sanitasi kebun mampu menurunkan populasi lalat buah hingga 96% di kebun yang konsisten menjalankan program.
Jika inovasi tersebut diterapkan berkelanjutan, kualitas dan kuantitas salak Turi diperkirakan meningkat sehingga peluang ekspor lebih terbuka dan pendapatan petani lebih stabil.
Tekanan Hama Tinggi, Harga Tak Menutup Biaya
Pengurus CV Mitra Turindo, Suroto, mengatakan penggunaan atraktan ME saja belum mampu menekan serangan hama, terutama menjelang panen raya saat populasi lalat buah melonjak.
“Protein bait bisa menarik lalat jantan dan betina karena protein adalah makanan mereka. Tanpa pengendalian, produksi bisa turun sampai 60%,” ujarnya.
Menurut Suroto, harga salak di tingkat petani yang hanya Rp3.000 per kilogram tidak cukup menutup biaya pengendalian, bahkan ketika CV Mitra Turindo harus memenuhi standar ekspor. Sebagai perbandingan, harga ekspor salak rata-rata mencapai Rp7.000 per kilogram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
GPIB Marga Mulya di Jogja Dibuka untuk Wisata Arsitektur Indis
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




