Advertisement

Pembagian Zonasi PPDB 2018 Diterbitkan & Langsung Dikritik

Sunartono
Senin, 07 Mei 2018 - 13:10 WIB
Laila Rochmatin
Pembagian Zonasi PPDB 2018 Diterbitkan & Langsung Dikritik Ilustrasi PPDB. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY telah menerbitkan petunjuk teknis (juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 akhir pekan lalu. Desa-desa yang masuk dalam zona satu pada 69 SMA negeri di DIY diatur berdasarkan jarak udara.

Melalui website pendidikan-diy.go.id, juknis PPDB 2018 tersebut bisa diunduh oleh masyarakat.  Persaingan ketat akan terlihat pada sejumlah SMA favorit di Kota Jogja yang memberikan ruang untuk sebagian wilayah luar Kota Jogja masuk dalam zona satu.
SMAN 1 Jogja misalnya.

Ada delapan desa dari Bantul dan 11 desa dari Sleman yang masuk dalam zona satu sekolah ini, melengkapi 44 kelurahan di Kota Jogja masuk di zona satu. Sementara, pelajar asal Gunungkidul dan Kulonprogo tidak bisa lagi mendapatkan prioritas karena masuk dalam zona dua SMAN 1 Jogja. Selain siswa asal Kota Jogja, hanya mereka yang tinggal di Sleman dan Bantul yang punya peluang besar masuk di sekolah favorit di Kota Jogja.

Siswa dari luar Kota Jogja yang paling diuntungkan atas kebijakan ini ada;ah mereka yang menetap di Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, dan Desa Caturtunggal, Depok, Sleman. Juknis yang termuat dalam Peraturan Kepala Disdikpora DIY No.1301/PERKA/2018 itu sudah final. Disikpora akan segera memanggil seluruh kepala SMP dan SMA seluruh DIY untuk menyosialisasikan aturan ini.

“Dalam waktu dekat ini kami akan mengundang kepala sekolah baik SMA, SMK maupun SMP dan MTs agar bisa menyampaikan informasi kepada yang lain,” kata Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji kepada Harian Jogja, Sabtu (5/5/2018).

Aji menegaskan juknis itu disusun melalui berbagai pertimbangan disertai dengan simulasi yang matang. Disdikpora membagi sistem zonasi PPDB SMA menjadi tiga: zona satu, dua, dan tiga.
Zona dua adalah desa yang tidak masuk dalam zona satu, sedangkan zona tiga merupakan desa dari luar DIY.

Aji meyakini nilai UNBK maupun prestasi siswa tetap dipertimbangkan, karena suatu sekolah memiliki banyak desa yang masuk di zona satu. Dia meminta sekolah untuk memberikan peluang mengikuti ujian ulang bagi siswa dengan nilai UNBK di bawah 5,5 pada Juli nanti.

Juknis PPDB berdasarkan zonasi tersebut menuai kritik, salah satunya dari anggota DPRD DIY asal Gunungkidul, Slamet. Dalam akun Facebook-nya pada 4 Mei pukul 14.44 WIB, politikus Golkar ini menuliskan status berbunyi, “Dalam sistem zonasi PPDB SMA, Ngalipar kok melu zonasi SMA Karangmojo ki piye to Kadis Pendidikan DIY.” Status itu menimbulkan beragam komentar.

Saat dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, Slamet mengungkapkan isi hati sebagai orang tua yang memiliki anak usia SMP dan akan masuk ke SMA. Sejak TK hingga SMP, anaknya bersekolah di Wonosari dari rumahnya di Kecamatan Nglipar yang dinilai dekat. Ia tidak menampik, harapan terbesar  anaknya bisa ikut bersaing dalam zona satu di SMAN 1 Wonosari.

Namun, tempat tinggalnya tidak masuk dalam radar zona satu SMAN 1 Wonosari, tetapi malah masuk di zona satu SMAN 1 Karangmojo.
Jika dipantau melalui jarak udara, jarak Nglipar dengan Karangmojo relatif dekat sekitar 11 kilometer, tetapi Nglipar menuju Wonosari sekitar 14 kilometer sehingga tiga desa di Nglipar masuk di zona satu SMAN 1 Karangmojo. Sementara, rute Nglipar menuju Karangmojo tidak memiliki jalur alternatif yang memadai dan cepat selain harus melalui Wonosari.

“Saya justru heran kenapa Nglipar masuk zona satu di Karangmojo. Berarti kalau berangkat harus lewat Wonosari. Itu baru separuh perjalanan untuk menuju Karangmojo. Jalan yang layak dilalui kan jalan antar kecamatan, mestinya jadi pertimbangan. Ora kok kon nebras tengah alas, lha nebras tengah alas nek mlaku karo ngepit 50 kilo yo cepet ngepit 50 kilo [masak lewat hutan, kalau lewat hutan jalan kaki dibandingkan naik motor 50 kilometer ya cepat naik motor],” ucap dia.

Slamet mengaku sepakat dengan penerapan sistem zonasi, tetapi sebaiknya harus cermat dan logis dari sisi transportasi. Tujuan zonasi, menurut dia, untuk peningkatan mutu dan pemerataan kualitas pendidikan serta mendekatkan anak dari rumah ke sekolah, sehingga tidak tepat hanya dilihat melalui udara.
 
“Harus disurvei di lapangan dengan mempertimbangkan transportasi darat. Saya tidak bermaksud ingin merubah sistem zonasi karena itu terobosan dan saya mendukung hanya perlu lebih detail lagi,” kata mantan anggota DPRD Gunungkidul ini.

Advertisement

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Raja Charles III Kembali Jalani Tugas Setelah Pengobatan Kanker

News
| Sabtu, 27 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement