Advertisement
Identitas Kerap Dimanfaatkan untuk Kepentingan Politik
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN – Persoalan identitas hampir dirasakan sebagian besar kalangan minoritas. Sayangnya masalah ini kerap dibawa untuk kepentingan politik.
Isu tentang identitas dan kekerasan dibahas dalam Seminar Doktor Universitas Sanata Dharma (USD) bertajuk Menyoal Identitas Meretas Diskriminasi dan Kekerasan Kolektif di Ruang Koendjono, Gedung Pusat USD, Jumat (8/6/2018).
Advertisement
Rektor USD Johanes Eka Priyatma mengatakan persoalan identitas sebenarnya telah terjadi sejak lama, sehingga masih harus terus diperjuangkan.
Masalah identitas dirasakan hampir sebagian besar masyarakat terutama minoritas. Parahnya, isu identitas seringkali kerap dipakai untuk kepentingan konstelasi politik sehingga persoalannya semakin kompleks.
“Persoalan identitas selalu menjadi perbincangan, sehingga ini sudah masuk pada tataran wilayah yang rumit, apalagi sering dibawa ke ranah politik, yang kadang dipakai untuk memenangkan konstelasi politik,” kata Eka di sela-sela pembukaan seminar, Jumat.
Ia menambahkan, meski hakekat kemanusiaan sebenarnya adalah satu yang seharusnya semua dianggap sama, hal itu tidak bisa diterima dengan mudah oleh beberapa kelompok masyarakat.
Kenyataan itu selaras dengan kasus radikalisme dan intoleransi yang juga sering terjadi akhir-akhir ini. “Maka diskusi dalam perspektif minoritas ini sangat penting dalam hal perkara identitas, karena [perkara identitas] tidak mudah untuk diaktualisasikan,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Eka, bangsa Indonesia harus meyakini bahwa selama 50 tahun terakhir termasuk saat ini kondisi itu lebih baik dibandingkan 50 tahun ke belakang sebelum Indonesia merdeka.
Sehingga tidak ada alasan untuk tidak optimistis dengan peradaban ke depan akan lebih baik lagi.
“Kita di perguruan tingi harus ikut berfikir membantu bangsa ini mengatasi persoalan tersebut. Karena kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia belum berakhir masih terus diperjuangkan. Bahkan beberapa perguruan tinggi menggelar acara khusus untuk menegaskan bahwa dirinya adalah pancasilais,” ungkap Eka.
Dalam seminar itu menghadirkan dua narasumber doktor dari USD, antara lain Monica Eviandaru Madyaningrum mempresentasikan tentang pendekatan kritis dalam studi disabilitas menyoal psikologi diskrimiantif. Serta Y Tri Subagya terkait relasi idetnitas etnik dan agama terhadap kekerasan kolektif.
Penyandang disabilitas bagi Monica Eviandari termasuk salah satu identitas yang sering terpinggirkan atau minoritas. Berdasarkan hasil penelitiannya, kunci persoalan disabilitas bukan pada kondisi fisik individu yang mengalaminya, namun justru pada cara pandang yang digunakan orang untuk memaknai dan merespons disabilitas.
“Apapun karya dan beragam aspek diri dan individu penyandang disabilitas cenderung diabaikan karena mereka seolah-olah hanya ditentukan oleh karakter fisik atau mentalnya yang dianggap abnormal,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
10 Orang Tewas Usai Dua Helikopter Militer Malaysia Tabrakan, Berikut Kronologinya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- MPBI DIY Bakal Mengawal Penyaluran THR Lebaran yang Belum Tuntas
- Januari-April, Belasan Anak di Jogja Terpapar Kasus Flu Singapur, Berikut Gejalanya
- 6 Pelaku Parkir Liar di Jalan Perwakilan Hanya Didenda Rp300 Ribu, Satpol PP Jogja: Terbukti Bersalah
- Gempa Pacitan M 5,1 Dirasakan Hingga Jogja, Warga Langsung Keluar Rumah
- Rayakan Seni Fotografi Panorama dengan Epson International Pano Awards ke-15
Advertisement
Advertisement