Advertisement

Masih Ada Guru di DIY yang Digaji Rp125.000 per Bulan, Bagaimana Bisa Profesional?

Sunartono
Selasa, 12 Juni 2018 - 16:17 WIB
Nina Atmasari
Masih Ada Guru di DIY yang Digaji Rp125.000 per Bulan, Bagaimana Bisa Profesional? Sejumlah praktisi dan pemerhati pendidikan mengikuti diskusi tentang profesionalisme guru di Kantor DPD RI, Senin (11/6/2018). - Harian Jogja/ Sunartono

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA – Pemerintah masih memiliki segudang pekerjaan rumah dalam memperbaiki profesionalisme guru. Mengingat profesionalisme sering dikaitkan dengan kesejahtera guru yang belum sepenuhnya terjamin.

Persoalan ini dibahas dalam diskusi bertajuk Guru dan Problematikan Profesionalitas yang digelar oleh Pegiat Pendidikan Indonesia (Pundi) di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DIY, Senin (11/6/2018) sore.

Advertisement

Mantan Dirjen Dikdasmen Profesor Suyanto mengatakan, belum ada Pemda di Indonesia yang murni memberikan 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Total 20% tersebut seringkali masih dicampur dengan dana dari pusat seperti dana alokasi khusus atau dana alokasi umum.

“Untuk di Jawa agak lumayan besar, tetapi tidak ada yang murni 20 persen, apalagi di Papua, ada daerah tertentu kadang hanya lima persen,” ungkapnya dalam diskusi tersebut.

Persoalan anggaran yang tidak diberikan murni 20% itu, diakuinya berpengaruh terhadap guru sebagai pendidik. Salah satu akibatnya, guru seperti guru honorer mendapatkan gaji yang sangat sedikit. Kenyataan gaji kecil itu akan sangat berpengaruh terhadap profesionalisme yang harus dimiliki guru. Suyanto tidak menampik, sangat jarang seseorang bisa dengan ikhlas misal hanya digaji Rp150.000 sebagai guru honorer.

“Kok mau-maunya digaji Rp150.000, kalau pekerjaan dilecehkan seperti itu masih dijalankan saja jelas tidak bisa professional, nggak mungkin. Kalau panggilan hati [menjadi guru] maka jangan mengeluh, diterima saja. Tetapi digaji kecil pasti isinya nanti nggrundel saja,” ungkap guru besar UNY ini.

Anggota DPD RI Afnan Hadikusumo mengatakan, pihaknya pernah melakukan survey di salah satu Taman Kana-Kanak di Kota Jogja dan menemukan masih ada guru yang digaji Rp125.000 per bulan. Padahal guru tersebut berangkat pagi dan pulang siang termasuk masih harus membersihkan ruangan kelas dan menyiapkan kelas untuk pembelajaran hari berikutnya.

Pihaknya akan terus mengupayakan, agar guru honorer terutama yang belum bersertifikasi mendapatkan gaji yang cukup. Pemda DIY berdasarkan catatannya, anggaran untuk insentif GTT dan PTT hanya Rp35 miliar per tahun, setiap guru mendapatkan Rp1,2 juta per tahun.

“Saya akan sampaikan ke Bapak Menteri terkait problematika sertifikasi ini, bagaimana agar yang GTT ini juga mendapatkan cuku gajinya,” tegasnya.

Suyanto mengakui, sertifikasi memang masih menjadi persoalan karena tidak berdampak pada perbaikan kualitas guru. Karena sertifikasi masih pada sebatas porto folio sehingga semangat yang muncul adalah semangat menghargai.

Bahkan anggaran tunjangan profesi guru yang didapatkan juga tidak sepenuhnya dipakai untuk pengembangan sumber daya manusia. “Jadi bukan karena benar-benar dites tetapi hanya sebatas porto folio, bagaimana jika guru dites tidak bisa menjawab dengan baik,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement