Advertisement
Penduduk Perumahan Ini Melunasi Utang Pakai Sampah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Di tangan penghuni Rukun Warga (RW) 26 Perumahan Gumuk Indah, Sidoarum, Godean, Sleman, sampah bukan kotoran, melainkan bahan baku untuk mendatangkan rupiah. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Irwan A. Syambudi.
Tanaman hias, cabai, maupun selada tumbuh rapi di depan rumah warga Perumaan Gumuk Indah. Hampir semua rumah punya tanaman, dan hampir semua rumah memanfaatkan sampah plastik bekas wadah minyak goreng, deterjen, dan lain sebagainya untuk pot. Tak hanya tumbuhan hijau yang menghias perumahan.
Advertisement
Warna merah dan putih bukan hanya berasal dari bendera, melainkan dari sampah bekas gelas air mineral yang dicat. Gelas bekas itu disulap menjadi hiasan nan molek. Satu rumah di ujung perumahan sangat mencolok. Di rumah tersebut, terdapat lebih banyak tanaman. Tak hanya sampah plastik, sampah styrofoam juga dimanfaatkan sebagai pot.
Di teras rumah, banyak sampah yang belum didaur ulang. Botol bekas, kain bekas, kertas bekas bertumpuk rapi. Menurut sang pemilik rumah, Erwan Widyarto, 51, sampah itu ia kumpulkan untuk diolah menjadi barang baru.
Erwan adalah mantan jurnalis yang sekarang mengurus Bank Sampah Griya Sapulidi di Perumahan Gumuk Indah. Sekretariat bank sampah itu berada tepat di depan rumahnya. Melalui bank sampah, warga dapat menyetorkan berbagai jenis sampah dengan terlebih dahulu memilahnya. Semakin spesifik pemilahan yang dilakukan, nilai rupiah yang akan didapatkan semakin besar.
Setiap rumah tangga atau nasabah bank sampah sendiri tidak serta-merta mendapatkan nilai rupiah yang tinggi dengan menabung sampah. “Tidak banyak nilainya, sampah selama satu bulan itu saja total nilainya sekitar Rp500.000. Tetapi ada salah satu nasabah yang sampai beli batik dari nabung sampah. Dia mengangsur dari pinjaman uang bank sampah, diangsur [dengan sampah] mungkin bisa setahun,” kata dia kepada Harian Jogja, Jumat (24/8).
Menurut Erwan, menabung di bank sampah tidak semata-mata demi rupiah. Lebih dari itu, warga mendapat banyak faedah. Sampah di permukiman semakin berkurang.
Sebelum adanya bank sampah, dahulu satu RW yang terdiri dari 150 keluarga dan sekitar 500 jiwa ini setiap pekan menghasilkan sekitar 1,5 ton sampah rumah tangga. Namun kemudian setelah ada bank sampah yang didirikan pada 2011 lalu, penduduk RW 26 diwajibkan memilah sampah organik dan nonorganik.
Setiap dasawisma disediakan satu pembuangan berupa sumur bis beton untuk menampung sampah organik yang kemudian menjadi pupuk kompos. Sementara, sampah nonorganik seperti plastik, kertas, maupun minyak goreng dipilah untuk disetorkan ke bank sampah.
Di bank sampah, petugas mencatat setiap nasabah yang mengumpulkan sampah. Sampah kemudian dipilah, dipisahkan mana yang bisa didaur ulang dan mana yang harus dibuang. Pengepul kemudian mengambil sampah yang tak lagi bisa dimanfaatkan.
Sampah yang tak dibuang kemudian dibentuk bermacam-macam rupa. Kertas dianyam untuk menjadi pot, potongan plastik dirangkai menjadi piring atau buket bunga. Erwan juga menjadi salah satu yang menginisiasi untuk mendaur ulang sampah menjadi benda bernilai seni.
Pria lulusan Pendidikan Seni Rupa Univeritas Negeri Yogyakarta (UNY) ini menciptakan lukisan dari plastik dan bubur kertas. “Ini terbuat dari plastik yang saya potong dan saya setrika,” kata dia sambil menunjukkan lukisan tanaman terbuat dari plastik yang telah difigura.
Hasil karyanya itu biasa ia jual dengan harga Rp200.000 hingga Rp300.000.
Di mata warga yang lain, bank sampah dinilai sangat bermanfaat. Laily Wahyuningsih mengaku telah menjadi nasabah Bank Sampah Griya Sapulidi sejak lama. Menjadi nasabah membuatnya memperoleh banyak manfaat.
“Pernah saya dipinjami uang kalau ditotal lebih dari Rp300.000 [dari Bank Sampah Griya Sapulidi], tahu-tahu sudah lunas. Dipinjami uang bayarnya pakai sampah,” kata perempuan yang berprofesi sebagai guru ini.
Bank sampah juga telah membawa perubahan bagi warga menjadi lebih sadar lingkungan dan peduli dengan sampah. “Saya jadi terbiasa memilah sampah di rumah. Kalau ada pertemuan-pertemuan jadi risih rasanya kalau tidak memilah sampah, melipat kardus makan tercecer di mana-mana.” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk
Advertisement
Berita Populer
- Ini Tantangan Mendesak UMKM Jogja untuk Naik Kelas
- KPU Jogja Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pilkada 2024, Hadiah Rp18 Juta
- Jadwal Donor dan Stok Darah di Jogja, Selasa 7 Mei 2024
- Alasan Manajemen PSIM Percayakan Seto Sebagai Pelatih Kepala Laskar Mataram
- Dua Pekerja Bangunan di Jogja Tertimpa Cor Beton, Satu Tewas
Advertisement
Advertisement