Advertisement

Geliat KBA Kemuning Bangun Oase di Gunungsewu

Abdul Hamied Razak
Rabu, 14 November 2018 - 19:37 WIB
Kusnul Isti Qomah
Geliat KBA Kemuning Bangun Oase di Gunungsewu Telaga Kemuning di Patuk, Gunungkidul. - Harian Jogja/Abdul Hamid Razak

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Ratusan warga Kemuning, Patuk, Gunungkidul bermimpi membangun sebuah oase di tengah cadasnya tanah bebatuan pegunungan sewu. Seperti apa semangat warga membangun oase untuk sumber penghidupan mereka?

Lokasi Dusun Kemuning, Desa Bunder, Kecamatan Patuk Gunungkidul cukup terpencil. Lokasinya sekitar 30 km dari pusat Kota Jogja. Untuk menuju ke lokasi setidaknya menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Letaknya berada di daerah paling tinggi di wilayah itu. Untuk sampai ke lokasi, ada dua jalur yang bisa ditempuh. Satu jalur bisa melalui dari pertigaan Kerjan ke Selatan, sementara jalur lainnya bisa ditempuh melalui Bundaran Sambi Pitu.

Advertisement

Masyarakat di desa Bunder termasuk tradisional. Mereka masih banyak yang mempertahankan bangunan rumah berbentuk limas. Baik yang permanen maupun semi permanen. Suasana desa dipadu lingkungan yang masih asri menambah daya tarik saat berkunjung ke bagian tengah bumi Handayani itu. Maklum, Dusun Kemuning berada di kawasan hutan milik Perhutani dan Wanagama. Sayangnya, akses jalan menuju dusun Kemuning masih berupa jalan perintis, hanya diberi cor beton pada sisi kanan kirinya. Meski begitu, jalan yang dibangun itu sangat membantu warga untuk menggerakkan roda perekonomiannya.

Siti Romlah, 45, salah satu dari sekian banyak perempuan di Dusun Kemuning. Ia berjuang dan ingin membangkitkan ketertinggalan warga dari segala hal Terutama di sektor ekonomi. Bersama 23 perempuan lainnya, mereka tergabung dalam UKM Oase Kemuning Gunungsewu. Sejak 2013, Romlah sedikit demi sedikit menggerakkan ibu-ibu rumah tangga untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Mereka mengandalkan potensi pertanian seperti singkong dan pisang. Bahan baku yang mudah ditanam warga itu kemudian diproduksi sebagai panganan olahan. Gunungkidul sendiri memang terkenal dengan produksi singkong. Dalam setahun, kawasan ini mampu menghasilkan setidaknya 850.000 ton singkong.

"Banyak macam panganan olahan yang kami produksi. Mulai Lempeng singkong, geplek geprek, jenang pisang uter, dan lainnya," sapa Romlah, beberapa waktu lalu.

Saat Harian Jogja mengunjungi rumah produksi UKM Oase Kemuning Gunungsewu, sejumlah ibu sibuk menyiapkan bahan untuk diolah. Mereka dibagi dalam beberapa kelompok. Ada yang mengolah jenang dodol singkong, membuat geplek geprek, sebagian lainnya menyiapkan lempeng singkong.

"Geplek gaprek salah satu panganan khas dari dusun kami. Bahan bakunya dari singkong. Singkong di sini murah karena ditanam sendiri oleh warga," katanya kepada Harianjogja.com.

Gaplek selama ini menjadi makanan khas daerah pegunungan Kidul. Bahan baku dibuat dari Singkong dengan proses fermentasi. Sejak dulu, gaplek biasa diolah menjadi nasi tiwul untuk gaplek putih sementara gaplek hitam biasanya dijadikan gatot. Panganan ini sempat menjadi makanan pokok orang Gunungkidul. Ini dikarenakan lahan pertanian mereka hanya cocok untuk ditanami singkong.

Adapun geprek cara menyajikan makanan dengan menumbuk makanan menggunakan cobek. Belakangan ini, geprek biasa dilakukan di warung-warung makan yang menyajikan geprek ayam ataupun geprek bebek.

"Untuk satu geplek geprek kami hargai Rp8.000, setiap hari kami membuat 5kg kecuali ada pesanan," kata Ketua UKM Oase Gunungsewu Kemuning itu.

Aktivitas produksi panganan olahan itu dilakukan di sela-sela mereka bertani atau mencari rumput untuk ternaknya. Itu dikarenakan profesi penduduk Kemuning adalah petani dan peternak. Selama kemarau, ibu-ibu rumah tangga kesulitan mencari rumput sehingga aktivitas banyak dialihkan untuk memproduksi panganan olahan.

"Hasilnya memang tidak langsung bisa dinikmati. Kami tabung. Kami bagikan keuntungannya menjelang lebaran dengan sistem dibagi rata, sebagian sisihkan untuk modal usaha dan kas dusun," jelas Romlah.

Pola pembagian hasil seperti itu sudah disepakati sembari warga mencari sumber penghasilan yang lainnya. Selain bertani dan beternak, sumber pemasukan lainnya berasal dari Bank Sampah Kampung Berseri Astra (KBA) Kemuning. Semua jenis sampah dihargai dengan rupiah. Pecahan kaca, misalnya, perkg dihargai Rp50, plastik warna Rp200 perkg sementara botol plastik per biji dihargai Rp50.

Bank sampah ini dikelola juga oleh para ibu Kader Posyandu. Sekretaris Bank Sampah KBA Kemuning Endang Winarsih bercerita jika aktivitas pengumpulan sampah dilakukan dua kali dalam sepekan. Mereka mengumpulkan sampah dari rumah warga di empat RT berbeda. Sampah yang terkumpul kemudian dipilah sebelum dijual.

Hebatnya, Bank Sampah yang didirikan sejak 2016 itu memiliki slogan 'Sampahku Amalku'. Itu dikarenakan hasil penjualannya dimasukkan kas Posyandu sebagai dana kesehatan. Dengan pola seperti ini, operasional dan setiap kegiatan Posyandu terus berjalan tanpa halangan.

"Sebulan rata-rata pendapatan dari bank sampah ini Rp150.000. Kami masih dalam tahap memilah sampah, belum ketahap daur ulang. Sebenarnya kami ingin masuk tahap daur ulang, tetapi belum ada kader yang ikut pelatihan," kata Endang.

Potensi Wisata

Dukuh Kemuning Suhardi menjelaskan sejak tahun 2016, dusun Kemuning menjadi salah satu dari 77 Kampung Berseri Astra (KBA) yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Dusun tersebut dihuni oleh sebanyak 113 KK atau 357 jiwa. Mereka tersebar di satu 1 RW dan empat RT.

Mayoritas penduduknya bertani dan beternak. Sebelum dipilih sebagai KBA, dusun ini termasuk tertinggal. Bahkan penduduknya sempat terisolasi akibat putusnya jembatan penghubung usai gempa bumi 2006 lalu.

"Setelah menjadi KBA, kami fokus mengerjakan keempat pilar Astra mulai Kesehatan, Lingkungan, Pendidikan dan Kewirausahaan," katanya.

Sekarang, kata Suhardi, anak-anak dusun sudah bisa sekolah PAUD. Mereka bahkan memiliki gedung PAUD sendiri. Kearifan lokal untuk menjaga lingkungan juga dipegang teguh warga. Selain menjaga kawasan hutan agar tetap alami, warga juga melakukan pengolahan sampah menjadi bahan pakan ikan ataupun tenak. Warga juga menggalakkan penghijauan di setiap halaman rumah.

Untuk kesehatan warga, mereka dibantu oleh kader Posyandu dan dokter muda dari UGM yang datang setiap bulan sekali. "Kalau kader Puskesmas setiap tiga bulan sekali untuk memeriksa. Sesekali Balita dan Lansia mendapat pemberian makanan tambahan," cerita dukuh yang menjabat sejak 2011 lalu itu.

Sektor wisata, katanya, terutama telaga Kemuning akan dijadikan andalan untuk menjadi sumber baru ekonomi warga. Keinginan itu bukan tanpa sebab. Selain sudah mulai dikunjungi para pemancing, danau itu juga sering dikunjungi wisatawan. Di kampung ini juga ada kelompok kesenian dari warga yang terus dilestarikan. Mulai Seni Gamelan dan Wayang Kulit, Kirab Budaya, Tari Pasukan Kuda Lumping hingga Seni Jathilan.

Ke depan, kata Suhardi, warga akan membangun kampung apung di tengah danau seluas satu hektar dengan kedalaman tiga meter itu. Pengembangan tersebut akan ditopang dengan potensi kuliner. Warga, katanya, bisa menyajikan makanan di pinggir danau. Jika kampung apung terealisasi wisatawan bisa menikmati kuliner di tengah danau. Tidak hanya itu, warga juga menyiapkan skema paket wisata untuk mendulang jumlah wisatawan yang datang. Mulai wisata kuliner, wisata budaya, dan juga wisata sejarah.

Dia bersyukur warga sangat kompak untuk mewujudkan itu. Mereka saling membantu dan bergotongroyong. Termasuk para pemuda dusun yang menurut Suhardi tak lagi mau bertani. "Karena yang muda-muda lembek bertani, kami akan larikan mereka ke sektor wisata. Apalagi ada potensi danau Kemuning yang tinggal dipoles dan dikembangkan," ujar dia.

Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk Boy Kelana Soebroto mengatakan sejak dipilih sebagai KBA, perkembangan Kemuning menunjukkan perkembangan yang positif. Statusnya saat ini masuk kategori KBA Nindya atau bintang tiga. Untuk mencapai status sebagai KBA Utama hingga Kencana, KBA Kemuning masih perlu untuk terus berjuang menyesuaikan proyeksi, sesuai dengan target yang ditetapkan.

"Astra hanya fasilitator. Memberikan kail. Yang menjalankan dan menikmati hasilnya adalah masyarakat," katanya.

Untuk terus meningkatkan status KBA, warga diminta untuk terus bahu membahu menjalankan program yang dicanangkan dengan baik. Perjuangan itu perlu terus dilakukan untuk menunjang wilayah desa yang bersih, sehat, cerdas, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

"Program yang diimplementasikan berbasis pada konsep pengembangan yang mengintegrasikan empat pilar program CSR. Ini membutuhkan dukungan semua pihak," katanya. Semoga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

9 Daerah di Jateng Berstatus Tanggap Darurat Bencana, Pj Gubernur: Tingkatkan Kesiapsiagaan

News
| Selasa, 19 Maret 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement