Advertisement

Menjadi ODHA sejak Lahir, Zefirus Berhak Bahagia seperti Anak Lainnya

Uli Febriarni
Sabtu, 01 Desember 2018 - 07:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
Menjadi ODHA sejak Lahir, Zefirus Berhak Bahagia seperti Anak Lainnya Zefirus, nama samaran, bermain di salah satu sisi sekolahnya, Jumat (30/11/2018). - Harian Jogja/Uli Febriarni

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Setiap 1 Desember Dunia memperingati Hari AIDS. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak hanya berasal dari orang dewasa, anak-anak yang baru lahir pun bisa langsung terjangkiti virus ini jika ibunya mengidap HIV/AIDS. Berikut laporan yang dihimpun oleh wartawan Harian Jogja, Uli Febriarni.

 Zefirus, bukan nama sebenarnya, mengintip dari tepian rangka pintu kelasnya di salah satu sekolah dasar di sebuah kecamatan di bagian Selatan Kulonprogo, Jumat (30/11/2018). Kemudian dengan cepat, anak kelahiran Sukoharjo itu melesat keluar dari ruangan kelasnya bersama teman-temannya yang mengenakan seragam senada dengannya, baju berkerah koko berwarna oranye.

Advertisement

Tawanya pecah dan riuh meramaikan teras kelas. Layaknya anak lelaki pada umumnya, ia dan teman-temannya saling rangkul, saling dorong hingga berguling-guling bersama di lantai ruangan kelas. Mereka bergulat dengan tetap mengeluarkan tawa yang ramai dan suara melengking khas pita suara lelaki yang belum pecah.

"Ayo foto ayo iki arep difoto iki lho," ujar Zefirus kepada temannya, saat wartawan mengabadikan citra diri Zefirus dan kedua temannya.

Anak yang lahir pada awal 2012 itu, selanjutnya menapaki tangga perosotan di halaman kelas yang bertuliskan satuan-satuan ukuran. Semakin tinggi tangga menuju perosotan, satuan yang tertulis adalah satuan ukuran terbesar.

Hanya saja, saat disapa, ia diam, tak menjawab. Terus berlalu kembali menuju ruang kelasnya. Siang itu, sebelum memasuki waktu Salat Jumat, anak-anak kelas satu belajar Matematika.

Zefirus tak ubahnya anak-anak sebayanya. Tak ada keanehan jika diperhatikan. Namun, siapa sangka, Zefirus mengidap HIV/AIDS, penyakit yang hingga kini belum ada obatnya itu. Penyakit itu dia derita sejak dia lahir.

Zefirus adalah putra dari seorang ibu pengidap HIV positif yang diperkirakan tertular dari pasangannya. Suaminya telah berpulang lebih dahulu, disusul sang ibu yang juga berpulang tiga bulan kemudian. Hidup sebagai yatim piatu mau tak mau memaksa Zefirus pindah ke Kulonprogo untuk tinggal bersama kakeknya.

Tak sempat menyelesaikan masa Taman Kanak-kanak saat masih tinggal di Sukoharjo, Zefirus cukup kesulitan mengikuti pelajaran. Tapi setidaknya, ia mampu mengenal angka-angka. Terlihat kala ia diminta menyebutkan satu per satu angka yang ada di halaman buku pelajaran di hadapannya.

"Itu angka satu, .... angka dua.... angka tiga...," dan seterusnya, demikian Zefirus mampu menyebutkan angka-angka itu dengan baik. Tapi kemudian ia diam lagi.

Wali Kelas Zefirus, Sri W mengungkapkan Zefirus yang sekarang terlihat jauh berbeda dibandingkan pada hari-hari pertama sekolah. Begitu juga dengan kemampuannya memahami pelajaran.

"Dulu kalau sekolah harus ditunggu oleh mbahnya [kakek], sekarang keberaniannya sudah bagus, sudah bisa ditinggal," kata dia.

Kalau dengan orang-orang, anak satu itu cenderung ramah dan mudah mencari perhatian. Namun akan berubah menjadi pemalu, kala diajak berbicara langsung. Perilaku itu baru akan berubah bila Zefirus telah mengenali orang tersebut, seiring berputarnya waktu.

Hari ke hari, dari yang diamati pihak guru, Zefirus beraktivitas layaknya anak-anak seusianya. Bermain, melompat, bernyanyi, mengerjakan tugas kelas dan pekerjaan rumah. Sri mengenal Zefirus sebagai anak yang menyukai pelajaran menggambar dan sangat gesit kala mengikuti pelajaran olahraga.

"Tapi kalau saya perhatikan, ternyata dia itu kalau main bola jago menendang pakai kaki kiri, tendangannya kuat, sangat bertenaga," ucapnya.

Tak berselang lama setelah kalimat terakhir tadi, Sri masuk kembali ke dalam kelas, di kursi deretan paling belakang. Zefirus terlihat sibuk dengan kertas-kertas bergambar dan penuh warna. Ada gambar badut, gambar truk. Semua dicoraki dengan warna yang berbeda-beda. Gambar-gambar itu diwarnai dengan pensil warna dan krayon. Namun ada satu yang menonjol dan tampak berbeda, gambar bebek dengan kolase dari kertas warna. Menempel lekat, agak renggang potongan demi potongan, namun sedap dipandang mata.

Erna Prajanti, konselor VCT HIV di salah satu puskesmas yang menangani Zafirus, mengungkapkan apa yang tampak dalam diri Zefirus adalah yang sesungguhnya tampil dari diri seorang anak dengan HIV positif. Tak ada yang berbeda dari pribadi seorang anak dengan HIV positif dibandingkan anak-anak pada umumnya. Kehadiran mereka tetap memberikan warna dalam kehidupan.

Seingat Erna, 19 Desember 2012 Zefirus dibawa ke Puskesmas tempat ia bekerja. Hanya akta kelahiran yang dimiliki si Zefirus kecil. Kala Puskesmas melihat rekam medis, tercatat anak lelaki itu pernah menderita pilek yang tak kunjung sembuh. Hingga membuatnya kerap keluar masuk rumah sakit. Ditambah lagi sejarah konsumsi air susu ibu yang hanya tiga bulan.

Di suatu ketika, ia diketahui mengidap tuberkulosis anak yang mengharuskannyamendapat pengobatan di RS Respira, Bantul. Sekitar awal 2017 ia dirujuk ke RSUP Dr Sardjito dan dinyatakan positif terinfeksi HIV. Padahal kala itu, tuberkulosis yang diidapnya sudah membaik dan berangsur bersih dari tubuhnya.

Tak pelak, si kecil itu resmi dinyatakan wajib menelan ARV setiap hari. Tanpa boleh terputus. Bila sebelumnya ia mendapatkan obat dari RSUP Dr Sardjito, sejak enam bulan terakhir ia bisa mendapatkan obat itu di RSUD Wates.

Erna mengungkapkan penanganan pada ODHA anak kecil dan dewasa tak ada bedanya. Poin lain yang menurut dia penting, masyarakat yang tinggal bersama ODHA perlu dipersiapkan dan diberi pemahaman akan kehadiran Zefirus. Hal itu yang menjadi alasan dirinya melakukan sosialisasi bersama kepala dusun dan sejumlah tokoh masyarakat di sekitar tempat tinggal Zefirus. Di sana, dipaparkan perihal cara bersosialisasi dengan seorang ODHA yang tak perlu dibeda-bedakan dengan anak sehat. Termasuk juga memberikan informasi tentang cara penularan HIV dan AIDS yang tidak semudah penyakit lain.

Perlahan tapi pasti, kehadiran Zefirus bukan menjadi masalah bagi warga. Penerimaan tulus seakan menjadi kunci. Mereka semua seolah sadar, Zefirus hanyalah korban. Tak ada yang salah dalam dirinya sebagai anak dengan HIV positif. Zefirus berhak bahagia, sama seperti anak-anak lainnya, berhak mendapat pendidikan.

Satu yang perlu ditekankan oleh masyarakat yang tinggal dan berinteraksi bersama ODHA. Mereka perlu memahami, ODHA memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih rendah ketimbang orang tanpa HIV/AIDS.

"Jadi kalau misalnya kita yang sehat ini sedang pilek, sebisa mungkin mengurangi interaksi dengan ODHA, mereka mudah sekali tertular. Bukan malah sebaliknya," ungkapnya. ([email protected])

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Setelah Lima Hari, 2 Wisatawan yang Berenang di Zona Hahaya Pangandaran Ditemukan Tewas

News
| Rabu, 24 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement