Advertisement
FASILITAS DIFABEL : Penyandang Disabilitas Berharap Kategori Miskin dan Tidak Miskin Dihilangkan

Advertisement
Pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas di DIY masih belum optimal
Harianjogja.com, JOGJA--Pemenuhan hak-hak bagi penyandang disabilitas di DIY masih belum optimal. Beberapa hal mendasar seperti kurang tersedianya aksesibilitas di ruang publik, lemahnya perlindungan hukum, ketiadaan alat bantu komunikasi, serta susahnya pelayanan kesehatan masih menjadi persoalan utama kaum disabilitas.
Advertisement
Ketua Komite dan Pemenuhan Hak Difabel DIY, Setya Adi Purwanta mengatakan selama ini pihaknya aktif mendorong pemerintah agar menyediakan akses yang layak agar mobilitas dan keinginan berkomunikasi penyandang disabilitas bisa terpenuhi.
Tanpa mobilitas dan kemudahan berkomunikasi, menurut Setya, para penyandang disabilitas akan tetap menderita. Karena, ia mengatakan, salah dua prasyarat kesejahteraan manusia adalah adanya adanya aksesibilitas yang menjamin mobilitas serta komunikasi.
“Aksesibiltas menuju fasilitas publik dan tempat ibadah sangat kurang. Mereka mau ketemu Tuhannya saja susah [apalagi sejahtera],” kata Setya dalam diskusi bertema Peringatan 3 Tahun Berlakunya Perda DIY No 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Angkringan Kobar, Kota Baru, Rabu (24/5/2017).
Setya menambahkan, dari sisi pelayanan kesehatan, penyandang disabilitas juga mengalami diskriminasi. Ia mengatakan, Pemda DIY sebenarnya sudah melakukan suatu terobosan yang sangat bagus dalam hal pelayanan kesehatan dengan menyediakan Jaminan Kesehatan Khusus [Jamkesus].
Hanya saja, Jamkesus masih memiliki kekurangan yang cukup vital. Jamkesus tersebut hanya diberikan kepada penyandang disabilitas yang masuk katergori miskin. Syarat ini menurut Setya sangat tidak masuk akal, karena indikator kemiskinan antara orang umum dan penyandang disabilitas tidak bisa disamakan.
“Gaji Rp1,5 juta antara orang biasa dan penyandang disabilitas itu sangat berbeda. Penyandang disabilitas kalau mau gerak saja bayar. Mau jalan, kesandung, kakinya luka. Ibu-ibu berkursi roda kalau hamil harus operasi Caesar.”
Karena itulah Setya mendorong agar kategori miskin dan tidak miskin sebaiknya dihilangkan saja dalam Perda No 4 Tahun 2012 Tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Apalagi, imbuhnya, Undang-Undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, yang notabene merupakan produk perundangan-undangan yang lebih tinggi dari perda, sudah menghilangkan kategori miskin dan tidak miskin.
Selain dari sisi aksesibilitas dan pelayanan kesehatan, penyandang disabilitas juga masih belum mendapatkan perlindungan hukum. Setya mencatat selama tiga tahun belakangan ini ada sekitar 118 kasus kekerasan kepada penyandang disabilitas, tapi hanya sekitar lima kasus yang selesai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Banjir dan Tembok Ambrol Diterjang Banjir, Penjaga Sekolah SD Bogem II di Sleman Diungsikan
- Jadwal KRL Jogja Solo Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu hingga Palur
- Jadwal Terbaru KRL Solo Jogja Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Berangkat dari Stasiun Palur hingga Lempuyangan
- Jangan Sampai Telat, Jadwal SIM Ditlantas Polda DIY Selama Mei 2025
- Jadwal Prameks Jogja-Kutoarjo Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Naik dari Stasiun Tugu hingga Kutoarjo
Advertisement