Advertisement
Pengamalan Pancasila Solusi Ampuh untuk Hadapi Permasalahan Bangsa

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL – Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana menilai Pancasila menjadi solusi yang ampuh untuk menyelesaikan permasalahan bangsa. Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara dalam bedah buku berjudul Pancasila Dasar Negara: Khusus Pancasila Oleh Soekarno di Aula Desa Sumberagung, Jetis, Kamis (27/9/2018).
Menurut dia, di dalam sila-sila Pancasila terkandung banyak makna untuk memperkuat kesatuan dan kesatuan, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan adil dan makmur.
“Pancasila sebagai dasar Negara maka harus kita amalkan. Saya yakin, jika seluruh warga Negara mengamalkan maka masalah-masalah yang dihadapi bangsa dapat dipecahkan,” katanya kepada wartawan di sela-sela kegiatan bedah buku, kemarin.
Yoeke menyatakan, permasalah yang dihadapi sangat komplek, mulai dari ancaman disintergrasi bangsa, kesejahteraan masyarakat hingga masalah agama. Menurut dia, pengalaman sila-sila dalam Pancasila tidaklah sulit. Sebagai contoh, dengan menghormati keyakinan dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain sudah merupakan wujud dari pengamalan sila pertama dalam Pancasila.
“Hal yang sama saat kita menerapkan prinsip dimana bumi dipijak, maka langit dijunjung. Dengan menghormati nilai-nila budaya yang dimiliki warga yang lain juga sudah merupakan pengamalan dari Pancasila,” tutur Yoeke.
Hal tak jauh berbeda diungkapkan oleh Ketua Pusat Studi Pancasila, UGM, Heri Santoso. Menurut dia, Pancasila sebagai dasar Negara harus terus dijaga agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan terhindar dari perpecahan. “Untuk bisa tetap kokoh, warga Negara harus mengamalkan sila-sila dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan tidak hanya sebatas slogan semata,” kata Heri.
Dijelaskannya, akhir-akhir ini mencuat berbagai versi Pancasila yang diklaim oleh golongan tertentu. Sesuai dengan sejarah lahirnya Pancasila, pembahasan dasar Negara oleh bapak pendiri bangsa, ada tiga versi. Pertama ide Pancasila oleh Soekarno yang dikemukakan pada 1 Juni 1945, Pancasila versi 22 Juni 1945, serta Pancasila versi 18 Agustus 1945.
“Padahal semua sama karena ketiganya dibahas satu rangkaian untuk penyempurnaan dalam pendirian dasar Negara sehingga tidak harus dipersoalkan versi yang mana dan milik siapa,” ungkapnya.
Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY Monika Nur Lastiyani mengatakan, bedah buku merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh Pemerintah DIY sejak 2017 lalu. Dia pun berharap, pascabedah buku para peserta mendapatkan pengetahuan dan bisa menghasilkan sebuah karya seperti apa yang telah dipelajari. “Jadi untuk tema dalam bedah buku berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi maupun potensi di wilayah setempat,” katanya.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Mayoritas Publik Puas dengan Kinerja Setahun Prabowo-Gibran
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement