Advertisement
Aktivitas Tambang di Grigak Kulonprogo Ancam Permukiman Warga

Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO - Sejumlah bangunan warga di RT 19 Grigak, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo terancam longsor akibat aktivitas tambang.
Warga mengeluh, sebelum alat berat masuk dan mengeruk tanah tidak ada sosialisasi dari pihak penyelenggara maupun pelaksana.
Advertisement
Salah satu pemilik lahan di RT. 19 Munjid Alamsyah dan Tri Wanto di Kulonprogo, mengatakan aktivitas tambang tersebut sebelumnya hanya ada di RT. 18. Namun selama sebulan terakhir aktivitas tambang itu merambat hingga RT. 19.
“Izinnya ke RT. 18, kemudian melebihi target sampai ke RT. 19 tanpa sosialisasi, tidak warga yang disosialisasi. Tidak ada izin resmi, izin omong-omong saja langsung dikeruk,” kata Munjid dalam rilisnya.
BACA JUGA
Ia mengungkapkan luas lahan RT. 19 yang sudah digali mencapai 1 hektar, seluruhnya merupakan pekarangan. Setiap hari kecuali saat hujan, terlihat alat berat menggali tanah dan lalu-lalang truk mengangkut tanah.
Bangunan yang menjadi batas terakhir terancam longsor jika terjadi lantaran hanya berjarak satu meter dari tebing curam hasil galian sedalam 10 meter.
“Bangunan terakhir rumah singgah dan pengelolaan, buat pembelajaran masyarakat, sama ada kandang dulunya kandang ternak . Tanpa ada sosialisasi, tiba-tiba terhimpit. Kita dikasih tahu sudah terhimpit tinggal satu meter, langsung ke bawah tegak lurus sekitar 10 meter,” jelasnya.
Munjid dan wanto mengatakan, jika bangunan terakhir itu dirobohkan untuk dikeruk tanahnya, dikhawatirkan aktivitas pertambangan semakin meluas dan dampak pasca tambang semakin mendekat ke warga sekitar. Sebab, jarak antara galian tambang ke pemukiman terdekat hanya sekitar 20 meter.
“Saya ngomong-ngomong sama warga, mereka senang kalau kandang sama bangunan terakhir itu dipertahankan,” katanya.
Pemilik bangunan terakhir, lanjut Munjid, sebenarnya memperbolehkan lahan tersebut digali dengan syarat setidaknya dibuatkan talud dan dibangun Kembali rumah tinggal. Namun pihak pelaksana tidak menyanggupi dan terkesan lepas tangan jika terjadi sesuatu yang buruk pasca penambangan. Bahkan warga tidak tahu lahan galian tersebut ke depannya akan difungsikan sebagai apa.
“Setelah tambang selesai tidak tahu mau dibuat gimana, gambarnya seperti apa masyarakat tidak tahu. Cuma kata Pak Dukuh yang di RT. 18 dibuat pembuatan bibit, yang RT. 19 belum tahu,” sambungnya.
Warga pun bingung bagaimana menyikapi persoalan ini. Pasalnya, mayoritas warga berprofesi sebagai petani dan tidak paham regulasi melaporkan tambang ilegal ini. Selama ini warga hanya membiarkan saja adanya aktivitas tambang tersebut.
“Warga bingung lapor ke mana, kalau ke kabupaten ketemu siapa bingung. Tingkat pengetahuannya beda sama orang kota. Ada penambangan ya dibiarkan saja, mau berargumentasi sama (ketua) RT, Dukuh, gitu juga nggak sampai,” terangnya.
Meski demikian, pihaknya berencana untuk melapor, entah atas nama pribadi maupun kelompok. Sebab, dampak dari tambang ini bisa berkepanjangan, terlebih tidak ada izin maupun sosialisasi kepada warga.
"Kalau saya melihat seperti ANDAL (analisis dampak lingkungan hidup) dan sebagainya tidak ada. Jauh lebih bahaya soalnya dari permukaan tanah yang sebenarnya (dalamnya) lebih dari 10 meter, jadi tebing curam 10 meter tanpa ada terasering. Tanahnya itu lumpur, tidak ada bucket, tidak pondasi, tepi kendang dan rumah tinggal riskan kalau hujan. Kalau kena air, longsor, yaudah,” imbuhnya.
“Yang saya lihat dampaknya lebih parah, warga mau berkeluh kesah sama siapa tidak berani, akhirnya saya siap bantu di depan, jadi tempat keluhannya. Kalau penambangan sesuai prosedur kita bisa menerima, karena saya lihat tidak transparan dan tidak sesuai, kebanyakan merugikan warga, ya kita bakal lapor,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

BRIN Temukan Mikroplastik di Air Hujan Jakarta, Ini Dampaknya
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement