Advertisement
Mayoritas EWS Longsor di Gunungkidul Alami Kerusakan

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUGKIDUL—Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul mencatat ada 30 early warning system (EWS) yang terpasang di lokasi rawan longsor. Meski demikian, kondisinya memprihatinkan karena banyak yang rusak sehingga tidak berfungsi dengan baik.
Subkoordinator Kelompok Substansi Pencegahan Bencana, Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi BPBD Gunungkidul, Agus Wibawa Arifianto mengatakan, hingga sekarang ada 30 EWS yang terpasang untuk deteksi dini longsor. Alat-alat ini terpasang di daerah zona merah longsor seperti di Kapanewon Semin, Nglipar, Gedangsari, Patuk, Purwosari, hingga Ponjong.
Advertisement
Meski demikian, ia tidak menampik kondisi alat deteksi ini banyak yang rusak. Pasalnya, dari 30 unit yang terpasang, hanya lima EWS yang dapat berfungsi dengan baik.
“Tentu ini menjadi kendala dalam upaya mitigasi, khususnya dari ancaman longsor. Peringatan yang ada hanya mengandalkan informasi peringatan dini cuaca ekstrem yang dikeluarkan BMKG,” kata Agus, Jumat (17/10/2025).
BACA JUGA
Disinggung mengenai upaya perbaikan, pihaknya tidak dapat berbuat banyak karena alat-alat tersebut sudah dihibahkan kepada pemerintah kalurahan setempat. Oleh karenanya, Agus berharap ada komitmen dari kalurahan untuk merawat karena menjadi bagian untuk deteksi dini bahaya longsor.
“Sudah dihibahkan. Jadi, kewenangan untuk pemeliharaan ada di kalurahan yang mendapatkan bantuan tersebut,” katanya.
Hal tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul, Purwono. Menurut dia, sudah ada pengecekan terhadap EWS longsor yang terpasang di sejumlah titik rawan dan kondisinya banyak yang rusak.
“Banyak yang bermasalah mulai dari kerusakan aki atau kendala lain sehingga alat tidak berfungsi dengan normal,” katanya.
Purwono tidak menampik kerusakan alat ini sangat berpengaruh terhadap upaya mitigasi, salah satunya untuk deteksi dini kejadian longsor di lokasi rawan. “Untuk pemeliharaan, kami akan menggandeng pemerintah kalurahan yang ada EWS,” katanya.
Purwono menambahkan, berdasarkan hasil koordinasi dengan BMKG DIY, wilayah Gunungkidul akan memasuki musim hujan pada akhir Oktober. Masyarakat pun diminta mewaspadai terjadinya cuaca ekstrem yang berpotensi menyebabkan bencana alam.
“Kehati-hatian dan kewaspadaan dibutuhkan untuk menekan dampak dari terjadinya cuaca ekstrem. Kita juga terus berupaya memperluas jejaringan kalurahan tangguh bencana di Gunungkidul,” katanya.
Menurut dia, dampak dari cuaca ekstrem tidak hanya angin kencang, tetapi juga ada potensi lain seperti banjir maupun tanah longsor. Purwono mengakui sudah membuat kajian terkait potensi bencana di Gunungkidul.
Untuk banjir, potensinya ada di sepanjang aliran Kali Oya. Selain itu, juga ada beberapa titik di Kapanewon Girisubo. Potensi longsor didominasi di zona utara Gunungkidul, meliputi Kapanewon Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Ponjong.
“Untuk angin kencang, potensinya menyebar di seluruh wilayah di Gunungkidul,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Thai AirAsia Sambung Kembali Penerbangan Internasional di GBIA
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement