Advertisement

Promo November

Tiga Paguyuban di Selatan NYIA Menolak Proyek Penataan Kawasan

Jalu Rahman Dewantara
Rabu, 13 Maret 2019 - 08:17 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Tiga Paguyuban di Selatan NYIA Menolak Proyek Penataan Kawasan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kulonprogo Akhid Nuryati (dua dari kiri) meninjau kondisi tambak udang di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Rabu (20/2/2019).-Harian Jogja - Jalu Rahman Dewantara

Advertisement

Harianjogja.com, TEMON--Penataan kawasan Pantai Glagah dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) mendapat penolakan dari tiga paguyuban yang menaungi para pelaku usaha di selatan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon.

Ketiga paguyuban itu yakni Paguyuban Pondok Laguna Pantai Glagah dan Paguyuban Penginapan Pantai Glagah yang menolak penataan Pantai Glagah. Kemudian terdapat Paguyuban Petambak Udang Galitanjang yang enggan digusur untuk penataan KKOP.

Advertisement

Penolakan penataan ini juga muncul lantaran rasa kekecewaan pelaku usaha terhadap Pemerintah Kabupaten Kulonprogo yang dianggap abai terhadap keberadaan mereka di kawasan tersebut.

Ketua Paguyuban Pondok Laguna Pantai Glagah, Subardi Wiyono mengatakan kekecewaan ini mencuat karena pemkab tidak menyertakan pelaku usaha dalam penyusunan Detailed Engineering Design (DED) kawasan Pantai Glagah yang telah rampung akhir 2018 lalu.

"Dalam penataan harusnya menyerap aspirasi dari pelaku usaha. Pemkab harus duduk bersama, jangan asal pake masterplan, ya kami menolak, karena kami inginnya wisata Glagah jadi wisata alami, tak usah muluk-muluk seperti di masterplan itu," kata Subardi, Selasa (12/3/2019).

Dia mengatakan hingga hari ini, pemkab belum pernah memberikan sosialisasi penataan pantai kepada pelaku usaha. Bahkan jalur audiensi yang ditempuh paguyuban tersebut di kantor DPRD Kulonprogo beberapa waktu lalu dengan harapan bisa bertemu bupati dan jajaran Dinas Pariwisata pun tak membuahkan hasil.  "Pak Bupati dan dinas malah tidak datang, malah kami yang lebih proaktif," ucapnya.

Subardi juga mempertanyakan kemana miliaran uang retribusi yang disetorkan pengelola Pantai Glagah kepada pemkab. Pasalnya sejauh ini belum ada pembangunan nyata di kawasan tersebut. Sedangkan pelaku usaha membutuhkan fasilitas yang layak meliputi pembangunan infrastruktur jalan, pemasangan lampu penerangan jalan umum (LPJU) serta normalisasi laguna agar bisa digunakan sebagai tempat lomba dayung dan permainan air.

"Setiap tahun retribusi dari pantai Glagah mencapai rata-rata Rp2 miliar, tapi tak ada dampaknya buat kami, hanya jalan di pinggir laguna, itupun cuman sebagian, sisanya kami swadaya," kata Subardi.

Hal senada diungkapkan Ketua Penginapan Pantai Glagah, Sarino atau yang kerap disapa Bento. Dia menambahkan dengan adanya penataan pantai Glagah berimbas pada tergusurnya seluruh penginapan di obyek wisata tersebut. Hal itu menjadi kekhawatiran pihaknya lantaran tak ada kejelasan atas nasib pelaku usaha penginapan usai bangunan mereka diratakan, sedangkan para pemilik penginapan menggantungkan hidupnya dari usaha tersebut.

"Bahkan saat ini, sejumlah pekeja di proyek NYIA juga memanfaatkan penginapan tersebut sebagai rumah indekos. Saat ini ada 18 penginapan dengan total kamar mencapai 200-an, tapi kami dianggap ilegal dan tidak tahu nanti nasibnya kaya gimana. Kami ingin tetap berwirausaha jadi kami tak mau digusur," kata dia.

Meski dianggap ilegal, para pemilik penginapan ini tetap rutin membayar pajak penginapan setiap bulannya kepada Pemkab Kulonprogo. "Setiap bulannya kami membayar untuk 18 penginapan itu sekitar Rp4 juta-an. Dulu sempat berhenti satu bulan, tapi lanjut lagi rutin, ya aneh sebenarnya jika kami dianggap ilegal tapi pemkab tetap menerima pajak kami," ujar Bento.

Ketua Paguyuban Petambak Udang Gali Tanjang, Agung Supriyanto dengan tegas menolak proses penataan dan pengosongan lahan tambak untuk KKOP. Jika penggusuran tetap dilakukan, bukan tidak mungkin akan timbul konflik. "Itu kan pertaruhan masa depan kita, kalau terpaksa dengan pertarungan ya mari," ujarnya.

Agung mengungkapkan sebagian besar petambak udang di selatan NYIA merupakan warga terdampak bandara yang telah merelakan tanahnya untuk mendukung pembangunan proyek nasional tersebut. Para petambak ini merasa Pemkab tak acuh terhadap mereka bila harus merelakan tambaknya.

"Kami ini sudah ngalah, ngalih, aja ngasi ngelih [sudah mengalah melepaskan lahan, sudah pergi dari lahan bandara, jangan sampai kelaparan], kami ya tegas menolak rencana tersebut," kata Agung.

Penolakan ini lanjutnya, lantaran kawasan tambak udang di selatan NYIA dianggap tak mengganggu KKOP. Pasalnya, di area tambak tak ada bangunan tinggi yang mengganggu KKOP. Dia memastikan saat ini ratusan tambak udang masih beroperasi.

Setelah panen, petambak bakal kembali menebar benih udang meskipun Pemkab Kulonprogo lewat Dinas Kelautan dan Perikanan telah mewanti-wanti agar tak menebar benih. Saat ini, setidaknya terdapat 150-an unit tambak aktif sepanjang Pantai Glagah hingga Congot.

Sebelumnya Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, mengatakan pihaknya bakal memulai penataan Pantai Glagah dengan menggusur seluruh bangunan meliputi hunian warga, hotel, warung dan tambak udang. Penggusuran ini rencananya akan dilangsungkan setelah NYIA diresmikan April mendatang.

"Penataan kan harus dimulai dengan penggusuran dan para petambak tidak dapat relokasi, karena tambak disitu memang tidak boleh berdiri, karena memang bukan tempat peruntukan budidaya," tegasnya. Selain tambak, Hasto memastikan hotel-hotel di Pantai Glagah juga tidak akan mendapatkan relokasi karena tempat penginapan itu tidak berizin.

Terkait jadwal penggusuran lahan tambak udang di selatan NYIA, Hasto menyatakan bakal dilangsungkan pertengahan Maret. Dengan rencana ini, pemerintah Kabupaten Kulonprogo meminta para petambak untuk tidak melakukan aktivitas tebar benih.

"Kita kondisikan supaya [petambak udang] tidak menebar benih lagi, target saya sebenarnya pertengahan Maret sudah bisa dilakukan," kata Hasto Wardoyo, Senin (4/3).

Hasto mengatakan pihaknya harus segera memberi kepastian kapan penggusuran tersebut bakal dilakukan, jika tidak, petambak berpotensi untuk kembali melakukan aktivitasnya. Atas hal itu kini Pemkab Kulonprogo tengah berupaya melobi Angkasa Pura (AP) 1 selaku rekanan untuk bersama-sama melakukan penyegeraan proses penggusuran.

"Kalau sampai tanggal 5 Maret kami belum melakukan apa-apa nanti petambak bisa kembali lagi beraktivitas," ujar Hasto.

Dalam proses penataan untuk sabuk hijau, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo memang akan dibantu PT.AP 1 sebagai penyokong dana. Hal ini lantaran anggaran yang dimiliki pemerintah tidak mencukupi. "Karena kami terbatas anggaran, dan AP1 sudah menyanggupinya untuk membantu," ucap Hasto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja
Indonesia Menuju Ibu Kota Budaya Dunia

Indonesia Menuju Ibu Kota Budaya Dunia

Jogjapolitan | 8 hours ago

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

KPK Tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Jadi Tersangka Pemerasan dan Gratifikasi

News
| Senin, 25 November 2024, 00:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement