Advertisement
Terpecah Belah saat Pilpres, Indonesia Krisis Selera Humor

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN-- Humor dinilai diperlukan untuk mengkritisi pemerintah yang berkuasa. Hal itu disampaikan komedian sekaligus peneliti humor dan komedi Sakdiyah Ma'ruf, dalam seminar bulanan yang digelar Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Senin (21/10/2019).
Dia mengatakan saat ini Indonesia mengalami krisis selera humor. Hal itu dibuktikan dalam kampanye pada Pemilu 2019, sehingga masyarakat terbelah. "Rakyat terbelah, seolah-olah tidak ada titik temu," kata Sakdiyah Ma'ruf, di Gedung PSKK UGM.
Advertisement
Menurutnya tradisi humor terkait dengan politik mengalami masa keemasan di era pemerintahan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Itu sebabnya kata dia, komedian perlu lebih berani mengkritisi pemerintah terlepas dari jenis lawakannya. Mereka juga diharapkan terbuka untuk membicarakan aspirasi politik.
Adapun di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ia membandingkan, ada program televisi swasta yang mengkritisi pemerintah namun tetap baik-baik saja. "Acara Sentilan Sentilun yang dibawakan oleh budayawan Butet Kertaradjasa dan Slamet Rahardjo," kata dia.
Dikatakannya pula untuk lima tahun ke depan, satir atau sindiran terhadap kondisi politik di Indonesia harus dikedepankan sebagai kontrol terhadap pemerintah. Baginya, satir adalah pilar kelima dalam demokrasi.
"Setelah pers di pilar keempat baru satir dan humor," ungkapnya. Fungsi humor dan satir adalah untuk mengkritisi sebuah keadaan. Masyarakat perlu wadah untuk mengkritisi kondisi bangsa.
Adapun persoalan-persoalan yang bisa dikritisi antara lain sentimen nasionalisme, populisme, atau pemimpin yang tidak berpihak kepada rakyat. Ia mengklaim masih banyak negara yang menghadapi masalah jauh lebih pelik daripada Indonesia tetapi tidak akan mudah menghadapi masalah seperti itu bila tradisi humor berkembang dengan baik. "Akan lebih membantu jika masyarakat punya ruang terkait dengan humor guna membicarakan hal itu [kritik]," jelas dia.
Komedian yang berani mengkritisi pemerintah sejatinya kata dia banyak, namun ada kekhawatiran mereka bakal dijerat pasal tertentu.
Di sisi lain, tradisi menyampaikan aspirasi yang dibalut dengan komedi dan dibekali pengetahuan serta refleksi terhadap persoalan kebangsaan belum banyak dilakukan.
Kondisi pada saat ini lanjut dia berbeda dengan Orde Baru, karena masyarakat saat itu tidak mempunyai ruang untuk mengkritik pemerintah. "Harus diperjelas juga target satir, apakah pemerintah atau organisasi masyarakat [ormas]," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Tiket Gratis Masuk Ancol, Berlaku Bagi Pengunjung Tak Bawa Kendaraan Bermotor
Advertisement
Berita Populer
- Prakiraan Cuaca Jogja dan Sekitarnya Selasa 26 September 2023
- Jadwal Kereta Bandara YIA Reguler Selasa 26 September 2023 dan Cara Pesan Tiket
- Jadwal Pemadaman Listrik di Bantul dan Sleman Selasa 26 September 2023
- Jadwal Kereta Bandara Premium YIA Xpress Selasa 26 September 2023
- Rute Lengkap Trans Jogja! Jalur ke Prambanan, Bandara Adisutjipto Terminal Giwangan dan UGM
Advertisement
Advertisement