Advertisement
4 Warga Gunungkidul Dilaporkan Meninggal karena DBD
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Dinas Kesehatan Gunungkidul mencatatkan kasus penyebaran penyakit demam berdarah mulai menunjukan tren penurunan. Hal ini terjadi dari jumlah kasus tak sebanyak dengan di awal-awal tahun. Meski demikian, masyarakat diimbau tetap waspada karena serangan tetap bisa terjadi kapan saja.
Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, tren penurunan kasus terjadi karena terpengaruh musim yang memasuki kemarau. Adapun dampaknya perkembangan jentik nyamuk aides aegepti tidak semasif pada musim hujan sehingga berpengaruh kasus demam berdarah.
Advertisement
Baca juga: Pemkab Bantul Ancam Tutup Tempat Usaha Tidak Patuh Protokol Kesehatan
“Kasusnya masih ada. Sebagai contoh di Agustus lalu ada 13 kasus penyakit DBD,” kata Dewi kepada Harianjogja.com, Rabu (16/9/2020).
Menurut dia, jika dilihat dari kasus, maka penyebaran tidak sebanyak pada saat kuartal pertama 2020. Selama Januari hingga April, sambung Dewi, kasus setiap bulannya mencapai ratusan penderitan. Bahkan dari serangan tersebut ada laporan empat warga yang meninggal dunia karena penyakit DBD.
Ditambahkannya, hingga akhir Agustus lalu, jumlah warga terserang DBD sebanyak 929 kasus. Jumlah ini naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kasus yang terjadi di 2019. “Tahun lalu tercatat ada 576 kasus warga terserang DBD,” katanya.
Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Sleman Temple Run 2020 Dibatalkan
Dewi berharap masyarakat tetap mewaspadai serangan DBD, meski dalam tren penyebaran yang menurun. Kewaspadaan dapat dilakukan dengan terus menjaga pola hidup bersih sehat dan rajin berolahraga. Selain itu, gerakan menutup, mengubur dan menguras tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk tetap harus dijalankan. “Semakin kecil adanya potensi genagan air, maka potensi penyebaran DBD bisa lebih ditekan,” ungkapnya.
Hal tak jauh berbeda diungkapkan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Gunungkidul, Sumitro. Menurut dia, potensi serangan terbesar terjadi saat puncak musim hujan.
Ia melihat berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, rentang waktu Januari sampai April menjadi masa paling rawan karena jumlah serangan mengalami peningkatan. Selanjutnya tren akan menurun di pertengahan tahun dan akan kembali naik pada saat akhir tahun yang bersamaan dengan masuknya musim hujan. “Trennya memang mengikuti musim. Jika kemarau, kasusnya lebih kecil ketimbang saat musim hujan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Simak Jadwal Pekan Suci 2024 Gereja Katolik di Jogja
- Rekomendasi Makanan Takjil Tradisional di Pasar Ramadan Kauman Jogja
- Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan
- BREAKING NEWS: Gempa Bumi Magnitudo 5 Guncang DIY, Ini Lokasi Pusatnya
- Masjid di DIY Menerima Dana Zakat Mal yang Dihimpun dari Para Dokter
Advertisement
Advertisement