Advertisement
Ribuan Keluarga di Bantul Tinggal di Zona Merah Longsor

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul mencatat masih ada sekitar 2.230 kepala keluarga (KK) di Bantul yang tinggal di zona merah rawan bencana tanah longsor.
Kepala keluarga yang tinggal di zona merah tersebut ada di 21 desa di delapan kecamatan yang paling rawan longsor, yakni di Kretek (Desa Parangtritis), Pundong (Seloharjo), Imogiri (Selopamioro, Sriharjo, Karangtengah, Girirejo, Wukirsari), Dlingo (Muntuk, Dlingo, Jatimulyo, Terong), Pleret (Segoroyoso, Bawuran, Wonolelo), Piyungan (Sitimulyo, Srimulyo, Srimartani), Kasihan (Bangunjiwo), dan Pajangan (Triwidadi dan Guwosari).
Advertisement
Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto mengatakan jawatannya tidak mungkin merelokasi semua kepala keluarga yang tinggal di zona rawan longsor tersebut karena keterbatasan lahan dan anggaran. “Anggaran yang disediakan hanya stimulus untuk bahan bangunan yang besarannya Rp25 juta-30 juta dari APBD,” kata Dwi, saat dihubungi Senin (24/1/2021).
BPBD sudah membicarakan dengan warga yang tinggal di zona merah rawan longsor untuk menyediakan lahan, termasuk rumah warga yang terkena material longsor, beberapa waktu lalu di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan dan di Nglingseng, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo.
Ada delapan KK yang terdampak longsor di dua kecamatan tersebut yang mendesak untuk relokasi. Sebab daerah tersebut sudah tidak layak untuk menjadi pemukiman karena rawan terjadi longsor susulan, “Kalau kami paksakan akan terjadi longsor lagi, kami tidak ingin ada korban jiwa seperti di Sumedang,” ucap Dwi.
Dwi mengatakan sebanyak 3 KK dari 6 KK di Dusun Nglingseng, Desa Muntuk terdampak longsoran yang cukup parah. Bahkan salah satu bangunan rumah bantuan Umah Tidak Layak Huni (RTLH) yang baru saja selesai dibangun rata dengan tanah akibat diterjang material longsoran. Lokasi tersebut masih terancam longsor susulan.
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, “Dengan kejadian seperti itu rumah sudah tidak layak huni,” ucap Dwi.
Soal alat deteksi tanah longsor, Dwi mengakui masih kekurangan. Menurut dia saat ini hanya ada 10 alat deteksi longsor. Padahal idealnya harus ada sekitar 100 alat deteksi tanah longsor yang dipasang di lokasi zona merah rawan longsor. Untuk mengantisipasinya, BPBD Bantul sudah membentuk posko banjir dan longsor (bansor) selama musim hujan.
Posko tersebut siaga 24 jam dengan penjagaan melibatkan relawan bencana dan warga sekitar. Posko yang dipusatkan di desa-desa rawan bansor itu memantau dan melaporkan setiap peristiwa yang terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pesawat Boeing 737 Japan Airlines Alami Gangguan Tekanan Udara, Mendadak Turun dari Ketinggian 26.000 Kaki
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Sempat Viral, Buaya Muara yang Meresahkan Warga di Sungai Progo Bantul Akhirnya Ditangkap
- Dukung Pendidikan dan Industri Ramah Lingkungan, KA Bandara Raih Penghargaan
- Pemkab Bantul Gelontorkan Rp1 Miliar untuk Perkuat Koperasi Desa Merah Putih
- Penataan Lempuyangan, Juru Bicara Warga Satu Rumah Sengketa Minta PT KAI Daop 6 Kantongi Surat Eksekusi
- Ubur-Ubur Mulai Jarang Terlihat di Pantai Gunungkidul, Pengunjung Tetap Diminta Waspada
Advertisement
Advertisement