Advertisement

Alun-Alun Sepi, Tahun Baru Hening Lagi

Lajeng Padmaratri
Senin, 27 Desember 2021 - 08:37 WIB
Arief Junianto
Alun-Alun Sepi, Tahun Baru Hening Lagi Ilustrasi pesta kembang api pada perayaan tahun baru - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Seperti tahun lalu, malam pergantian tahun dari 2021 menuju 2022 juga bakal terlewati dengan hening. Pandemi yang belum berakhir memaksa masyarakat untuk tidak memunculkan keramaian dalam menyambut Tahun Baru.

Meski kasus Covid-19 cenderung menurun, hal ini tidak serta-merta membuat pemerintah membuka peluang bagi perayaan tahun baru sebagaimana biasanya. Kemunculan varian baru Covid-19, Omicron beberapa waktu lalu membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk melarang kerumunan dan perayaan tahun baru di ruang publik.

Advertisement

Di DIY, pelarangan kegiatan perayaan pergantian tahun telah dilarang Gubernur DIY Sri Sultan HB X melalui Sapa Aruh beberapa waktu lalu. "Saya melarang adanya pawai dan arak-arakan Tahun Baru serta acara Old and New Year, baik terbuka maupun tertutup, karena akan berpotensi menimbulkan kerumunan," kata Sultan saat itu.

Walhasil, sejumlah alun-alun dan lapangan yang biasanya riuh pesta pada malam tahun baru akan direncanakan ditutup pada 31 Desember mendatang. Hal ini tak lepas dari upaya mengantisipasi kerumunan yang berpotensi jadi sarana penularan Covid-19.

Walau momen pergantian tahun yang sunyi telah dirasakan pada tahun lalu, tetapi nyatanya itu tak lantas membuat masyarakat terbiasa. Mereka masih berharap momen ini bisa kembali dirayakan seperti masa sebelum pandemi.

Salah satunya Bagas, yang berharap malam pergantian tahun bisa dirayakan dengan kembang api seperti biasanya. Jika tahun-tahun sebelumnya ia hanya bisa menongkrong di alun-alun dengan teman-temannya saat malam pergantian tahun, maka sejak pandemi melanda, hal itu tak bisa dilakukan lagi.

"Pengin merayakan saja, sebagai bentuk syukur bisa melewati berbagai hal hingga berganti tahun. Kalau ada pesta kembang api di alun-alun, biasanya aku pasti datang sama teman-teman," kata pekerja paruh waktu ini.

Sebelum pandemi, pria Jogja berusia 25 tahun ini selalu merencanakan agenda khusus jelang pergantian tahun bersama teman-temannya. Bahkan agenda itu sudah ia rencanakan hingga keesokan harinya. Meski tidak ada bujet khusus yang disiapkan, biasanya ia akan makan bersama maupun ikut serta dalam pesta perayaan di alun-alun.

Jika tahun ini alun-alun kembali ditutup pada malam pergantian tahun, Bagas telah berencana membuat kegiatan berkumpul di rumah salah satu temannya. Dia ingin tetap merayakan malam Tahun Baru 2022 bersama teman-temannya meski tidak seramai di alun-alun.

Hal serupa disampaikan oleh Billa. Mahasiswi di Jogja ini berencana tetap merayakan malam pergantian tahun bersama teman-temannya.

Meski tak bisa menonton pesta kembang api ataupun melebur dalam perayaan di pusat kota, dia ingin momen tersebut dilaluinya dengan kegiatan yang spesial.

"Sebenarnya merayakan Tahun Baru itu enggak wajib juga, tetapi aku selalu pengin merayakannya bareng teman-teman. Karena belum bisa lihat pesta kembang api, ya nanti mungkin beli sendiri dan nyalain sendiri aja di rumah," kata dia.

Saat ini dia pun telah bersepakat bersama teman-temannya untuk menggelar bebakaran di kediaman salah satu dari mereka. Tentunya dengan anggaran yang mereka siapkan untuk patungan membeli bahan bebakaran dan kembang api untuk menyemarakkan malam pergantian tahun.

"Belum pasti akan sebesar apa patungannya, tapi sudah sepakat sama teman-teman untuk patungan ramai-ramai," imbuhnya.

Lain halnya dengan Raditra, salah seorang pelajar SMA di Jogja. Remaja 18 tahun ini mengaku kurang tertarik dengan perayaan malam pergantian tahun yang digelar di alun-alun. Selama ini, ia pun tak pernah menyempatkan hadir ke pusat keramaian menjelang tahun baru.

"Kalau menurutku pesta-pesta di alun-alun gitu enggak perlu, orang tuaku juga kurang mendukung. Tetapi kalau sekadar kumpul di rumah teman karena pas hari libur juga itu sih mungkin oke-oke aja," ujarnya.

Menurutnya, berkumpul untuk merayakan malam pergantian tahun tidaklah salah, namun tidak perlu dilakukan dengan besar-besaran. Hingga saat ini, dia juga mengaku belum ada rencana untuk merayakan malam pergantian tahun.

Tradisi Komunal

Kecenderungan masyarakat untuk merayakan malam tahun baru dengan berkumpul dan beramai-ramai di suatu tempat seolah telah menjadi tradisi. Hal ini juga dibenarkan Sosiolog Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Bambang Kusumo Prihandono.

Dalam konteks Tahun Baru, Bambang mengungkapkan bahwa masyarakat cenderung ingin merayakan kegembiraan dan ada keinginan untuk berharap. Dalam kurun waktu satu tahun yang berlalu bisa jadi orang tersebut mengalami sesuatu yang membuatnya sedih sehingga ingin ia lupakan dengan cara bergembira pada malam pergantian tahun.

"Dalam kurun waktu satu tahun itu kan banyak mengalami nasib-nasib tertentu dan mungkin juga ada hal yang tidak dikehendaki, orang akan mencoba melupakan sekaligus mengharapkan sesuatu yang lebih bagus melalui perayaan," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UAJY ini.

Dia menyebut rasa sukacita yang diwujudkan dalam perayaan semacam ini tidak hanya terjadi dalam konteks tahun baru, melainkan juga berbagai perayaan lain, termasuk perayaan hari keagamaan. "Perayaan seperti itu enggak mungkin sendiri. Selalu bersama teman yang lain yang bisa berbagi kegembiraan," kata dia.

Tidak hanya di masyarakat yang komunal seperti di Indonesia, di kalangan masyarakat yang individualis pun menurut Bambang akan diwujudkan dalam keramaian lantaran perayaan membutuhkan aspek kebersamaan. Apalagi, di masyarakat Indonesia, perayaan semacam ini juga berfungsi sebagai penghilang suntuk dan stres, sehingga biasanya pasti akan melibatkan orang lain.

Meski perayaan malam pergantian tahun di alun-alun dan pusat keramaian di Jogja telah dilarang, namun Bambang meyakini bahwa hal itu tidak menyurutkan langkah masyarakat untuk tetap membuat perayaan di malam tahun baru.

"Saya pikir sangat susah untuk menuruti perintah dari pemerintah itu, karena orang-orang ingin bergembira," kata dia.

Meski demikian, masyarakat mungkin akan membatasi perayaan malam pergantian tahun dengan membuat perkumpulan yang tidak terlalu besar.

"Jika alun-alun dilarang, maka akan pergi ke mana yang tidak dilarang atau moving. Pastinya akan merayakan bersama sahabat, teman, dan pasangan, karena intinya di situ. Itu kan soal kehangatan relasi dan membangun kebersamaan," ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Detik-detik Pasutri Terseret Banjir Lahar Hujan Semeru, Jembatan Ambrol saat Dilintasi

News
| Sabtu, 20 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement