Advertisement

Promo November

Kasus Demam Berdarah di Bantul Meledak, Naik Hampir Dua Kali Lipat

Ujang Hasanudin
Selasa, 02 Agustus 2022 - 17:47 WIB
Bhekti Suryani
Kasus Demam Berdarah di Bantul Meledak, Naik Hampir Dua Kali Lipat Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL-Dinas Kesehatan Bantul meminta masyarakat untuk waspada dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) karena kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Bantul terus bertambah. Selama tahun ini sampai akhir Juli 2022 lalu kasus DBD di Bumi Projotamansasi sudah menembus angka 650 kasus, atau naik hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu.

Jumlah kasus tersebut melebihi angka selama setahun pada 2021 sebanyak 411 kasus dengan jumlah kematian satu orang. Sementara tahun ini total kematian sampai pertengahan tahun sudah tiga orang, “Data dari Januari sampai Juli terdapat 650 dan tiga kematian karena DBD,” kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinkes Bantul, Abednego Dani Nugroho, saat dihubungi Selasa (2/8/2022).

Advertisement

Sebelumnya pada awal Juli lalu Abednego menyebut jumlah kematian empat orang, namun jumlah tersebut baru dugaan. Saat ini yang meninggal karena penyakit yang disebabkan nyamuk aedes aegypti tersebut sebanyak tiga orang berdasarkan hasil audit laboratorium.

“Yang benar-benar meninggal disebabkan karena DBD berdasarkan hasil audit itu tiga orang. Sementara satu orang lagi dinyatakan meninggal bukan karena DBD tapi karena penyakit penyerta,” papar Abed.

BACA JUGA: Guru Bantul Terduga Pelaku Pemaksaan Siswi Berjilbab Dijadwalkan Dipanggil Ombudsman

Sementara sebaran kasus DBD terbanyak masih didominasi di wilayah yang berbatasan seperti Kapanewon Banguntapan dan Kasihan, lalu disusul Kapanewon Pleret.

Abednego mengatakan periode tahun ini kasus DBD tertinggi di awal-awal tahun. Ia menduga tahun ini masuk siklus lima tahunan DBD yang tertunda. Seharusnya siklus lima tahunan DBD terjadi pada 2021 lalu, namun karena bersamaan pandemi Covid-19 yang tinggi-tingginya sehingga masyarakat tidak memeriksakan diri ke rumah sakit karena ada kekhawatiran Covid-19.

“Yang pasti memang ini masuk di musim periode tinggi, yaitu di awal-awal tahun. Kemudian memang ini masuk di periode lima tahunan walau pun delay. Karena di tahun kemarin terjadi ledakan pandemi Covid-19,” ujar Abednego.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Abed ini mengatakan berdasarkan analisi epidemiologi mungkin tidak ada hubungannya antara DBD dan Covid-19. Namun secara sosial, kata dia, bisa berhubungan dengan perilaku masyarakat yang cenderung tidak memeriksakan diri ke rumah sakit saat terjadi ledakan Covid-19 tahun lalu.

Menurut dia, kasus DBD tertinggi terjadi pada 2016 lalu. Berdasarkan catatan Harian Jogja kasus DBD pada 2016 mencapai 2.441 kasus dalam setahun, empat orang di antaranya meninggal dunia. Tahun berikutnya kembali menurun sebanyak 538 kasus pada 2017, dan 2018 sampai 182 kasus. Sementara di 2019 ada 1.424 kasus DBD. Dari jumlah tersebut, empat di antaran meninggal dunia.

Pemkab Bantul melalui Dinas Kesehatan, kata Abed, bersama World Mosquito Program (WMP) saat ini tengah menjalankan program bertajuk Wolbachia wis Masuk Bantul atau WOW Mantul. Sejak bulan Mei kemarin, Dinkes bersama WMP menyebar ember berisi telur nyamuk ber-wolbachia, dengan demikian nyamuk ber-wolbachia yang menetas dapat kawin dengan nyamuk lokal dan dapat mematikan virus dengue penyebab penyakit demam berdarah.

“Saat ini sebanyak 19 ribu ember berisi telur nyamuk ber-wolbachia sudah disebar dan dititipkan di hunian masyarakat dan fasilitas umum yang akan menjadi orang tua asuh [OTA] ember tersebut,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja menyatakan bahwa teknologi Wolbachia digadang menjadi salah satu strategi yang akan melengkapi upaya pengendalian DBD di Bantul. Wolbachia sebagai bakteri alami yang ditemukan pada 60% serangga ini, mampu bekerja menghambat replikasi virus dengue pada tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga mencegah penularan virus dengue ke tubuh manusia.

Ia berharap masyarakat yang menjadi orang tua asuh ember nyamuk ber-wolbachia dapat menjadi orang tua yang turut menjaga dan memantau kondisi ember, agar tetap aman, tidak tumpah, bahkan hilang. Meski ada teknologi ini, dirinya tetap mengimbau masyarakat untuk tetap menjalankan program pengendalian DBD yang sudah ada.

“Walaupun sudah diimplementasikan teknologi Wolbachia, warga tetap perlu menjalankan upaya pengendalian dengue yang sudah ada seperti pemberantasan sarang nyamuk atau PSN dengan 4M plus, gerakan satu rumah satu jumantik dan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat,” tandas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember

News
| Jum'at, 22 November 2024, 18:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement