Advertisement
Senator DIY Singgung Buzzer & Etika Politik Tergerus Kepentingan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Proses demokrasi seringkali dicederai oleh tindakan yang bertentangan dengan etika politik. Para politikus mestinya menjunjung tinggi demokrasi pancasila, namun dalam faktanya etika demokrasi telah tergerus kepentingan politik.
Fakta itu bisa dilihat dari pemimpin suatu daerah seperti bupati atau wali kota dan wakilnya yang seringkali berseberangan meski saat berkampanye menyatakan satu visi. Senator asal DIY, Choid Mahmud, mengatakan demokrasi memang tidak membatasi suara atau kebebasan rakyat, tetapi meminimalisasi peran pemerintah agar tidak bertindak sewenang-wenang. Indonesia memegang prinsip demokrasi dengan menggunakan nilai Pancasila sebagai ruh dalam praktik demokrasi.
Advertisement
“Kebebasan dan aspirasi rakyat adalah hal yang paling utama namun jika kebebasan itu tidak dilandasi pada hukum yang jelas maka akan menimbulkan konflik,” katanya dalam diskusi terkait Pancasila di salah satu hotel kawasan Mantrijeron, Kota Jogja, Senin (8/8/2022).
Ia menilai praktik perpolitian saat ini banyak yang bertentangan dengan etika politik yang perlahan tergerus oleh kepentingan. Contohnya, kata dia, terbukti banyak ditemukan sepasang pimpinan daerah yang ketika di awal kampanye pencalonan untuk merebut suara mereka tampak mesra dan sevisi. Akan tetapi ketika sudah masuk di sistem pemerintahan atau saat terpilih justru berseteru.
BACA JUGA: Kunjungi Mako Brimob, Istri Ferdy Sambo Menangis dan Ikhlas
“Contohnya seperti bupati atau wakil bupati malah seakan berseteru setelah keduanya terpilih. Mereka dalam program justru seringkali bersaing dan saling menyalip serta mengatur strategi masing-masing, karena tujuannya untuk saling mengalahkan di Pilkada pada periode berikutnya," katanya.
Anggota DPD RI ini menyinggung soal penggunaan buzzer dalam politik di Indonesia. Karena ada pihak tertentu yang kerap menyewa buzzer untuk melakukan suatu misi dengan memojokkan lawan politiknya. “Ini dilakukan pihak tertentu yang kerap menyewa dan membayar buzzer. Tujuannya untuk memojokkan dan meminggirkan lawan politiknya dengan memfitnah dan menyebar isu-isu yang menimbulkan ketegangan sosial.
Oleh karena itu fatsun atau sopan santun dalam berpolitik dan etika demokrasi harus dijunjung tinggi demi menciptkan soliditas dan terciptanya pemerintah dan sistem politik yang stabil. Ia mengingatkan kepada politisi dan warga pada umumnya, bahwa etika demokrasi adalah kunci bagi koalisi dan kinerjanya bagi bangsa.
BACA JUGA: Viral, ABG Pengamen Boyolali 2 Bulan Tidur di Makam Ayahnya. Ini Kronologi Penemuannya
Etika mengarah terhadap kesadaran individu dengan hati nurani sedangkan hukum adalah sebuah paksaan. Tatanan masyarakat yang baik adalah ketika orang-orang memiliki standar yang tinggi dalam menilai sebuah kualitas moral. “Etika demokrasi mengharuskan, kepentingan rakyat di atas kepentingan parpol dan kekuasaan semata. Etika demokrasi mengharuskan pemerintah melayani rakyat yang menentukan hidup matinya demokrasi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Rentetan Gempa Bawean Terus Menurun, BMKG Catat Gempa Susulan Mencapai 333 Kali
- BRI Bagikan Paket Sembako dan Santunan bagi Anak Yatim di Jogja
- Polda DIY Siapkan Antisipasi Lalu Lintas Selama Libur Lebaran 2024
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jogja, Kamis 28 Maret 2024
- Jadwal KRL Jogja Solo Kamis 28 Maret 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan
Advertisement
Advertisement