Advertisement

Kekerasan Seksual Bertebaran di Kampus Jogja, Begini Cara Penanganannya

Anisatul Umah
Senin, 05 September 2022 - 18:17 WIB
Bhekti Suryani
Kekerasan Seksual Bertebaran di Kampus Jogja, Begini Cara Penanganannya Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN--Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus masih menjadi pekerjaan rumah dunia pendidikan saat ini. Terakhir, terduga pelaku kekerasan seksual di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melenggang mengikuti wisuda. 

Teman dari korban kekerasan seksual di UNY, Rachmad Ganta Semendawai mengatakan korban sempat melapor, namun karena tidak ditangani dengan baik akhirnya laporan dicabut.

Advertisement

Menanggapi hal ituKomisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sekaligus Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Gender di UIN Sunan Kalijaga, Alimatul Qibtiyah mengatakan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Sebagaimana diatur dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021. Satgas ini nantinya akan memberikan rekomendasi kepada pimpinan kira-kira apa yang perlu dilakukan jika ditemukan kasus kekerasan seksual. Mulai dari pemulihan pada korban, hingga pemberian sanksi administrasi pada pelaku.

Terkait hal ini, Alimatul menyebut keputusan korban menjadi sangat penting dalam penyelesaian kasus. "Perlu digaris bawahi ketika korban mencabut kembali laporan atau tidak melaporkan harus penuh dengan kesadaran, tidak dengan tekanan," ucapnya kepada Harianjogja.com, Senin (5/9/2022).

Dia menjelaskan berdasarkan catatan Komnas Perempuan tahun lalu, memang hanya 15% kasus kekerasan pada perempuan yang rampung, sisanya 85% tidak ada penyelesaian. Meski demikian, keberadaan Satgas di beberapa kampus bisa berjalan dengan efektif.

"Tergantung support pimpinan dan komitmen dari Satgas," lanjutnya.

Menurutnya korban kekerasan seksual juga bisa mengalami tonic immobility atau kelumpuhan sementara. Bisa berlangsung dalam hitungan hari bahkan tahunan.

"Dia enggak bisa teriak, enggak bisa laporan, enggak bisa speak up yang mana orang itu mengalami kelumpuhan sementara. Beda antara orang satu dan yang lain," jelasnya.

BACA JUGA: 

Selain itu, tidak beraninya korban melapor juga bisa disebabkan hal lain, bisa jadi bukti dianggap kurang dan tidak percaya dengan sistem di kampus bakal bisa merampungkan kasus.

"Misalnya belum ada praktek baik dari kampus yang bisa selesaikan kasus ini. Kalau ada kasus kekerasan di kampus bukan berarti kampus ini jadi kampus tidak punya nama baik, justru kalau ada kasus kekerasan terungkap dan bisa rampung, ini kampus yang hebat," tuturnya.

Direktur Rifka Annisa Women's Crisis Center, Defirentia One Muharomah mengatakan meski sudah diatur di dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, masih banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang tidak dapat ditangani oleh kampus. Banyak penyintas yang menemui jalan buntu saat memproses kasusnya di kampus.

"Banyak kampus yang belum siap atau pun masih belum mampu untuk menyediakan layanan respon cepat penanganan kasus yang berperspektif gender dan memenuhi keadilan bagi korban," jelasnya.

Pilihan penyintas untuk mencabut laporan bisa menandakan bahwa dia sudah terlalu lelah dengan tidak adanya kejelasan serta penanganan yang memadai. Banyak penyintas yang kecewa dan kehilangan harapan.

"Penyintas perlu dipercaya, didukung, dan didampingi bahwa apa yang ia rasakan itu valid. Kekerasan yang ia alami nyata dan ia membutuhkan dukungan untuk kembali pulih dan mendapatkan keadilan," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kasus kekerasan seksual di kampus perlu dicegah dan ditangani. Pencegahan dilakukan melalui pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Lalu penanganan dilakukan melalui pendampingan, perlindungan, penindakan pelaku dengan pengenaan sanksi administratif, serta pemulihan korban.

"Kampus juga dapat bekerja sama dengan pihak lembaga layanan di luar kampus berbasis pemerintah maupun NGO [Non Governmental Organization] jika dirasa memiliki keterbatasan dalam upaya pencegahan dan penanganan," tuturnya.

Di kasus lain, kata Defirentia, pencabutan laporan oleh penyintas bisa juga karena penyintas lebih banyak mendapatkan tekanan bukan mendapatkan dukungan.

"Oleh karena itu, penting memastikan penyintas mendapatkan pendampingan yang memadai serta dukungan untuk memperoleh hak-haknya," ujarnya.

Sebelumnya, pemilik akun Twitter @rgantas. Dalam cuitannya, dia menyebut ada satu nama pelaku kekerasan seksual diwisuda oleh UNY."Kabar buruknya: Di antara lebih 2000-an wisudawan itu tersusup satu nama pelaku kekerasan seksual yang kasusnya belum selesai," tulisnya.

Saat dihubungi Harianjogja.com, si pemilik akun yang bernama asli Rachmad Ganta Semendawai tersebut mengaku sebagai teman dari korban kekerasan seksual.

Rachmad mengatakan mulanya korban yang juga temannya frustasi saat mengalami kekerasan seksual. Namun, saat kasus Andini mencuat di 2021, mengungkap kasus kekerasan seksual di UNY membuat korban menjadi lebih berani.

"Kasus Andini kasih keberanian melaporkan kasus pelecehan seksualnya, setelah lapor ke UNY tapi tidak dapat respons yang baik," ucapnya kepada Harianjogja.com, Sabtu (3/9/2022).

BACA JUGA: Mahasiswa UNY yang Terlibat Kasus Dugaan Pelaku Kekerasan Ketahuan Ikuti Wisuda

Respons tidak baik menurutnya di mana korban ditanya detail-detail dari proses pelecehan itu terjadi. Bagian tubuh mana saja yang dipegang-pegang, bahkan memunculkan solusi untuk mempertemukan korban dengan pelaku.

Kemudian dari pihak kampus saling lempar tanggung jawab dari rektorat ke dekanat, begitu pun sebaliknya. Hingga akhirnya korban mencabut laporannya karena ragu kasusnya bakal selesai. 

Untuk diketahui, UNY bukan satu-satunya kampus yang dilaporkan terjadi kekerasan seksual. Kasus serupa sebelumnya juga pernah dilaporkan terjadi di sejumlah kampus negeri maupun swasta, termasuk pelecehan seksual di UGM yang menyulut protes keras dari masyarakat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Anies Baswedan Belum Pikirkan Pilkada DKI Jakarta dan Ingin Rehat Dulu

News
| Sabtu, 27 April 2024, 14:37 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement