Advertisement

Sudah Tercemar, Ini Bahaya Air Sumur Jogja Jika Dikonsumsi

Triyo Handoko & Maya Herawati
Selasa, 02 Mei 2023 - 07:27 WIB
Budi Cahyana
Sudah Tercemar, Ini Bahaya Air Sumur Jogja Jika Dikonsumsi Ilustrasi keran air dari sumur untuk diminum. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kualitas air di Kota Jogja sangat buruk dan membahayakan kesehatan. Hampir seluruh air sumur tak lagi bisa diminum akibat tercemar nitrat (NO3) dan bakteri Escherichia coli (E.coli). Kualitas seluruh air sungai juga sudah melewati batas baku mutu.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja mengungkapkan hampir semua air sumur, sungai, dan embung tercemar.

Advertisement

Sutomo, Kepala Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Lingkungan DLH Jogja, mengatakan berdasarkan kajian menggunakan indikator fisika, air sumur di Jogja sebenarnya cukup baik.

“Dari warna, rasa, dan bau sebenarnya cukup bagus. Tetapi kalau dicek dengan indikator kimia, itu yang bermasalah. Kandungan NO3 dan bakteri E.coli tinggi,” katanya, Sabtu (29/4/2023).

Bakteri E.coli sebenarnya menghuni saluran usus bagian bawah manusia dan sering dibuang melalui feses. Keberadaan E.coli dalam air dianggap sebagai indikator pencemaran tinja.

Riset Kementerian Kesehatan tentang kualitas air minum rumah tangga Indonesia pada 2020 menunjukkan satu dari empat rumah tangga mengonsumsi air minum yang tercemar tinja. Studi ini berdasarkan lebih dari 21.000 sampel air siap minum yang diambil dari rumah tangga di seluruh Indonesia.

Cemaran E.coli di air sumur di Jogja, menurut Sutomo, disebabkan jarak septic tank di permukiman yang terlalu rapat.

“E.coli ini berasal dari septic tank yang merembes sampai permukaan air sumur. Begitu juga nitrat, bisa karena septic tank atau sampah,” jelasnya.

Sutomo mengatakan masih tersisa sumur yang tidak tercemar E.coli, tetapi jumlahnya sangat sedikit. “Sudah kami sosialisasikan. Air sumur di Jogja memang tak layak dikonsumsi, sehingga lebih baik untuk mencuci dan mandi saja. Untuk konsumsi, masyarakat bisa memakai air isu ulang atau PDAM yang relatif lebih aman,” ujarnya.

Konsumsi air yang tercemar nitrat dan E.coli dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan, mulai dari sesak napas sampai kanker. Ibu hamil yang mengonsumsi air tercemar berisiko mengidap penyakit baby blue syndrome. “Penyakit ini banyak menyebabkan kematian pada bayi,” kata Sutomo.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengharuskan air yang akan dikonsumsi benar-benar bebas dari bakteri E.coli. Bakteri ini menjadi salah satu pembunuh yang kerap tak disadari. Riset yang dipublikasikan di Our World in Data pada 2019 menyebut 400.000 anak di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena diare akibat mengonsumsi air minum yang tidak aman.

BACA JUGA: Tahun Ini Suhu Akan Lebih Panas & Kemarau Lebih Kering, Bagaimana Respons DIY

Tak cuma sumur, sungai dan embung di Jogja juga buruk dengan kualitas air melewati batas baku mutu.

DLH Jogja menyebut dari indikator kimia dan mikrobiologi, air di sungai dan embung di Jogja mengandung nilai cemaran di atas rata-rata. Indikator cemaran yang melewati batas standar tersebut meliputi Biokimia (BOD), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), Seng (Zn), Klorin total (Cl2), Fosfat (P), Sulfida, Fenol, serta indikator mikrobiologi meliputi Total coliform dan Fecal coliform.

Sutomo menjelaskan kebanyakan cemaran sungai disebabkan sampah yang terbawa ke sungai di Jogja. Sungai-sungai di Kota Jogja yang tercemar adalah Sungai Code, Gajah Wong, Winongo, dan Sungai Manunggal. Adapun embung yang tercemar adalah Embung Langensari dan Embung Giwangan. Embung-embung tersebut tercemar karena airnya berasal dari sungai.

“Masih banyak warga yang tinggal di bantaran yang membuang sampah hingga terbawa ke aliran sungai,” katanya.

Kadar bakteri E.coli di sungai juga di atas baku mutu. “Selain karena cemaran sampah, sungai di Jogja juga tercemar dari hulu. Sungai yang berada di Sleman ternyata juga sudah tercemar,” jelasnya.

Pencemaran sungai di Jogja diperparah saluran instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di pinggir sungai yang tidak maksimal sehingga limbah dari permukiman penduduk masuk ke sungai.

DLH Jogja berupaya memaksimalkan salurah IPAL agar semua limbah dari Jogja mengalir ke IPAL Terpusat yang dikelola Pemda DIY di Sewon, Bantul.

“Sehingga lebih aman, tidak mencemari sungai, tidak mencemari air tanah, dan tidak mencemari sumur. Tapi sampai sekarang belum semua IPAL bisa tersambung ke saluran IPAL Terpusat. Ke depan kami harap semua saluran menuju IPAL Terpusat agar air limbah dapat diolah dengan baik dan tidak mencemari lingkungan,” ujarnya.

Pencemaran sumur dan sungai menyebabkan Indeks Kualitas Air (IKA) Jogja paling buruk daripada empat kabupaten lain di DIY. Pada 2022 lalu, Pemda DIY merilis IKA di semua wilayah dengan indeks terbaik ada di Gunungkidul dan terburuk di Kota Jogja.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY Kuncoro Cahyo Aji mengatakan IKA Gunungkidul di angka 50 dari target 33 poin; Sleman di angka 45 dari target 41; Kulonprogo di angka 34,55 dari target 38; Bantul di angka 40 dari target 40 poin; dan Kota Jogja merupakan paling parah dengan angka 32,98 dari target 51,2; dan B

“Indeks kualitas air kami belum sesuai dengan yang ditargetkan oleh Pemerintah Pusat,” ujarnya, Senin (15/8/2022).

BACA JUGA: Halaman Buku Bacaan Jadi Media Pria Ini Menandai Zaman

Secara umum, kualitas air di Indonesia masih buruk, meski terus membaik dalam delapan tahun terakhir. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaporkan skor IKA di Indonesia sebesar 53,88 poin pada 2022. Skor tersebut belum memenuhi target 55,03 poin.

Skor IKA pada 2022 mengalami kenaikan 2,01% dibandingkan 2021 ketika skor IKA Indonesia sebesar 52,82 poin.

Berdasarkan laporan dataindonesia.id (Jaringan Informasi Bisnis Indonesia), nilai IKA cenderung berfluktuasi selama delapan tahun terakhir. Skor IKA Indonesia pada 2022 merupakan yang paling tinggi diraih dalam rentang waktu 2015-2022 (lihat grafis).

Berdasarkan wilayah, ada 14 provinsi dan 225 kabupaten/kota yang berhasil mencapai target skor IKA pada 2022. Dengan 192 kabupaten/kota dari 4.884 titik pantau meningkat. Sebaliknya, sebanyak 157 kabupaten/kota dari 3.881 titik pantau tercatat menurun.

Peningkatan yang terjadi di 192 kabupaten/kota tersebut disebabkan ketersediaan anggaran dan implementasi kegiatan seperti pengawasan terhadap industri dan pembinaan usaha skala kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement