Advertisement

Halaman Buku Bacaan Jadi Media Pria Ini Menandai Zaman

Sirojul Khafid
Sabtu, 11 Februari 2023 - 14:57 WIB
Arief Junianto
Halaman Buku Bacaan Jadi Media Pria Ini Menandai Zaman Bagas Setia Wicaksana. - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN — Tidak hanya menjual buku lawas, melalui toko buku Ruang Melamun, Bagas Setia Wicaksana juga membagikan cerita dan membentuk relasi. Kini, Ruang Melamun menjadi “rumah” bagi buku-buku penanda zaman.

Wartawan majalah itu berkeliling toko buku Ruang Melamun. Ada beberapa buku yang dia ambil dan potret. “Lagi nyari bahan,” katanya.

Advertisement

Selesai bersafari di deretan buku lawas, dia duduk di salah satu dari dua meja yang ada di depan toko. Di sampingnya ada Bagas, pemilik Ruang Melamun. Obrolan kadang serius kadang bercanda. Bagas menceritakan beberapa judul buku kepada wartawan majalah yang siang itu berkunjung. Sesekali dia masuk ke toko dan keluar membawa buku tertentu.

Salah satunya berisi kumpulan foto Indonesia zaman dulu, mungkin zaman penjajahan Belanda. Tiga orang yang sedang berada di toko saling berkomentar.

“Di sini lebih banyak seneng-senengnya daripada bisnis. Misal kaya mas ini [wartawan], harapan jual belinya enggak banyak, karena aku tahu kebutuhan dia apa, sebisa mungkin bahkan aku bantu buat nyari bahan,” kata Bagas, saat ditemui di Ruang Melamun, Karang Malang, Caturtunggal, Depok, Sleman, Sabtu (4/2/2023).

Saat ada pengunjung yang memang mencari buku tertentu, Bagas akan membantu mencari atau mengarahkan.

Terlebih memang banyak buku langka yang mungkin masih tersedia di sini. Sehingga tidak jarang orang datang dengan kebutuhan spesifik seperti wartawan itu.

Secara fisik atau offline, Ruang Melamun baru ada di masa-masa pandemi Covid-19. Sebelumnya, Bagas berjualan buku secara online.

Dia memulai usaha penjualan buku lawas secara serius pada 2014. Namun, embrio Ruang Melamun sudah ada sejak dia awal-awal kuliah, tepatnya pada 2012.

Berada di lingkungan orang-orang yang suka membaca, membawa Bagas berkenalan dengan buku lawas.

BACA JUGA: Lewat Wayang, Masyarakat Diajak Memahami Investasi Bodong & Pinjol

Sebelum kuliah, belum ada minat atau kecintaan pada membaca. Namun, saat mulai kuliah di salah satu kampus negeri di Jogja, kecintaan membaca mulai tumbuh. Kecintaan ini langsung spesifik pada buku lawas, buku yang dia temukan di pasar oleh penjual barang bekas.

Salah satu buku yang membuat Bagas suka membaca termasuk karya Pramoedya Ananta Toer. “Nemu-nya di pasar pagi-pagi, pasar yang menggunakan hari-hari Jawa kaya paing dan lainnya,” kata laki-laki berusia 30 tahun ini.

“Awal baca buku buat hiburan, yang beda dengan jusursan kuliah. Suka baca buku sejarah, waktu itu dapet buku Pramoedya, baca itu kok bagus,” imbuh dia.

Kebiasaan membeli buku lawas semakin rutin. Sebagian besar uang sakunya juga untuk membeli buku. Hingga pada beberapa waktu, dia membutuhkan uang dan perlu menjual sebagian bukunya.

Penjualan awal pada teman kuliah atau teman ngopi. Belum terpikirkan untuk membuat usaha penjualan buku, semuanya masih untuk senang-senang. Sampai 2014 dia memutuskan serius berdagang secara online.

Penanda Zaman

Tahu tempat mencari buku lawas dan cara menjualnya menjadi modal utama Bagas membangun usahanya. Penjualan awal-awal menggunakan Facebook.

Hingga masa pandemi, tidak banyak aktivitas keluar rumah membuatnya bosan. Belum lagi penjualan di platform lokapasar yang dia jajal juga dirasa kurang manusiawi.

Di lokapasar, pembeli seakan raja. Tidak ada pula potensi komunikasi yang inten antara penjual-pembeli.

Itulah sebabnya, hadirnya Ruang Melamun secara offline untuk mengakomodasi hal-hal itu. Sejak membuka toko offline, Bagas semakin banyak membuka jaringan dari berbagai kalangan.

Akan sulit menghitung penjualan buku yang ada di toko.

Bagas Setia Wicaksana berada di antara tumpukan bukunya./Harian Jogja-Sirojul Khafid

Hal ini Bagas tanggulangi dalam berjualan secara online dan pekerjaan lain yang masih berhubungan dengan buku.

Usaha yang berorientasi pada bisnis Bagas lakukan pagi sampai siang hari. Barulah pukul 13.00 WIB, dia mulai membuka Ruang Melamun yang lebih banyak menjadi ruang bercerita dan bersosialisasi.

“Niat awal cari teman lebih, kalau di online interaksi terbatas. Pengin nambah teman, buku cuma wujudnya aja,” katanya.

Di toko buku Ruang Melamun, kita bisa mendapatkan buku terbitan 1800-an. Beberapa buku berbahasa Belanda, baik yang bercerita tentang Indonesia atau luar negeri. Harga buku di sini mulai dari Rp10.000-an sampai Rp3 juta.

Buku yang berada di toko offline yang sekiranya terjangkau untuk mahasiswa dan masyarakat umum. Sementara koleksi yang tidak kalah banyak Bagas simpan di rumahnya, terutama yang harganya cukup mahal dan hanya orang tertentu yang mau membeli.

Pada dasarnya, Bagas membeli buku lawas berdasarkan isi atau tema tulisannya. Kondisi buku juga menjadi pertimbangan menentukan harga.

Hakikat buku pada dasarnya untuk dibaca. Meski ada kondisi tertentu yang membuat buku rusak dan susah dibaca pun tetap dia beli untuk kemudian dijual kembali.

“Ada yang beli untuk menikmati sampulnya. Ada juga buku yang mahal karena saking susahnya nyari buku itu, jadi kondisi apapun tetap dibeli,” kata Bagas.

Setiap buku di Ruang Melamun punya ceritanya masing-masing. Mereka terjejer rapi di berbagai sudut toko. Ruangan buku yang tenang kadang berbanding terbalik dengan obrolan di meja luar toko yang kadang ramai. Meski sesekali obrolan terjeda dan diselingin lamunan. Nama Ruang Melamun udah ada sejak dulu. Emang suka melamun, itu hobinya, enggak ada pilihan lain, bisanya cuma itu,” kata Bagas, dengan sedikit bercanda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

ASN Akan Dipindah ke Ibu Kota Nusantara Secara Bertahap hingga 2029, Ini Prioritasnya

News
| Jum'at, 19 April 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement