Advertisement
Ditanya soal Tanah Tutupan Jepang Terdampak JJLS, Ini Jawaban Presiden

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Salah satu yang menjadi persoalan dalam proses pembebasan lahan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) khususnya di kelok 18 di Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, adalah tanah tutupan. Hingga saat ini pemerintah belum memberikan penjelasan apakah masyarakat akan mendapatkan ganti rugi atau tidak.
Tanah tutupan adalah tanah yang tidak jelas kepemilikannya secara hukum. Tanah tersebut dulunya milik warga dengan bukti Leter C di kantor pemerintah kalurahan. Pada 1943 saat Jepang masuk Indonesia, diambillah oleh Jepang dan Leter C di desa dicoret dengan tinta merah. Warga sekitar menamainya tanah tersebut adalah tanah tutupan.
Advertisement
Sampai Jepang keluar dari Indonesia, status tanah tersebut tidak pernah dikembalikan ke warga kemudian diklaim milik pemerintah. Namun para penggarap tanah tutupan mengaku sebagai ahli waris pemilik lahan sampai sekarang yang mengelola tanah tutupan tersebut. Mereka mengklaim bukti kepemilikan ada di kantor kalurahan dengan bukti Leter C, meskipun nama yang tertera di Leter C sudah pada meninggal.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ditanya terkait persoalan tanah tutupan tersebut tidak memberikan penjelasan gamblang. “Nanti teknis, itu teknis nanti urusannya pak menteri PUPR [Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono], bisa ditanyakan ke pak menteri PUPR,” katanya seusai peresmian Jembatan Kretek 2 di Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Jumat (2/6/2023).
Baca juga: Jokowi Resmikan Jembatan Kretek 2 Bantul, JJLS Banten ke Banyuwangi Rampung Tahun Ini
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan pihaknya sudah mengumpulkan para penggarap tanah tutupan Jepang, beberapa waktu lalu. Pertemuan tersebut untuk konsolidasi lahan sebagai salah satu solusi persoalan kepemilikan tanah tutupan Jepang tersebut.
Ia menyatakan sampai saat ini tidak ada kompensasi atau ganti rugi lahan tanah tutupan yang terdampak JJLS khususnya di kelok 18. Alasannya karena kepemilikannya tidak jelas. “Ganti rugi tidak ada. Ini enggak jelas ini tanah tutupan Jepang sampai hari ini seperti tanah tak bertuan,” katanya.
Konsolidasi Lahan
Sebagai solusinya, kata Halim, maka Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyarankan agar ada konsolidasi lahan. Lahan yang terdampak JJLS dibiarkan. Sementara sisanya nanti sesuai arahan Ngarso Dalem akan disertifikatkan atas nama penggarap atau ahli warisnya. Selain pensertifikatan juga akan dibangunkan fasilitas umum. Lahan tutupan terebut akan menjadi satu kampung yang tertata dengan berbagai fasilitas pendukung.
“Akan jadi satu kampung lebih tertata yang akan dibiayai sumber anggaran pemerintah baik dari Pusat dari APBD DIY maupun APBD Bantul,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Jepang Parangtritis (MPT2P), Suparyanto mengatakan total tanah tutupan Jepang di Parangtritis ada sekitar 118 hektare yang dikelola oleh 87 orang. Namun yang terkena JJLS sekitar 15,1 hektare di kelok 18.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Donald Trump Serukan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina Selama 30 Hari
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Viral Video Kritik Layanan Uji Kir Bantul, Dishub Bantah dan Ungkap Fakta Lapangan
- Kenaikan Suhu Bumi Memperparah Kondisi Penderita Lupus
- Frekuensi Perjalanan Kereta Api Lebih Padat pada Libur Waisak, KAI Daop 6 Jogja Himbau Masyarakat Berhati-hati
- Warga Tangkap Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Anak di Semin Gunungkidul
- Petugas BPBD Bantul Evakuasi Pekerja yang Tersengat Listrik di Banguntapan
Advertisement