Advertisement

Promo November

Persoalan Pengemis, Sosiolog UGM: Tak Lepas Dari Aspek Mentalitas

Catur Dwi Janati
Selasa, 11 Juli 2023 - 20:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Persoalan Pengemis, Sosiolog UGM: Tak Lepas Dari Aspek  Mentalitas Pengemis - Ilustrasi - Bisnis

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Dosen Departemen Sosiologi UGM, Andreas Budi Widyanta berpendapat fenomena mengemis tak luput dari mentalitas. "Ini kan mentalitas. Mentalitas orang yang enggak mau bekerja," tuturnya pada Selasa (11/7/2023).

Aspek mentalitas menjadi penting, bagaimana membentuk mentalitas masyarakat yang giat bekerja. Bukan karakter yang malas bekerja dan bertumpu pada meminta-minta. Sayangnya, pembangunan karakter manusia yang giat bekerja ini dinilai Abe menjadi problem kebudayaan saat ini.

BACA JUGA: Fantastis, Pengemis di Malioboro Sepekan Bisa Dapat Rp27 Juta

Advertisement

"Membangun karakter manusia yang mau giat bekerja ini ya problem kebudayaan besar kita dan ini perlu pembentukan tata nilai, pembentukan karakter manusia yang juga bahkan ada rasa malu," tegasnya. 

Pasalnya Abe beranggapan kegiatan mengemis merupakan tindakan orang yang tidak punya rasa malu. Mereka, para pengemis mengandalkan rasa iba, menjadikan usaha meminta-minta sebagai usaha manipulatif yang ternyata mereka sendiri bergelimang harta. 

Bila diteliti lebih lanjut, Abe mengungkapkan ada pengemis yang membawa anak untuk meminta-minya. Namun acap kali ternyata anak yang dibawanya untuk mengemis bukan lah anaknya. Melainkan anak orang lain yang dipinjam untuk mengemis. 

"Bahwa itu adalah kelompok-kelompok orang yang terorganisir untuk melakukan model menjadi pengemis, yang sebetulnya lalu memanfaatkan untuk bisa menggali keuntungan dari menjual rasa iba dari masyarakat. Organisasi ini tentu perlu ditelisik lebih lanjut, perlu kajian yang lebih komprehensif," tuturnya.  

Di sisi lain, Abe juga menyinggung kesadaran masyarakat untuk tidak mudah memberikan uangnya dengan dalih rasa iba semata tanpa tahu latar belakang peminta-minta. Karena para pemberi tidak bisa tahu apakah para pengemis memang betul-betul membutuhkan atau tidak.

Sementara di daerah lainnya, lanjut Abe, ada pengemis yang menggunakan uangnya untuk menyewa jasa LC atau manusia silver yang menggunakan uangnya untuk menyewa jasa open BO.

BACA JUGA: Mengemis di Malioboro Jogja Bisa Dapat Rp2 Juta per Hari, Rp500.000 Saat Sepi

Sementara di lain pihak dari kacamata Abe ada banyak lembaga yang justru membutuhkan uluran tangan para dermawan namun luput atau justru jarang disambangi. "Atau misalnya justru menjadi mengangkat semacam menjadi foster parent, bapak angkat gitu, kenapa itu tidak dilakukan ketimbang hanya memberi secara acak setiap pengemis yang meminta-minta kepada kita," tegasnya. 

Butuh sikap yang tegas untuk tidak memberi bantuan ke peminta-minta. "Butuh sikap yang tegas untuk menolak, tidak memberi pengemis-pengemis itu apalagi di jalanan," ungkapnya.

"Karena ya itu tadi kita hanya menjadi korban manipulatif apa yang dilakukan oleh organisasi bahkan mungkin pengemis yang terorganisir," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

687 Warga Negara Asing Terjaring Operasi Jagratara, Pelanggaran Izin Tinggal Mendominasi

News
| Jum'at, 22 November 2024, 12:27 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement