Pengembangan Energi Terbarukan di DIY Terganjal Anggaran
Advertisement
JOGJA—Implementasi Perda Energi Terbarukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih minim, pemahaman masyarakat yang rendah diklaim jadi sebabnya. Padahal anggaran pengembangan energi terbarukan di DIY terus menurun, pemahaman masyarakat yang rendah terhadap pemanfaatan energi terbarukan juga dibantah tiga kelompok warga di Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul.
Pemda DIY selalu memasukkan energi terbarukan sebagai isu strategisnya selama empat tahun terakhir. Tercatat dalam laporan Rencana Kerja Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) 2020-2023. “Pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan belum optimal yang disebabkan keterbatasan pemahaman,” kata laporan Rencana Kerja Dinas PUPESDM DIY 2023.
Advertisement
Maksud pemahaman yang masih terbatas tersebut ditujukan kepada masyarakat DIY. Keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap energi terbarukan dijadikan faktor utama Dinas PUPESDM sebagai alasan belum optimalnya program di sektor tersebut.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas PUPESDM Yustina Ika Kurniawati menjelaskan pemahaman yang terbatas milik masyarakat tersebut disebabkan masih tergantungnya dengan energi fosil. “Ibaratnya ada PLN ngapain ribet-ribet bikin sumber listrik lain, atau sudah ada gas subsidi masak masih ngudek-udek kotoran,” katanya.
BACA JUGA: Sidang Tahunan MPR, Presiden: Stunting Turun, Indeks Pembangunan Manusia Naik
Sayangnya anggaran yang disediakan Dinas PUPESDM untuk energi terbarukan selalu menurun tiap tahun. Pada 2021, Dinas PUPESDM menganggarkan Rp878,3 juta, menurun jadi Rp436,5 juta pada 2022, lalu menurun lagi hanya jadi Rp134 juta pada 2023.
Anggaran yang menurun tersebut, diakui Yustina, menghambat program energi terbarukan. Hambatan paling nyatanya pembangunan unit pembangkit energi terbarukan tidak dilakukan lagi pada 2023. Selain itu edukasi masyarakat untuk meningkatkan pemahaman soal energi terbarukan juga berkurang kegiatannya.
Sedangkan anggaran paling banyak terserap untuk perawatan ratusan unit pembangkit energi terbarukan. Total Pemda DIY memiliki 310 unit pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dua pembakit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), dan satu unit pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH).
Selain mencatat kepunyaan Pemda DIY, Yustina juga mencatat kepemilikan unit pembangkit energi terbarukan milik swasta. Dimana ada satu unit PLTMH dan dua pembakit listrik tenaga biomassa (PLTB). “Kami juga mendorong swasta untuk mengembangkan energi terbarukan juga, seperti di PT. Madubaru itu ada PLTB dengan kapasitas 3,8 mega watt,” ujarnya.
Dorongan ke swasta tersebut, jelas Yustina, lantaran Dinas PUPESDM sadar pembiayaan pembangunan energi terbarukan tak hanya cukup didanai Pemda DIY saja. “Selain itu juga untuk mengajar target bauran energi yang ada, supaya sektor energi terbarukan juga memberikan sumbangan ke total konsumsi energi,” jelasnya.
Belum Maksimal Diimplementasikan
Pemda DIY menjadi yang pertama di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Energi Terbarukan. Melalui Perda No.15/2018 tentang Energi Terbarukan, Pemda DIY berikhtiar mengusahakan pengembangan sektor ini.
Sayangnya, ikhtiar tersebut belum maksimal. “Kami memang belum maksimal melaksanakan Perda Energi Terbarukan ini, karena secara operasional ternyata di tingkat pusat belum ada payung hukumnya. Artinya selama ini dalam pengembangan energi terbarukan itu yang mengelola kementerian semua,” terang Yustina.
Kewenangan yang diberikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, lanjut Yustina, ke daerah hampir tidak ada. “Tidak ada aturan jelas bahwa daerah dapat mengembangkan energi terbarukan. Tapi sejak Maret kemarin kami dapat kepastian itu lewat Perpres No.11/2023,” katanya.
Perpres No.11/2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Terbarukan, menurut Yustina, memberikan payung hukum ke Pemda DIY untuk lebih mengusahakan pengembangan energi hijau ini. “Sekarang kami dapat lebih leluasa untuk mengembangkannya sesuai di Perda Energi Terbarukan karena ada dasar hukumnya,” katanya.
Belum optimalnya penerapan Perda Energi Terbarukan juga diakui Wakil Ketua DPRD DIY Suharyanto. “Memang perlu diakui belum optimal, perlu didorong lagi pelaksanaanya oleh Pemda DIY,” ujarnya.
Suharyatna yang juga Ketua Pansus Perda Energi Terbarukan menilai sebab belum optimalnya karena anggaran yang belum maksimal diberikan untuk pembangunan energi terbarukan. “Anggarannya terbatas sedangkan teknologi dan alatnya juga mahal, soal biaya tinggi teknologi energi terbarukan juga penting untuk dicari solusinya,” katanya.
Soal pemahaman masyarakat yang kurang terkait dengan energi terbarukan, menurut Suharyanta, karena contoh teladannya kurang. “Sehingga harusnya Pemda DIY memberikan contoh penggunaan, cara perawatan, sehingga masyarakat dapat tahu dan paham manfaat energi terbarukan ini seperti apa. Kalau teladannya kurang tentu masyarakat juga bingung,” kata politikus PAN DIY yang telah meninggal beberapa waktu yang lalu itu.
Usaha dari Akar Rumput
Masyarakat DIY bukannya tak paham akan pengembangan energi terbarukan. Buktinya tiga kelompok masyarakat di Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo sudah melakukannya. Hasilnya mereka dapat memanfaatkan energi terbarukan itu untuk menunjang kebutuhannya.
Seperti yang dilakukan Kelompok PLTMH Kedungrong, Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo. Mereka memanfaatkan aliran irigasi Kali Progo untuk menggerakkan dinamo penghasil listrik. Hasilnya 60 keluarga mendapat suplai aliran listrik yang dapat menghemat pengeluaran untuk pembayaran PLN.
Ketua Kelompok PLTMH Kedungrong Suhadi menjelaskan pemanfaatan energi terbarukan di daerahnya sudah dilakukan sejak 2011 silam. “Awalnya dari mahasiswa KKN 2012, lalu kami kembangkan sendiri. Awalnya dibantu pemerintah dengan PLTMH ini, tapi kami juga swadaya membangun instalasi listrik ke rumah-rumah juga,” katanya.
Sudah hampir 10 tahun beroperasinya PLTMH Kedungrong itu, lanjut Suhadi, masyarakat tetap peduli dan terus merawatnya. “Kami terus mengelolanya secara mandiri, setiap bulan ada pertemuan untuk iuran rutin, pembahasan program, sampai jadwal piket perawatan,” katanya.
BACA JUGA: Polres Bantul Ringkus Dukun Palsu Modus Boneka Jenglot
Sama seperti Kelompok PLTMH Kedungrong, di Gunungkidul juga ada Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah juga memanfaatkan PLTS untuk mengangkat air dari bawah tanah. Hasilnya, mereka dapat menghemat biaya bahan bakar untuk disel yang biasanya digunakan. Selain itu, kelompok tani ini juga mampu panen lebih banyak dari sebelumnya.
Pengurus Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah, Sumardi menyebut sebelumnya dalam setahun ia hanya dapat panen sekali tapi dengan kehadiran PLTS tersebut dapat panen tiga kali. “PLTS ini hibah dari kampus swasta Jogja, lewat PLTS ini kami juga dapat mengembangkan tanaman hortikultura yang sebelumnya tidak kami garap, hasilnya lumayan untuk menambah pemasukan,” jelasnya.
Sumardi menyebut meskipun baru pertama kali dioperasikan sejak 2022 lalu, Kelompok Tani Lestari Bulak Sawah berkomitmen untuk terus memanfaatkan energi terbarukan lewat PLTS ini. “Tentu akan kami rawat terus, kami juga sedang menabung untuk lebih mengembangkan kapasitasnya agar lebih besar lagi. Semakin besar kapasitas pengangkatan airnya semakin makmur kami,” ujarnya.
Komitmen untuk terus memanfaatkan energi terbarukan juga dimiliki Kelompok Pengelola Wisata Bukit Tinatar, Bantul. Mereka sudah memanfaatkan PLTS untuk operasional sektor wisata yang digeluti. Mulai untuk keperluan penerangan, operasional warung, hingga sanitasi.
Penggunaan PLTS di Wisata Bukit Tinatar dilakukan mulai 2021 lalu. “Pengadaannya dari hibah kampus swasta di Jogja, berbarengan dengan mulai dibukanya wisata ini, PLTS yang kami pakai juga jadi daya tarik tersendiri karena banyak wisatawan yang menanyakan juga,” kata Ketua Pengelola Wisata Bukit Tinatar, Wintarto.
Wintarto menyebut meskipun mendapat hibah, Pengelola Wisata Bukit Tinatar juga membangun instalasi secara swadaya dan hingga kini mengoperasionalkan secara mandiri. “Kami membiayainya sekarang secara mandiri, terutama perawatannya dengan iuran bersama,” ujarnya.
Tiga kelompok warga di Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo tersebut menolak klaim Dinas PUPESDM yang menganggap pemahaman mereka minim terkait dengan energi terbarukan. Mereka meminta pemerintah untuk turut mendukung apa yang sudah mereka lakukan dalam pemanfaatan energi terbarukan.
Akses Warga Terbatas
Penilaian Walhi Jogja terhadap pemanfaatan energi terbarukan oleh masyarakat di DIY menunjukkan masih minimnya akses yang diberikan Pemda DIY. Kepala Divisi Kampanye dan Data Walhi Jogja Elki Setyo Hadi menyebut akses terhadap pemanfaatan energi terbarukan ini tak terbatas pada pembangunan pembangkit listriknya saja.
“Akses ini juga termasuk kemampuan masyarakat dalam memproduksi listrik energi terbarukan yang dapat dijual ke pihak lain, sehingga listrik ini tidak tunggal dimonopoli negara tapai masyarakat juga dapat berpartisipasi,” jelasnya.
Elki menilai semakin akses yang diberikan Pemda DIY dibuka lebar maka masyarakat akan berinisiatif dalam pengembangan energi terbarukan. “Termasuk juga akses konsumsi, selama ini pemerintah sendiri yang mencekoki dengan konsumsi energi fosil. Maka untuk mengurangi ketergantungan fosil ini perlu intervensi dengan mengembangkan energi terbarukan di tengah masyarakat,” katanya.
Intervensi Pemda DIY untuk mengurangi ketergantungan energi fosil, jelas Elki, masih minim. “Pemerintah masih minim tapi kemudian menyalahkan masyarakat yang dibikin tergantung oleh pemerintah sendiri, tentu ini tidak bijak dan adil,” katanya.
DIY berbagai potensi energi terbarukan yang dapat dikembangkan, lanjut Elki, dimana masyarakatnya memiliki inisiasi pemanfaatan yang tinggi. “Dari temuan kami di masyarakat, mereka ini paham akan pentingnya pemanfaatan energi terbarukan, masalahnya pemerintah yang kurang memfasilitasinya,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jelang Pilkada 2024, Dinas Kominfo Gunungkidul Tambah Bandwidth Internet di 144 Kalurahan
- Angka Kemiskinan Sleman Turun Tipis Tahun 2024
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
- Gunungkidul City Run & Walk 2024: Olahraga, Pariwisata, dan Kebanggaan Daerah
- Resmi Diluncurkan, 2 Bus Listrik Baru Trans Jogja Bertahan hingga 300 Km Sekali Isi Daya
Advertisement
Advertisement